Chapter XXV

17 1 0
                                    

Always

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

DILARANG COPAS DAN PLAGIAT DALAM BENTUK DAN ALASAN APAPUN!

Warning content 21+

Selamat membaca!

Rivana Jovanka sedikit menggeliatkan tubuhnya. Matanya sulit terbuka karena semalam suntuk Pandu menggagahinya tanpa henti. Sepertinya Pandu begitu bersemangat ketika dirinya mengatakan ingin memiliki anak dari pria itu.

Rasanya sangat malas.

Membuka matanya. Riva memandang Pandu yang duduk membelakangi dirinya. Matanya sedikit menyipit karena nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.

"Pandu? Ada apa?" tanya Riva.

Pandu Arvidantama membalikkan tubuhnya. Di tangannya terdapat kotak kalung dan surat yang ditulis Riva. Wajah wanita itu memucat dan otaknya mencoba mencari alasan untuk di ungkapkan kepada Pandu.

"Kenapa kamu bisa menemukannya?" Riva segera menutup mulutnya saat menyadari bahwa ia salah bicara. "Pandu, aku bisa jelaskan."

"Coba jelaskan."

Sialan. Pandu dalam mode marah benar-benar merepotkan. Pria itu menjadi sensitif dan seperti anak kecil yang merajuk.

"Aku berniat membuang kado tersebut." Riva pada akhirnya memberi penjelasan. "Abel memberikan kado yang sangat mahal. Tidak mungkin aku memberikan kado dengan harga miring seperti itu kepadamu, bukan? Aku akan menggantinya dengan yang lebih mahal."

"Tidak mau. Aku ingin kalung ini." Pandu segera memakainya dan membuat Riva mematung.

Pandu Arvidantama baru saja merayakan ulang tahunnya dan usianya lebih dari kepala tiga. Tetapi sikapnya tak ubahnya seperti remaja berusia enam belas tahun. Pria menyebalkan yang membuat Riva jatuh cinta.

"Jangan berpikir untuk memberikanku barang yang mahal, Riva." Pandu mencium bibir Riva dengan penuh kelembutan. "Aku selalu suka segala pemberianmu. Jika memang kamu tidak suka aku memakai barang pemberian Abel, kamu bisa memberikan kado milik Abel kepada Yudhistira."

"Gila!" Riva tertawa. "Aku tidak akan bertindak sejauh itu, Pandu. Setelah semua yang kita alami, kamu tahu? Terkadang aku merasa tidak pantas untukmu."

"Jangan mulai." Pandu merasa lelah. "Sebaiknya kita pergi sarapan. Kamu mau sarapan apa?"

Rivana Jovanka tertawa. Meski hubungan mereka di penuhi dengan lika liku selayaknya pasangan yang lain. Riva merasa bahwa ia sangat beruntung. Pandu mencintainya dengan ketulusan hati yang tiada taranya. Tidak ada yang tidak ia syukuri.

Riva juga bersyukur bahwa Pandu tidak pergi meninggalkannya meski ia selalu meminta Pandu pergi. Pria itu selalu meyakinkannya bahwa dirinya akan selalu menunggu hingga dirinya siap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

Mungkin, seseorang yang akan menjadi gila adalah dirinya dan bukan Pandu jika pria itu benar-benar meninggalkannya. Riva mencintai Pandu dan tidak sanggup kehilangan pria itu.

"Hei."

Riva sedang bersiap untuk mereka pergi sarapan ketika Pandu memeluknya dari belakang. Meski jarak usia mereka tidak cukup jauh, Pandu selalu menjadi sosok yang manja. Tetapi Riva menyukai hal itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang