☆Ketetapan Takdir

0 0 0
                                    

Sebesar apa usahamu menghindari
Jika jalannya ditetapkan untukmu
Maka kakimu akan berpijak diatasnya
@hase_riani

Seandainya saja..

"Iye indo, metta ni. Sisseng ki Tolitoli" (iya nek, sudah lama. Kenal di Tolitoli)

Itu suara Wahyu dari ruang tengah. Tidak begitu jelas, tapi aku cukup mengenali suaranya.

Sebentar, aku menutup kepalaku dengan handuk sebelum mengintip keluar. Benar, di sana sudah ada Wahyu yang sedang bicara berdua dengan nenek. Bukannya dia sudah pulang?

Buru-buru aku mengenakan pakaian dan jilbab instan, lalu keliar menghampirinya.

"Haih, saya kira pulang mi?" Aku mengeryit tidak ada niat untuk duduk terlebih dahulu

Tak ada jawaban, ia hanya menatapku dengan gerakan bibir yang menahan tawa seolah mengejekku. Sepertinya ia mencoba kalem di depan nenek, halah.

"Haeh, aga je naseng anana'e iyehe" tegur nenek (heh, ini anak bicara apa) "Muita tu nak, makku ladde kedo-kedona Zara ro" ujar nenek menatap ke arah Wahyu (kamu lihat nak, begitu kelakuan Zara)

"Iye" katanya membenarkan ucapan nenek, dan mengangkat cangkir lalu menyeruput teh nya sambil menaikkan sebelah alisnya menatapku

Ihh.. ini masih Wahyu kah?

Setelahnya, nenek malah meninggalkan kami berdua. Aku melihat jam dinding, lalu melihat Wahyu yang sudah menyandarkan punggung dengan santainya.

"Agenda kesini, Zahra?" Tanyanya tiba-tiba memecah keheningan

"Awalnya mau jenguk Wahyu-" belum juga sempat kuselesaikan, ia sudah memotong ucapanku

"Terus?"

"Terus apa? Nda jadi mi, karena orang yang mau di jenguk sudah sembuh" jawabku dengan sedikit judes

"Ih nda bersyukurnya iniee," baru saja aku ingin menyanggah, dia lebih cepat melanjutkan "kenapa pale nda bilang-bilang?"

"Ya sengaja. Kan mau bikin seperti mendadak, tiba-tiba muncul biar Wahyu terkejut"

"Wow, saya terkejut" katanya, lagi-lagi memotong ucapanku. Tapi kali ini, kami malah tertawa bersamaan.

Entah apa yang ia tertawakan, padahal aku malah tertawa karena melihat ekspresinya.

"Heh, sudah shalat, Yu?"

Tiba-tiba aku mengingat waktu shalat. Sebelum mandi, aku shalat terlebih dahulu, tapi dia?

"Iya, sudah dari mesjid"

Alhamdulillah. Mendengar jawabannya rasanya aku baru saja melewati masa kritis. Menghembuskan napas dengan lega. Padahal tadi sudah sempat berpikir, jangan-jangan ia tidak shalat gara-gara aku. Astagfirullah.

Tapi, kalau sudah dari mesjid kenapa malah balik ke sini lagi?

"Tadi dipanggil sama nenek, langsung dibikinkan teh. Makanya saya izin ke mesjid baru balik ke sini lagi"

Heran, perasaan aku tidak menanyakannya. Kenapa dia seperti bisa membaca pikiran orang lain. Wahyu memang luar biasa.

Sementara, aku terdiam beberapa saat. Ia berdehem. Dan seketika tatapan kami saling beradu. Tapi dengan cepat aku berkedip dan menanyakan maksudnya sebelum benar-benar terpeangkap dalam suasana.

"Ra.."

"Mm.." balasku. Namun beberapa detik tak ada kelanjutan. Hingga aku terpaksa kembaki bertanya "kenapa Wahyu?"

"Kalau misal saya datang ke rumah Zahra.." ia menggantung ucapannya beberapa menit. Tapi, entah bisikan dari mana, aku seolah tahu lanjutan dari kalimatnya itu. Aku paham sekaligus bingung.

Sebelum dan SesudahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang