Saat aku dan Rara tiba di lokasi Rumah Sakit sekaligus Labolatorium milik keluarganya, tempat itu telah dipenuhi oleh Polisi setempat dan penyidik berwenang. Garis Polisi dipasang di mana-mana, warga lokal berkerumun mengerubuti.
Terlihat kilatan cahaya kamera yang langsung di arahkan pada kami (atau lebih tepatnya Rara) saat kami turun dari dalam kendaraan.Para awak media langsung menyerbu perempuan malang itu, meski para Bodyguard sudah berusaha menahan kerumunan namun beberapa dari mereka berhasil mendekat serta mengambil fotonya.
Kesal. Aku melepaskan jaket ku dan menyampirkannya ke atas kepala melewati bahu Rara. Perempuan itu terkejut selama beberapa saat, memandangiku.
Kutarik tubuhnya mendekat hingga sepenuhnya tertutupi oleh badanku. Kami melangkah cepat dikawal para Bodyguard, berjalan masuk ke area dalam Rumah Sakit. Di mana tim kuasa hukum keluarga Aragaki juga sudah berada di sana.
Setibanya di bagian halaman dalam, Rara segera melepaskan dirinya dariku. Di sini sudah lebih aman. Para media tak bisa masuk ke area ini. Penjagaan amat ketat.
"Sori, aku tadi cuma ingin membantu" kataku.
Rara tak menjawab. Dia melepaskan jaket kulitku dan mengulurkannya ke hadapanku. "Ya, aku tahu. Makasih" tukasnya. Terdengar kurang fokus.
Rara membalikkan badan, dahinya berkerut dalam, kedua alisnya terangkat naik membentuk seperti jembatan, guratan pada wajahnya menunjukkan kalau ia sedang berjuang untuk terlihat kuat sayangnya matanya berkata lain.
"Ayo" dia berjalan lebih dulu. Melangkah menuju tempat para Polisi berkerumun.
Seorang lelaki separuh baya, memakai setelan jas mahal berwarna hitam, bertubuh pendek sedikit tambun serta memiliki ekspresi ramah dibuat-buat segera mendatangi Rara. Keduanya lalu terlibat percakapan serius dengan para Polisi.
Harus kubilang meski bahasa Jepang ku buruk, namun aku bisa menangkap apa inti pembicaraan mereka melalui air muka Rara yang tampak shock. Itu jelas-jelas kabar buruk.
Rara lantas menoleh ke arahku tepat di saat aku membutuhkan penjelasan. Memajukan badan, ia berbisik di dekat daun telingaku. " Diperkirakan ada sekitar 78 korban, dan mereka butuh waktu lebih lama untuk mengidentifikasi korban".
Oke ini bukan kabar yang sejujurnya ingin aku dengar.
"Tuan Kando bilang dia mau ke rumah untuk membicarakan masalah surat wasiat" tambah Rara. Suaranya terdengar bergetar.
Aku tertegun. "Wasiat? Ayahmu sudah menulisnya?".
Rara menarik diri hingga sejajar lagi denganku, lantas mengangguk. Ia buru-buru menyeka setitik air bening yang muncul di sudut netranya dan aku termangu.
Rupanya pria berwajah sok penting di depanku adalah Eijo Kando, Pengacara pribadi yang ditunjuk serta dipercaya oleh ayah Rara.
Kemudian kami mengelilingi sepanjang TKP, sementara para Polisi terus saja mengatakan berbagai hal pada Rara yang aku yakini tidak terlalu ia gubris. Pikiran wanita itu sedang melalang buana kemana-mana. Mungkin mencari ayahnya? Jujur aku menjadi simpati padanya.
Hari pertamanya pulang kampung setelah sekian lama dan harus dihadapkan pada tragedi seperti ini.
Kemudian kami tiba di sebuah tempat seperti labolatorium yang memiliki jalur ke bawah tanah, tempat ini akan dibongkar esok hari untuk mencari tahu barangkali ada orang berhasil selamat dan bersembunyi di dalam sana. Uniknya, bagian ini tidak sehancur tempat lain. Dan, aku merasa ada yang sedikit aneh di sini. Belum tahu apa itu, namun instingku berkata demikian.
Tepat di momen itulah Rara yang berdiri agak jauh dariku, tengah berbicara serius dengan beberapa penyidik berpakaian serba putih, tubuhnya terlihat oleng sesaat. Naluri membuatku berlari ke arahnya. Dan aku berhasil menangkap bagian belakang Rara sebelumnya ia jatuh menghantam lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] CONTRAMANDE FIGHT! :#03.CONTRAMANDE SERIES(BRYAN STORY)
RomanceBryan Contramande (28) si seksi nan tampan, pria cerdas pewaris grup Contramande sekaligus seorang perayu ulung sejati pada akhirnya menemukan lawan terberatnya. Bryan jatuh cinta pada Kyurara Aragaki (24) seorang cellist, sahabat baik sepupu iparn...