2. Potongan Memori

5.3K 648 41
                                    

~Happy Reading~

~Vote & Comment~

~Rawan Typo~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Flashback...

Disebuah taman belakang rumah.

"Oppa odiya? Apa oppa akan meninggalkan Irene sendiri disini bersama appa?"tanya Irene kecil.

"Oppa hanya menemani eomma pergi sebentar, oppa akan pulang menemanimu arrachi?"jawab sang oppa mencoba menahan tangisnya ketika melihat wajah tenang adiknya yang sudah menginjak usia 8 tahun.

Irene adalah nama kecil yang diberikan sang oppa untuk adik kecilnya, karena baginya adik kecilnya sangat indah dan lembut seperti Dewi yang sering disebut didalam sejarah Yunani kuno.

"Berapa lama oppa akan pergi menemani eomma? Apa itu sangat lama?"tanya Irene dengan tatapan polosnya.

"Anniya, oppa tidak akan lama, Irene hanya harus menunggu oppa pulang hm?"jawab sang oppa yang tak kuasa menahan tangis hingga setetes air matanya jatuh tepat ditangan mungil yang sedang ia genggam.

"Berjanjilah oppa akan segera pulang menemani Irene? Yaksok?"kata Irene kecil memberi kelingking mungilnya. Bahkan ia tak sedikitpun memperlihatkan perasaannya yang sebenarnya ketika akan ditinggal oleh saudara laki-lakinya.

Sang oppa hanya diam menunduk kepalanya dan menangis dalam diam. Irene yang melihat oppa nya hanya terdiam dan enggan berjanji mencoba mengangkat kedua sudut bibir mungilnya mencoba tenang sebelum ia memeluk sang oppa kedalam dekapan kecilnya.

"Gwencana, tak apa jika oppa tidak bisa berjanji, Irene akan tetap menunggu oppa"

"Apa Irene mau berjanji dengan oppa?"tanya sang oppa menangkup pipi adik kecilnya yang terlihat gembil dengan warna putih pucat.

"Mwonde?"tanya Irene

"Berjanjilah Irene tidak akan pernah menangis dalam keadaan apapun, hm?" lanjut sang oppa dengan bibirnya gemetar

"Ne! Yaksok! Irene tidak akan menangis!" jawab Irene antusias membuat sang oppa mendengar janji polos adik kecilnya menangis dan memeluk nya erat.

Hingga tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya berteriak memanggil anak laki-laki untuk segera bergegas pergi meninggalkan rumah dan meninggalkan Irene sendiri.

"Joomyeon! Palli! Kita akan segera berangkat "panggil wanita itu dengan nada dinginnya kemudian melihat kearah Irene kecil yang tersenyum hangat kepadanya.

Joomyeon adalah saudara laki-laki Irene.

Ada rasa bersalah menyelimuti wanita paruh baya itu namun karena keadaan dan keegoisannya, ia rela menjadikan putri kecilnya yang telah dikandungnya dengan susah payah selama 9 bulan dan sekarang dengan mudah dijadikannya korban dari keegoisannya.

"Irene masuk!"titahnya tegas, Irene hanya hanya diam melepas genggaman tangan sang oppa kemudian bergerak menuju kedalam rumah.

Sebelum ia benar-benar masuk kedalam rumah ia berhenti didepan sang eomma yang melihatnya dengan tatapan acuhnya. Irene memegang jari kelingking sang eomma.

"Irene tau eomma tidak pernah menyukai Irene. Gwencana, Irene tidak akan marah atau menangis"ucap Irene dengan nada tenangnya.

"Geundae eomma, berjanjilah untuk selalu menjaga oppa dan kesehatan eomma hm? Irene akan baik-baik saja meski eomma akan pergi meninggalkan Irene sendiri"lanjut Irene kecil bahkan bocah kecil itu berbicara seolah dirinya sudah tumbuh sangat dewasa. Merasa tak mendapat jawaban dari sang eomma, Irene berbalik masuk kedalam rumah.

The Mimic [Seulrene][End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang