Chapter XII : Break

193 9 0
                                    

Always

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

DILARANG COPAS DAN PLAGIAT DALAM BENTUK DAN ALASAN APAPUN!

Warning content 21+

Selamat membaca!

Riva hanya terdiam mendengar suara seorang wanita yang sangat lembut. Tanpa diberitahu, ia yakin jika wanita ini sangatlah cantik.

Melirik Pandu yang masih terlelap, Riva berjalan keluar kamar dengan hati-hati. Ia tidak mau membuat keributan atau membangunkan Pandu.

"Disini dengan kekasihnya Pandu."

Apa yang kamu lakukan, Riva?

Riva sendiri merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Bodohnya dirinya mengangkat telepon yang masuk begitu saja. Tetapi, bukankah tidak ada masalah ia mengangkat telepon mencurigakan yang masuk ke dalam ponselnya kekasihnya, bukan?

"Ah. Maaf, aku tidak tahu jika Pandu sedang bersama kekasihnya. Bisa katakan jika Abel menelponnya?"

Insting miliknya mengatakan jika wanita ini berbahaya. Mana mungkin, seorang wanita menelpon seorang pria pagi-pagi sekali seperti ini?

"Ya."

"Kalau begitu, terima kasih."

Riva memandang ponsel milik Pandu sebelum kembali ke kamar mereka. Ia meletakkan kembali ponsel milik Pandu ditempatnya dan kembali merebahkan dirinya di atas ranjang.

Dia akan menanyakan tentang 'Abel' setelah Pandu terbangun nanti.

...

"Masakanmu masih lezat seperti biasanya."

Pandu sudah siap dengan pakaian kerjanya dan melahap sarapan buatan Riva. Dia selalu menyukai semua masakan yang dibuat oleh Riva.

Dirinya tak hentinya bersyukur mendapatkan Riva sebagai kekasihnya. Riva selalu mengingatkannya pada mendiang ibunya yang telah tiada.

Wanita itu keibuan, pintar memasak dan tidak pernah mengeluh. Dia terkadang merasa bersalah jika melakukan seks yang kasar kepada Riva.

Sedangkan Riva hanya memakan sarapannya dalam diam. Perasaannya tentang wanita bernama Abel masih mengganggunya. Ia ingin menanyakannya kepada Pandu, tetapi hatinya menolaknya.

"Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Pandu.

"Tidak ada." Riva tersenyum. "Ini sudah hampir pukul delapan pagi. Segeralah berangkat ke kantor atau kamu akan terlambat."

Pandu bangkit dari duduknya sebelum mencium puncak kepala Riva dengan penuh kasih sayang. Ia merasa Riva sedikit aneh, tetapi ia tidak mau berfikiran macam-macam.

"Kalau begitu, aku berangkat dulu."

...

Pandu membuka pintu mobilnya dan turun dari dalam mobilnya. Ia menganggukan kepalanya kepada beberapa karyawan yang menyapanya. Kepalanya terasa sakit menghadapi kenyataan yang ada di depan matanya.

AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang