☆Salah Dan Menyalahkan

4 2 0
                                    

"Betapa banyak yang selalu menyalahkan orang lain atas kehancuran hatinya. Padahal itu adalah kesalahannya yang tak bisa menjaga hati. Dan aku salah satu di antaranya"
@Hase_Riani

Sebentar lagi, hujan akan turun. Awan gelap sudah terlihat kewalahan menahan bebannya di atas sana. Tapi yang berjanji untuk menjemput, tidak juga datang. Jangankan orangnya, bahkan kabarnya pun belum ada.

Entah sudah berapa kali aku bolak balik ke jendela. Mengintip keluar, berharap ia muncul dari balik gerbang. Namun, nyatanya masih sama. Di sana masih kosong dan sunyi dari suara kendaraan.

Harusnya aku tak usah berharap. Dia tidak akan datang, dia orang sibuk tidak mungkin ada waktu untuk orang sepertiku dan aku sudah tau itu.

Tapi, semalam? Kenapa dia begitu perhatian? Perlakuannya yang, ah.. apa aku saja yang merasa berlebihan. Batinku ketika mengingat ucapannya sebelum aku pulang dari cafe itu

"oh iya Ra, besok pagi kujemput yah. Kita jalan dulu sebentar sebelum kamu pulang" ucapnya

"Insya Allah.. jam berapa?" Tanyaku

"Nanti saya kabari."

Hhh.. mengingatnya, aku kembali gelisah. Sedih, iya. Tapi tak tau karena apa.

Aku menghembuskan nafas. Merasa sangat kesal dan ingin marah. Genangan air mataku sedikit lagi akan tumpah.

Setelah bosan menunggu di jendela. Aku kembali lagi ke kamar, berbaring lalu duduk lagi sambil memegang hp berharap ada notifikasi whatsapp darinya. Namun, lagi-lagi tak sesuai dengan harapanku.

Entah mengapa tiba-tiba saja perasaanku bergemuruh seiring dengan mataku yang terasa perih. Aku kecewa, mungkin. Tapi apa yang harus aku kecewakan? Dan kepada siapa aku kecewa? Padanya kah yang ingkar janji? Atau kepada waktu yang tidak lagi memberiku kesempatan untuk bertemu? Aku bingung. Tapi nyatanya aku menangis.

Mungkin memang ia tidak serius dengan kata-katanya. Mungkin ia hanya menghiburku semalam atau mungkin hanya aku saja yang terlalu berharap, terlalu baperan dengannya. Hhh.. iya, mungkin begitu.

"Kak Ara??" Suara Ifan seketika menyadarkanku

Dengan cepat aku mengusap pipiku, membersihkan bekas air mata di sana sebelum membuka pintu untuknya.

"Ayo mi kak" ucap Ifan membuatku heran dan bertanya

"Mauki ke mana?"

"Sudah.. pake jilbab, baru kita jalan. Ayo!" Ajaknya yang langsung ku iyakan

Tidak butuh waktu lama untukku bersiap. Hanya memasang jilbab dan memoles sedikit bekas air mataku biar tidak kelihatan habis nangis.

Aku tau, Ifan hanya berusaha menghiburku. Padahal ia baru saja pulang dari tempat kerjanya, dan aku tahu pasti ia sangat lelah. Rahmat, harusnya kau tak perlu buat janji jika ternyata kau tidak bisa menepati. Batinku

"Mau jum'at di mana kamu, Fan?" Tanyaku saat melihat jam sudah hampir pukul 12.00

"Di depan" jawabnya lalu berbelok masuk di area rumah makan

"Jum'at Fan, jum'at"

"Iya, na makanya ini. Saya shalat di depan, kak Ara tunggui ka di sini." Jelas Ifan menunjuk Masjid yang ada di seberang jalan

Aku menoleh sebentar lalu balik tersenyum ke Ifan tanpa rasa bersalah. Setelah memastikan Ifan sudah pergi, aku baru mengeluarkan ponselku. Memeriksa pesan dan whatsappku, aku masih berharap chat dari Rahmat sudah masuk. Barangkali penjelasan atau sekedar permintaan maaf.

Sebelum dan SesudahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang