Lihat saja! Rasakan apa yang terjadi padamu setelah kamu bertemu dengannya, orang yang membuatmu bersyukur dengan pertemuan itu. Sedang dia sendiri hanya menganggapmu sama seperti orang-orang yang ia temui tanpa kesengajaan pula, tidak lebih.
@hase_riani
Masih terlalu pagi, gerimis sudah kembali bertamu hari ini. Aku melihat tanah dibawah sana yang masih becek, ah bahkan bekas hujan semalam saja belum kering. GumamkuSepertinya, sebagian agenda hari ini terpaksa dibatalkan. Termasuk jalan-jalan ke rumah kakek padahal pakaian yang ingin aku bawa, semua sudah siap didalam ransel biruku.
Aku menatap meja yang tidak jauh dari tempat dudukku, diatasnya sudah tersedia beberapa cangkir teh panas dan didampingi 2 stoples kue kering lebaran.
Sekali lagi, aku memandang ke luar jendela. Berharap gerimis tidak segera berubah menjadi hujan yang deras.
"Saya berdua sama kak Zahra saja" ucap Ifan yang sudah duduk disampingku dengan secangkir teh di tengannya.
"Kue nya?" Cukup dengan kata sesingkat itu, dia akan mengerti dan tanpa disuruh lagi ia langsung berdiri meraih stoples diatas meja sana dipindahkan ke depanku. Benar-benar adik yang peka
"Assalamu'alaikum" ucap Ifan disampingku dan segera menjauh. Ia sedang menjawab telepon dari seseorang
Menjawab telepon dengan menjauh seperti itu, jelas mengundang tanya dibenak orang-orang yang melihatnya. Dan serentak saja mereka menatapku dengan isyarat bertanya "siapa?". Aku hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahuku, sedikit cuek.
Karena pada dasarnya, orang yang reflek menjauh saat menerima telepon itu ada dua. Pertama, karena pembahasannya bersifat rahasia sehingga tidak mau jika sampai terdengar oleh orang lain. Kedua, suara kita yang terlalu ribut sehingga ia tidak dapat mendengar dengan jelas suara dari seberang telepon sana. Tidak menutup kemungkinan, Ifan sekarang berada di posisi kedua.
"Hp mu juga bunyi itu, Ra" teriak Aril, adik bungsu Ifan.
"Siapa?" Tanyaku, sedikit heran
Siapa yang akan meneleponku? Dan ada urusan penting apa, hingga harus sepagi ini?
Belum sempat aku menyelesaikan semua pertanyaan itu, Aril sudah memberikannya padaku dan kembali lagi ke kamarnya
Sudah menjadi panggilan tak terjawab. Ya, panggilan itu tidak sempat aku jawab. Dan aku juga malas membuka log panggilan, aku memilih meletakkanya saja didekat kakiku. Entah siapa yang menelepon, rasaku tidak sedikitpun penasaran. Jika memang penting, maka ia akan kembali menelepon, bukan?
"Siapa, Fan?" Tanyaku saat Ifan sudah kembali duduk disampingku
"Biasa kak, teman di komunitas" jawabnya sambil mengetik di layar teleponnya
Cukup lama aku dan Ifan terdiam, mendengar percakapan orang-orang tua yang duduk didepan kami ini. Pembahasannya adalah kisah kecil hingga mereka masing-masing memiliki anak, seperti kami ini.
"Kak Ara nda mau ikut?"
"Ikut kemana?" Aku bertanya balik
"Jalan-jalan"
"Sama siapa?"
"Teman-teman"
"Ke?"
"Haih kak, kalau mau bilang mau saja. Banyak betul pertanyaannya" protes Ifan yang bosan mendengar pertanyaannku. Yah, Siapa suruh bertanya sesuatu yang mengundang pertanyaan juga
"Jawab dulu, mau kemana? Sama siapa? Jauh tidak? Biar jelas" bisikku biar tidak berisik
Namun nyatanya, semua orang yang didepan kami. Terutama nenek yang duduk tidak jauh dariku ikut menatap dengan tajam ke arah kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum dan Sesudah
Novela JuvenilCeritanya akan selalu berbeda dari sebelum dan sesudah kita lewati. Karena dalam hidup memang begitu, akan ada beberapa kisah yang menjadi pelengkap ceritamu.