Chapter II : a Sexting

1.3K 25 0
                                    

Always

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

Warning content 21+

Selamat membaca!

Brak bruk!

"Wah gila lu!"

Pandu mengusap keringatnya yang mengalir dengan kaos oblong tanpa lengan berwarna abu-abu yang dikenakannya. Matahari sudah mulai keluar dan sepertinya Surabaya kali ini akan dilanda panas yang luar biasa seperti biasanya.

Jam sudah menunjukan pukul 8 pagi. Entah mengapa sejak hubungannya dan Riva membaik dua hari yang lalu, mereka lebih banyak melakukan hubungan panas diatas ranjang dan Pandu merasakan tubuhnya pegal. Jadi, dia meminta beberapa temannya untuk bertanding basket di minggu pagi yang terlihat cerah ini.

Mereka sudah memulai bermain sejak pukul 5 pagi dan mereka sudah bermain selama tiga jam nonstop. Mengambil botol minumnya, Pandu meneguknya hingga habis.

"Staminamu masih hebat saja." Temannya mendudukan dirinya dengan napas terengah-engah.

"Hmm? Aku hanya sudah lama tidak berolahraga juga." Pandu menjawab sekenanya.

Pandu dulunya atlet basket sejak sekolah menengah atas. Tidak heran jika tubuhnya sangat tinggi dan bentuk badannya menjadi idaman. Jadi, semalam dia menghubungi beberapa temannya di masa kuliah dan mereka menyetujui untuk bermain basket bersamanya.

"Dia masih belum merasakan rasanya menjadi bapak-bapak bangkotan seperti kita." Salah satu temannya berkata.

Mereka semua tertawa. Pandu mengusap mulutnya. Menjadi bapak ya? Untuk usianya yang sudah lebih dari kepala tiga, banyak teman-temannya yang meledeknya untuk segera menikah atau sekadar pamer tentang keluarga kecil mereka yang bahagia.

"Kalian ini masih berisik seperti biasanya." Pandu membenahi rambutnya sebelum bangkit dari duduknya. "Kalau begitu aku pulang dulu, terima kasih untuk hari ini."

Pandu membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalamnya. Mengambil ponselnya, Pandu menemukan banyaknya miss called dari Riva dan banyaknya chat yang masuk. Sepertinya Riva akan ngambek karena dia meninggalkannya begitu saja.

Tersenyum jahil, Pandu memutuskan untuk menelpon kekasihnya.

"Pandu! Kamu kemana saja? Telepon tidak diangkat, chat juga tidak di read!"

"Maaf-maaf, aku sedang latihan basket tadi." Pandu mengenakan headset dan menyalakan mobilnya.

Hari minggu pastilah Surabaya akan dilanda macet. Apalagi car free day belum usai pada jam-jam ini. Jadi, Pandu harus mencari jalan memutar untuk sampai ke apartemennya.

"Kamu kan bisa mengabariku. Aku kaget sekali tidak menemukanmu dimanapun, aku pikir kamu akan meninggalkanku."

"Hei, kata-katamu terlalu manis." Pandu tidak bisa menahan senyum gelinya. "Sesampainya aku di apartemen nanti, kamu harus memberikanku jatah dua kali lipat dari biasanya."

"Mengapa kamu yang meminta jatah? Aku kan sedang marah denganmu!"

Pandu bisa membayangkan wajah Riva yang merengut kesal karena marah. Dia memiliki hobby menggoda kekasihnya, wajah Riva saat marah memang sangat lucu.

"Kalau begitu cepatlah pulang, tidak perlu terburu-buru."

"Hmm.." Pandu memfokuskan dirinya pada jalanan yang ada dihadapannya. "Aku mencintaimu."

AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang