BAGIAN 25 || 3A

43 5 0
                                    

Hanyalah gadis yang terpaksa memenuhi keinginan orangtuanya. Rasa dibandingkan dengan anak tetangga, tidak terlalu pedih seperti dibandingkan sahabat. Tentang kepintaran akan hal-hal yang dibutuhkan sebagai anak, dan kini, dia masih duduk memandangi banyaknya materi yang harus ia pelajari lagi dan lagi.

Mulutnya sedari tadi tidak berhenti mengoceh, pintu kamar dikunci dari luar, makan malam sudah disiapkan sampai mendingin. Angel, gadis cantik itu hanya melirik nampan dengan piring dan gelas sesuai menu makan malam.

Penjara, itulah menurut Angel untuk rumah ini. Tidak nafsu untuk makan makanan itu ketika suara-suara Michelle terngiang dipikirannya.

"Angel capek, nilai gak penting bagi Angel. Yang penting lulus, udah itu aja."

"Sekarang dunia pake uang, Papa Agra kaya. Ya udah, sih, suruh beli."

"Mau kerja yang diliat ijazah, bukan rapot."

"Kalo gini terus, Angel bisa stres."

"Dipaksain belajar, udah baca-baca materi dari guru. Tetap aja gak ada yang masuk otak."

"Mama orangnya irian."

"Seharusnya, belajar kalo ada niat aja. Kalo gak ada, ya gak usah belajar."

"Angel pengen bebas kayak dulu."

"Gak dikurung kayak hewan."

"Makanan udah dingin gitu, gak mikir apa kalo Angel gak suka makan malam yang dingin."

Gadis itu termenung menatap buku-buku yang ada dihadapannya, besok kembali pelajaran ips. Dan itu ada hapalan yang membuat Angel sangat kesal. Jika ia latah saat maju ke depan, maka banyak orang yang menertawainya.

Termasuk Aksel dan Aqila. Angel tidak mau kejadian ditertawakan itu terulang lagi, ia harus siap dengan keyakinan sendiri. Angel harus bisa.

"Harus bisa," tekan Angel pada dirinya sendiri.

Suara decitan pintu terdengar, Angel menoleh dan mendapatkan Agra yang baru saja pulang dari kantor. Lelaki itu mendekati Angel, menghela napas saat Angel beralih pandangan.

Agra duduk di samping Angel, di atas bentangan karpet tebal tak jauh dari kasur, dan meja belajar pendek di hadapan Angel. "Papa mewakili Mama untuk minta maaf sama Angel," ucap Agra.

"Ya ya ya ya," balas Angel acuh.

"Papa gak tau kalo akhir-akhir ini Mama sering kurung Angel dalam kamar. De—" ujar Agra terpotong.

"Demi belajar biar pinter," sela Angel cepat.

Agra tersenyum, matanya menyorot ke arah nampan dan makanan malam punya anaknya. "Angel belum makan?" tanya Agra.

Angel menggeleng, lalu menjawab, "Udah dingin. Angel gak selera makan."

"Ya udah, nanti aja belajarnya. Sekarang Angel santai-santai aja dulu, gimana kalo kita ke rumah Aqila? Di jalan beli makanan dulu nantinya." Agra berusaha membujuk putri satu-satunya.

Tertarik dengan penuturan Agra, Angel mengangguk sembari tersenyum. Rumah Aqila, mungkin santai-santai dan makan bisa di sana. Pelarian Angel adalah rumah sahabat.

"Papa tunggu di luar, Angel siap-siap aja dulu," kata Agra saat hendak berjalan keluar kamar.

"Udah, Pa! Angel kayak gini aja, lagian paling cuma sebentar. Ayo, sebelum makin malam," sorak Angel kegirangan menarik lengan Agra, Papa-nya. Yang selalu paham dan pengertian dengan Angel.

Agra menatap Angel, anaknya itu hanya menggunakan baju tidur dilapisi hoodie. Malam yang dingin, Agra mengangguk lalu keluar bersama Angel. Beberapa pelayan rumah berdiri di samping kanan dan kiri saat Agra beserta Angel keluar kamar.

3A (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang