20. KYURARA.

61 16 0
                                    

AOMORI, TUJUH BULAN KEMUDIAN.

Satu hari indah kembali datang, seperti beberapa bulan terakhir.

Aku terbangun tepat pukul setengah enam pagi, setelah membereskan kamar aku segera keluar menuju dapur, menyeduh teh, pergi ke balkon untuk menyirami tanaman yang ku tanam, dan omong-omong pohon tomat serta cabai ku akan mulai berbuah dalam waktu dekat. Pot berisi bunga adenium bonsai merah muda di dekat pintu juga sudah mulai bermekaran, satu ini pemberian bibi Arisa.

Setelah merasa yakin semua bayi-bayi kecilku mendapatkan cukup air, aku kembali ke untuk menjereng teh merah, memberinya sedikit madu, duduk pada kitchen bar yang di dominasi warna abu-abu dan merah muda. Menyalakan tv, menikmati sarapan pagiku. Kali ini satu pack raisin biscuit less sugar. Sekitar setengah jam kemudian aku mulai membereskan alat makan dan cangkir. Mandi. Berpakaian, dan berangkat kerja.

Benar, aku kini seorang pegawai biasa, bukan lagi musisi keliling’ seperti dulu. Kebetulan lokasi kantorku terletak dekat apartemen yang sudah ku tinggali selama lima bulan terakhir, juga hanya berjarak 10 menit dari stasiun pusat Aomori. SMA Arugaoka merupakan sekolah swasta khusus campuran, dan lebih fokus pada bidang seni serta sains, aku berhasil mendapatkan pekerjaan ini setelah berada sebulan di daftar tunggu. Otosan awalnya kurang menyetujui keputusanku pindah ke ujung utara Jepang, jauh darinya, namun setelah aku menjelaskan alasan sesungguhnya mengapa aku memutuskan berhenti bermain musik dan lebih memilih menjadi seorang pengajar, beliau akhirnya mengerti.

Kondisi otosan semakin membaik seiring berlalunya waktu, perusahaan meski sempat di ambang krisis namun kini sudah mulai pulih dan bangkit dari keterpurukan. Sementara aku sendiri? Yah, tidak ada tempat lebih tepat selain keindahan Aomori untuk menyembuhkan jiwa serta fisikku.

Hari ini kelasku tidak banyak, hanya ada dua. Aku selalu menikmati berada di ruang seni seorang diri sambil mengamati satu persatu peralatan musik. Lantas jika kondisi memungkinkan aku akan bermain cello seorang diri. Untuk diriku sendiri.

Suasana di sekolah ini sangat bagus. Para staffnya ramah, rekan kerjaku bukan tipe terlalu ingin tahu pada masa laluku namun juga perhatian. Murid-muridnya juga, yah, namanya juga anak remaja, kadang bisa membuat kepala pusing, namun aku beruntung sebab anak-anak didik ku adalah tipikal manusia penuh semangat dengan segudang keceriaan dalam diri mereka.

Siang itu sesudah menyelesaikan pengumpulan materi untuk kelas terakhir mendadak Fumi Kanoka, rekan kerja sekaligus guru matematika untuk kelas sebelas, mendatangi meja ku.

*"Rara-san ada yang mencarimu"*.

Mendongak dari atas layar komputer, aku balas bertanya. *"Benarkah? Siapa?"*.

Fumi-san  mengedikkan bahu. * "Entahlah, tapi ku rasa dia bukan orang Jepang atau keturunan"*.

Seketika aku berdiri, agak terlalu terburu-buru. *" Laki-laki atau perempuan?"*.

*"Perempuan. Dan dia memakai kursi roda"*.

Deg.

Hanya ada satu orang teman perempuan ( atau mantan teman) yang aku tahu memakai kursi roda, dan itu adalah.

* "Sekarang dia di mana?"* tanya ku. Memutari meja kerja bersekat.

* "Dia bilang akan menunggumu di taman belakang. Tapi, Rara-san, memangnya dia siapa sih?"*.

Aku tak menjawab pertanyaan Fumi, justru melesat cepat meninggalkan ruang guru. Berlarian menuruni undakan tangga dari lantai dua menuju dasar, kemudian berbelok ke arah kanan, melewati pagar halaman bunga, auditorium, dan lapangan olah raga.

Lantas, aku melihatnya di sana. Di atas kursi roda, di bawah pohon aras yaku, dekat bangku kayu panjang. Langkah ku terhenti sesaat, awalnya aku sempat meragu. Namun dengan sebuah tekad aku berjalan mendatanginya, lalu duduk di dekatnya.  

[COMPLETED] CONTRAMANDE FIGHT! :#03.CONTRAMANDE SERIES(BRYAN STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang