21. KYURARA.

51 11 0
                                    

Acara pernikahan Aurelia dan Sebastian berlangsung dengan khidmat. Aurelia terlihat bagaikan bidadari dalam balutan gaun lengan panjang a-line berwarna abu-abu gading. Senyum bahagia tak henti mengembang dari wajah cantiknya. Ayahnya datang di hari pernikahannya, menjadi walinya, mendorong kursi rodanya lantas menyerahkan anaknya kepada si calon mempelai pria. Aku bersyukur sebab akhirnya mereka bisa berbaikan di hari penting putrinya.

Segalanya berjalan lancar. Aku dan Aurelia sempat berbicara sejenak ketika maju untuk mengucapkan selamat pada pasangan suami istri baru tersebut. Rupanya dialah yang mengundang Bryan ke acara ini. Dia memberitahu lelaki itu, kemungkinan aku akan hadir di hari bahagianya, dan tebakan Aurelia memang benar. Dia menyuruhku untuk menyelesaikan masalah di antara kami, apapun hasil dari keputusan kami nantinya.

Jadi begitulah. Di sinilah aku sekarang. Menerima ajakan Bryan Contramande untuk berbicara berdua saja. Di sebuah taman rakyat dekat rumahnya, tempat yang pernah kami datangi berdua dulu. Sepanjang acara, hingga kemari, tak ada satupun dari kami banyak bicara. Komunikasi hanya sebatas sekedarnya.

Aku sedang duduk di atas ayunan kayu, menunggu Bryan membelikan es krim cone dua rasa. Tak lama kemudian dia datang, mengulurkannya dari samping wajahku. Tanganku segera menerima pemberiannya sambil mengucapkan terima kasih sekedarnya.

Cukup lama keheningan menelan kami. Menunggu masing-masing dari kami menikmati momen saat ini sambil menghabiskan es krim.

"Bagaimana kabar ayahmu?". Akhirnya Bryan buka suara juga.

"Baik. Kamu sendiri? Terapinya?" diam-diam menolehkan kepala. Meliriknya. Menyadari kalau lelaki itu terlihat jauh lebih tampan serta mengeluarkan aura berbeda sejak kami pertama bertemu tadi.

Bryan menganggukkan kepala. Menelan gigitan cone terakhir lantas mengelap bibirnya memakai sapu tangan.  "Begitulah, empat bulan yang cukup menyiksa. Tapi rasanya aku sekuat Thanos sekarang".

Spontan aku tertawa mendengar guyonannya. Dia juga. Menatapku.

"Terima kasih" tukasnya.

"Untuk apa?" tanyaku.

" Karena sudah bertahan dan tetap hidup. Juga sampaikan terima kasih tak terhingga pada ayahmu. Kalau bukan karena pertolongannya malam itu, sekarang aku pasti sudah jadi abu yang diterbangkan di lautan pasifik oleh kedua saudara sepupuku" . dia terdengar sarkas sekaligus serius di saat bersamaan.

Aku tak kuasa menahan tawa.  "Tidak lucu Bryan".

"Aku serius. Saat usiaku 18 aku pernah mengatakan keinginanku pada William, jika kelak meninggal lebih dulu dari pada mereka maka bakar saja jenazahku agar bisa kembali ke alam. Plus tidak memenuhi tanah kuburan" ia membuat mimik lucu pada wajahnya.

Aku tertawa lagi. Seketika ketegangan aneh yang sejak tadi ada di antara kami mencair.

" Kamu masih memakainya ya? Benda itu".

Aku mengikuti arah pandangan Bryan yang tertuju pada pergelangan tanganku. Menelan saliva. Barulah aku sadar kalau hari ini mengenakan jam tangan pemberian Bryan. Pada dasarnya aku nyaris tak pernah melepaskan benda ini dari tanganku.

" Aku hanya, tipe yang sulit membuang barang pemberian orang terdekatku" sanggahku.

Bryan tersenyum kecil, lantas menganggukkan kepala.  "Baiklah. Orang terdekat ya".

Pipiku seketika merona. Senyumnya semakin lebar.

Bryan mendadak berdiri, berjalan ke hadapanku. Sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana kainnya ia berkata seraya menatapku intens.

"Aku tidak mau berbasa-basi lagi Ra. Tujuanku datang ke pesta pernikahan Aurelia bukan hanya ingin memberikan selamat kepada mantan pacar semata, namun aku memiliki niatan lain. Kamu pasti sudah tahu maksudku kan".

[COMPLETED] CONTRAMANDE FIGHT! :#03.CONTRAMANDE SERIES(BRYAN STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang