BAGIAN 13 || 3A

35 5 0
                                    

Ruang serba berwarna merah muda itu tampak ramai, karena suara tawa yang tidak henti-hentinya menggelegar di telinga. Lantai dua rumah mewah ini, khusus Angel si putri kecil Papa Agra. Aqila dan Aksel berada di sini, sedang berbaring di salah satu sofa yang membuat mereka tidak ingin bangkit kemanapun.

"Ayo, katanya mau belajar," ucap Angel.

Duduk di karpet tebal berbulu depan televisi, menoleh ke arah belakang, arah sofa yang di atasnya ada Aksel dan Aqila silih berganti.

Aqila menghela napas kasar, Angel dan Aksel bisa mendengarnya. "Nanti, gue capek kalo sekarang," balas Aqila.

Cewek itu berbaring menatap langit ruangan, tangan kanannya memegang jam tangan putih, milik Aksel. Katanya, ingin memantau waktu hari ini.

Sekolah, ke rumah sahabat dan berperan menjadi guru, pulang, serta belajar lagi dan lagi. Itulah Aqila, kata Aksel, hidup cewek itu tidak ada senang-senangnya.

Aksel bergumam. Ia menatap layar ponselnya, membuka aplikasi catatan dan melihat apa saja isi catatan yang Aqila dan Angel kuasai.

Aksel sendiri, sangat jarang membuka aplikasi tersebut. Isi catatan hp, tercipta dari pikiran kedua sahabatnya.

Kalau waktu tidak bisa mengulang. Setidaknya, bisa untuk berhenti sebentar.
-Aqila.

Membaca kalimat itu, kedua sudut bibir Aksel terangkat dengan sempurna. Aqila, gadis itu memang pintar merangkai kata. Berbeda dengan Angel, yang memenuhi catatan hp-nya terisi curhatan hati.

Namun, senyuman manis Aksel tidak bertahan lama. Ia membaca kalimat selanjutnya.

Gue pengen nyelesain semua hal dalam satu waktu yang berhenti. Pengen istirahat, menikmati hidup kayak Aksel dan Angel. Ngerasain kebahagiaan, walaupun sebentar. Gue juga pengen, hidup tanpa kekangan yang membuat gue tertekan....

Masalalu itu....

Dan, lelaki itu....

Dia bukan Abi kandung dari seorang Aqila Radya Anastasia.

Aksel menyenggol kaki Aqila, membuat Aqila menoleh pelan. "Jadi, Bapak kandung lo siapa, Qil?"

***

Aqila berjalan dengan langkah pelan memasuki kamar, menutup pintu kamar perlahan dan segara mengunci. Aqila melempar tas sekolah ke atas meja belajar, menarik napas panjang, dan menghempaskan tubuh di kasur.

"Aqila! Abi udah pulang, Abi bawa oleh-oleh nih, buat Aqila."

Suara yang sedikit kencang itu membuat Aqila mendengus, Abi-nya sudah pulang dari luar Kota. Aqila melepaskan perlengkapan sekolah yang masih tertempel di tubuhnya. Masuk ke dalam toilet dan membersihkan tubuh.

"Iya, Umi," balas Aqila menyahut sedikit lama.

Aqila keluar dari kamar menggunakan daster ungu, handuk menutupi rambut yang masih basah. Aqila menggunakan alas kaki berupa sandal polos putih. Berucap salam kepada Abi dan mencium punggung tangan lelaki tua itu.

"Ini buat Aqila, musik klasik yang Aqila gak punya. Sekarang, udah punya," kata Abi Yasha.

Aqila meraih kaset-kaset yang Abi Yasha berikan. Ia tersenyum, mengangguk dan memeluk seakan berucap terimakasih.

"Sekarang, Aqila masuk kamar. Belajar, ingat ya, kejar juara satu," sahut Umi Aya.

"Siap, Umi!" tegas Aqila memberi hormat kepada dua orangtuanya.

"Semangat," tambah Abi Yasha. "Kalau ingin mendapatkan hasil, maka berjuanglah," lanjutnya akan teringat perkataan seseorang.

Aqila mengangguk lagi, ia berpamit memasuki kamar. Menghidupkan musik-musik yang selalu saja menenangkan hati, Aqila mengambil gitar putih, memetik senar sambil duduk di atas kursi yang berhadapan dengan jendela kamar.

3A (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang