BAGIAN 16 || 3A

37 3 0
                                    

Lelaki berkacamata tampak sedang mengejar sosok Aqila, lelaki itu menggunakan jas merah maroon. Tentu anak osis SMA Angkasa, si ketua osis yang menjadi kuman dalam hidup Aqila.

Aqila berjalan santai dengan kedua sahabatnya, Aksel dan juga Angel. Sontak, mereka bertiga menoleh ke arah belakang. Mendapati Alvino sang most wanted asupan gosip Angkasa karena ketampanannya.

Aksel menatap Aqila. "Mendekati hari pertunjukkan bakat, lo kayaknya sibuk banget sama dia. Anggota osis banyak, kenapa harus lo terus yang jadi babu-nya?" tanya Aksel.

Babu.

Babu-nya.

Angel tertawa saat mendengar perkataan itu, Aqila sendiri menatap Aksel datar. Alvino berdiri di hadapan mereka bertiga, cowok itu memberikan buku catatan bendahara pengeluaran dan pemasukan. Aqila menerima dengan cepat.

"Kata Bayu, semua udah lunas bayar duit kas. Dan pulang sekolah, kita rapat terakhir. Karena lusa, acara pertunjukkan bakat dimulai," jelas Alvino berdiri dengan tegap.

"Ya," jawab Aqila singkat.

Aksel dengan tampang berwajah dingin dan bola mata tajam menatap sosok Alvino. Aksel itu adalah cowok yang paling Alvino takuti di sekolah setelah Dirga, khusus murid. Aksel jarang marah, sekali marah pasti dapat menggemparkan seantero sekolah.

Apalagi, marahnya dengan si ketos yang menjadi kuman dalam hidup Aqila.

"Udah ngobrolnya?" suara dingin dan angkuh itu terlontar dari mulut Aksel.

"Udah, silakan pergi," balas Alvino menyengir membuat Aksel mengangkat sebelah alisnya.

"Ngusir?"

"Aksel," tegur Aqila. Kedua lelaki itu memang tidak pernah akrab.

Aksel benci Alvino yang selalu menyibukkan sahabatnya, Aqila. Karena selalu rapat, apa-apa rapat. Hingga Aqila sudah jarang untuk bermain dengan Aksel dan juga Angel. Sedangkan Alvino sendiri sudah berusaha mendekati diri ke Aksel, namun selalu gagal.

Aksel tau, Alvino mendekatinya, karena Aqila. Agar bisa lebih dekat dengan wanita yang ia suka. Dan Aksel, membenci itu.

Banyak yang bilang, Aksel sok jual mahal tidak ingin bergaul dengan yang lainnya. Sedangkan Alvino, lelaki itu selalu dijuluki dengan ketos sok akrab.

"Alvino, udah selesai 'kan ngomongnya sama Aqila? Kalo udah, kita permisi mau masuk kelas. Kalo belum, silakan ngomong sampai tuntas," ucap Angel.

Tiga remaja yang ada di hadapan Alvino, memasang wajah datar. Alvino seakan sedang berhadapan dengan mayat. Tatapan dingin, bola mata tajam dan wajah datar tak ada senyum-senyumnya. Alvino mendapatkan semua itu di pagi hari.

Alvino meneguk salivanya gusar. "Gak ada lagi, oke. Gue permisi," pamit Alvino melewati mereka bertiga.

Angel sedari tadi menahan tawanya karena wajah kekesalan Alvino. Tawa Angel pecah seketika saat melihat Alvino yang sudah berjalan jauh ke koridor kelas. Angel dan Aksel pun sama, mereka tertawa kompak tetapi pelan. Tidak seperti Angel.

"Muka Aksel datar banget kayak manusia kekurangan gizi," ledek Angel sembari memegang perutnya.

Tawa gadis itu sangat susah mereda. Apalagi tangis.

"Perasaan rapat mulu dari kemarin-kemarin, sibuk banget?" tanya Aksel kepada Aqila.

"Nggak sih, dasar aja dia pengen rapat di ruang osis. Padahal, yang dibicarain gak terlalu banyak," balas Aqila, "bisa bahas di grup osis juga."

Aksel menoleh ke arah kanan, tepat Angel berada di sampingnya. Cewek itu masih tertawa, walaupun sudah sedikit pelan. "Diem, gak ada yang lucu," imbuh Aksel.

3A (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang