BAGIAN 19 || 3A

34 4 0
                                    

Angel masih sibuk mengunyah makanan saat Aksel menjelaskan beberapa materi. Hari ini ulangan harian matematika setelah jam istirahat kedua. Angel ingin mendapatkan nilai yang bagus, tapi malas untuk belajar. Jadi, mau bagaimana?

Aqila sibuk memainkan gitar putihnya, membuat Angel jadi semakin menikmati petikan senar dan suara indah milik Aqila. Aksel berdecak sebal, mulutnya dari tadi mengeluarkan suara agar Angel mengerti. Namun, hasilnya adalah tidak. Sama sekali Angel tidak mengerti.

"Lo mau nilai bagus gak, sih?" tanya Aksel menampakkan wajah datar menatap Angel.

Gadis yang ditatap itu mengerjapkan matanya. "Mau, dong. Berapa harganya?" tanya Angel membuat Aqila terkekeh pelan.

"Nilai gak bisa dibeli pake uang." Aksel membalas penuh penekanan.

"Terus, beli pake apa?" dengan polosnya Angel kembali bertanya. Kepala Aqila geleng-geleng sendiri melihat tingkah Angel.

"Pake otak."

Setelah menjawab, Aksel kembali dengan kegiatannya. Membalik-balikkan lembar kertas yang ada di buku, melihat rumus yang sudah tercatat jelas di buku tersebut. Buku cetak matematika yang Angel ambil di perpustakaan sekolah.

Guru lelaki itu memang satu minggu dua kali mengajar di kelas mereka. Saat ini, ketiganya berada di kelas, duduk di lantai paling belakang. Masih tersisa untuk beberapa meja dan kursi, tempat paling belakang dan pojok itulah yang sering menjadi tempat tongkrongan anak kelas.

"Ngel," panggil Aksel. Wajahnya tanpa ekspresi melihat gerak-gerik Angel sedari tadi, cewek manja itu masih sibuk memakan makanan ringan yang ia beli di kantin.

"Apa?" Angel mendongak, menatap wajah Aksel.

"Belajar, gue gak mau lo dimarahin lagi sama Mama Michelle."

Angel diam. Tangannya perlahan melepaskan makanan ringan yang ia pegang, meletakkan bungkusan maknana di atas lantai depan dirinya. Angel mengatur posisi, tersenyum menatap Aksel.

"Ayo, belajar," ajaknya dengan nada ceria.

Aqila mengangkat kepala, melihat Angel dan Aksel silih berganti. "Yang serius, gue ke kantin dulu," kata Aqila.

"Iya," jawab Angel. Sedangkan Aksel hanya mengangguk meladeni.

Aqila meletakkan gitar putih ke atas mejanya sendiri. Lalu berjalan dengan langkah normal keluar kelas menuju kantin. Hari ini Aqila tidak menggunakan jas osis, menjelang siang maka akan semakin gerah. Jas merah maroon itu ada di kursinya.

"Lo liat ini rumusnya, diingat. Bukan dihapal," ucap Aksel.

"Iya, terus?" tanya Angel. Matanya masih fokus ke arah rumus yang Aksel tunjukkan.

"Lo liat ke bawah rumus itu, ada contoh soal 'kan? Nah, jawabannya ada di balik lembar selanjutnya. Lo harus kerjain itu, tanpa bolak-balik lembar kertas di buku ini. Kalo udah selesai, baru lo boleh buka lembar dibalik lembar pertama ini. Liat jawaban lo, sama apa nggak dengan jawaban yang sebenarnya," jelas Aksel.

"Paham?" tanya Aksel.

Angel mengangkat wajah, menatap Aksel penuh harapan. Lalu Angel menggelengkan kepalanya. "Enggak, Angel gak paham. Ini rumusnya diapain sama soal?" tanyanya.

"Ditelan."

Aksel lagi-lagi berdecak. "Ini 'kan udah diajarin sama Pak Lamrud," ujar Aksel.

"Angel cuma liat sama denger, doang. Aslinya mah Angel gak ngerti," jawab Angel.

Aksel diam, ia memikirkan cara. Saat ini sedang jam istirahat kedua, sebentar lagi pasti bel masuk. Pikir Aksel, guru matematika akan memberi soal-soal yang sudah dilalui sebagai latihan biasa. Dan hari ini, latihan itu menjadi ulangan.

3A (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang