14. BRYAN.

53 11 0
                                    

Aku tidak tidur semalaman. Bukannya tanpa alasan. Sebab di dalam pelukanku sekarang, sesosok wanita cantik di seluruh dunia yang sudah mencuri hati dan jiwaku tengah terlelap bak seorang Malaikat. Ya, katakan aku norak atau apapun sebutannya. Namun itulah yang kurasakan saat ini.

Semalam, Kyurara Aragaki telah mengakui segalanya. Alasan mengapa dia membenciku, sekaligus jatuh cinta padaku (secara tidak langsung) dan itu semua karena satu nama. Aurelia Susanto.

Mendengar namanya saja membuat bulu halus ku kembali meremang.

Setelah pengakuan jujur wanita itu, aku menciumnya. Sejujurnya aku tidak yakin dia bakal menerimanya dengan baik, namun diluar dugaan, dia juga membalas ciumanku. Kemudian kami saling berpandangan, terlalu lama. Tanpa perlu mengatakan apapun kami tahu isi hati terdalam masing-masing.

Lantas aku mengajaknya makan malam. Bukan jenis dinner romantis yang biasa kuberikan kepada para mantan pacarku. Aku mengajaknya makan mie cup instan di salah satu minimarket 24 jam dekat rumah, sambil melihat hujan yang mulai turun membasahi bumi, giliran Rara mendengarkan ceritaku.

Hubunganku dan Aurelia, atau biasa dipanggil Ausie, sudah berakhir jauh sebelum kecelakaannya, namun kami sepakat menyembunyikan hal itu dari publik karena menjaga nama baik keluarganya, keluarga Susanto adalah salah satu pemegang saham di Contramande Company. Kami memang bertunangan, dan kisah asmara kami awalnya murni didasarkan pada cinta. Aku mencintainya, dia juga. Hingga suatu ketika aku sadar kalau selama itu telah ditipu mentah-mentah olehnya.

Ausie diam-diam masih menjalin hubungan gelap dengan mantan pacarnya. Seorang Petinju. Dulunya hubungan mereka ditentang keras oleh orang tua wanita itu. Saat tahu aku marah besar, merasa tersakiti. Aku meminta putus tapi dia menolak. Dia bahkan menangis, bersimpuh di bawah kakiku agar jangan memutuskan pertunangan kami, setidaknya sampai merger berjalan.

Aku setuju, karena rasa hormatku pada ayahnya.

Namun, kecelakaan itu terjadi. Dan sekali lagi aku harus melihat pengkhianatan Ausie yang terpampang jelas di depan mata. Dia dan mantan kekasihnya berciuman. Aku marah besar. Memutuskannya secara kasar di detik itu juga. Di depan terlalu banyak saksi.

Siapa sangka, wanita itu memuntir keseluruhan ceritanya bukan? Memanfaatkan sahabatnya yang lugu serta polos untuk mempercayainya.

Sepanjang bercerita aku tidak meminta kalau Rara bakal mempercayaiku, namun rupanya itulah yang dia lakukan. Menggenggam erat tangan kananku seraya berkata.

"Dulu aku mungkin akan menamparmu serta menganggap mu pembohong, namun sekarang, tidak lagi" dengan senyum cantik terbit pada wajahnya.

Kemudian kami pulang, menonton film bersama, minum wine, terlalu banyak. Dan ya, begitulah. Sisanya kalian bisa imajinasi kan sendiri.

Dan disinilah kami. Berpelukan. Dibalik selimut tebal. Kulit saling melekat.

Bisa kurasakan pergerakan Rara saat ia mencoba memindahkan tubuhnya. Lalu secara perlahan, sepasang kelopak lebat nan lentik itu mulai membuka.

"Good morning, sunshine" bisik ku lirih. Di atas puncak kepalanya.

Pipi Rara merona. Aku tahu, yang semalam bukan pertama baginya. Tapi bukan masalah untukku. Sebab setelah ini akan ku pastikan aku menjadi lelaki terakhir untuknya.

Kepalanya mendongak sedikit, hingga mata kami bertemu. Satu tangannya diletakkan pada satu sisi wajahku, dan aku melakukan hal sama padanya. Tanpa sadar menghela panjang lantas mendaratkan ciuman lembut di bibirnya. Dia membalas kecupanku singkat. Lalu berkata.

"Aku lapar".

Sontak aku tertawa. Tentu saja, memangnya apa yang ku harapkan. Kyurara Aragaki tidak perlu menjadi romantis, cukup aku saja yang seperti itu. Bagi kami.

"Mandilah dulu, aku akan kembali ke kamarku untuk mandi".

Rara masih belum berpindah posisi.

"Atau kamu mau kita mandi bersama?" godaku.

Rara seketika mencubit bahuku, membuatku pura-pura mengerang kesakitan. Barulah setelah itu dia bergerak turun dengan melilitkan selimut di sekitar tubuh telanjangnya.

"Tuan Bryan jangan macam-macam karena cello juga bisa menjadi senjata mematikan" dia berpura-pura mengancam.

Lalu kami sama-sama tertawa.

Aku menunggu hingga Rara berjalan masuk ke kamar mandi dan menutup pintu dibelakangnya. Baru berdiri, memakai celanaku. Sudah akan bersiap menuju ruangan ku sendiri sewaktu ponselku berbunyi. Meraihnya, aku tertegun cukup lama ketika membaca nama yang tertera pada layarnya. Itu nomor lain. William.

"Ya. Will ada apa?".

"Dengarkan aku baik-baik. Bree akan melakukan operasi untuk menangkap MOON malam ini".

Aku membeku di tempat. Melirik ke arah kamar mandi di mana Rara sudah mulai menyalakan shower. Dia pasti tak akan mendengar karena suara gemericik air, jadi kuputuskan melangkah menuju balkon.

"Apa itu tidak berbahaya?" tanyaku. Sedikit berbisik.

"Apa kamu sedang bersama gadis Aragaki ini?".

"Namanya Rara, Will. Masa kamu lupa" aku menegaskan. Terdengar jengkel.

William mendesis dari ujung panggilan. "Iya iya maaf. Pada intinya setelah aku mencari tahu, menurut informan ku, ledakan di Rumah Sakit serta labolatorium Aragaki Med. disebabkan oleh orang dalam. Sesuai permintaanmu, mereka melacak seorang ahli listrik yang sempat melakukan servis rutin di sana, datang dua hari lebih awal dari seharusnya. Orang tersebut sekarang menghilang dan masih di lacak. Namun ada kemungkinan, kalau ini semua ulah petinggi perusahaan sendiri".

"Tunggu dulu..." jantungku mendadak berdebar kencang dalam rongganya. "Will apa maksudmu kalau....".

"Bisa jadi pelakunya terkait dengan MOON namun belum tentu. Intinya ada yang tengah berusaha menggulingkan serta mengkhianati keluarga kekasihmu. Dan berdasarkan pengalamanku dalam hal ditikam dari belakang, Bryan. Jangan percayai siapapun. Oke".

Aku mematung.

William lalu mematikan panggilan secara sepihak. Dia tahu kalau aku tak akan mengatakan apapun lagi.

Pandanganku tertuju lurus ke depan. Ke arah hamparan pemandangan hutan buatan serta area golf yang mengelilingi area perumahan ini.

Dan. Tepat saat itulah aku melihat dia.

Sesosok pria bertubuh tinggi, dalam balutan serba hitam, memakai topi. Mengarahkan teropong tepat ke tempatku berdiri.

Aku yakin wajah kami sempat bertemu. Cukup lama.

Dia sepertinya tersadar.

Seketika aku memaki.

Dia segera kabur dari tempatnya. Sementara aku dengan panik mulai berlari keluar dari kamar Rara sambil memanggil para penjaga keamanan.

########





[COMPLETED] CONTRAMANDE FIGHT! :#03.CONTRAMANDE SERIES(BRYAN STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang