Bagian 14

214 14 0
                                    

Aku dan Kamu
Kita kini hanya berbataskan rindu
Bersekatkan jarak antara jurang yang curam
Ingin ku loncati jurang ini bila saja ia tak curam dan mematikan diriku
Bila begini lebih baik maka ku fikir tiada salahnya untuk mencoba menelan mentah-mentah kicauan buaya yang banyak di luaran sana tentang tembok tinggi bernama keyakinan yang memisahkan kita dengan ganasnya
Aku bertahan untukmu dan untuk Cinta Kita
Aku tak ingin terpisah dengan sebagian dari nyawaku kini…
Kamu dan aku akan menjadi Kita selamanya

***

Kepalaku pening dan berkunang-kunang saat aku hendak turun dari tempat tidurku. Ku paksakan diriku berjalan menuju ambang pintu, namun belum saja mencapainya aku ambruk yang terlihat hanya gelap.
Samar-samar ku dengar suara kedua sahabatku Dayu dan Tery lalu menyusul suara Dede. Entah apa yang sudah terjadi kepadaku, Badanku lemas, kepalaku masih terasa pening aduh aku kenapa ?. Perlahan-lahan ku buka mataku dan teriakan yang terdengar seperti sorakan meluncur dengan bebas dari kedua sahabatku.

"Safaaaaa !"  Pekik mereka.
"Safa, kamu sudah sadar ?" Tanya Dede khawatir. Sementara aku hanya dapat menjawab dengan senyuman kecil. Bahkan untuk menggerakkan bibirku saja rasanya sangat berat.

"Tante, Safa sudah sadar," pekik Tery sekali lagi sambil berlari meninggalkan kamarku.

Kak Egy setengah mengintip di pintu kamarku, kemudian masuk dan langsung duduk tepat di samping kanan kepalaku. Dede yang duduk agak depan dari sana tak diperdulikannya. Dia mengelus kepalaku sayang, seketika ku lihat roman wajah Dede berubah muram karenanya. Dede memalingkan wajahnya, padahal aku sudah pernah bercerita kepadanya tentang Kak Egy pada saat aku menyatakan alasanku mengapa aku ke sekolah menggunakan Mobil tempo Hari.

"Akhirnya adik kesayangan kakak sadar juga ya," kak Egy mengelus kepalaku sayang.

"Fa, aku pulang dulu ya ibu udah sms soalnya," Kata Dede berbohong. Aku tau dia berbohong.

Aku melihatnya berjalan keluar dari kamarku dan menyalami ibu, kemudian aku Tery dan Dayu saling pandang. Aku hanya bisa diam karena memang aku tidak kuat untuk hanya sekedar berbicara. Yang dapat ku lakukan tiduran di kamar setelah di periksakan ternyata aku terkena typus.

***

Seminggu sudah aku hanya berdiam diri di kamar, ingin rasanya aku keluar dan menikmati udara di luaran sana, aku rindu jalan-jalan. Untung saja Dede, Tery dan Dayu selalu menemani aku, Ryan juga sesekali datang menjengukku. Aku senang memiliki sahabat seperti Tery, dan Dayu juga kekasih, seperti Dede karena mereka sangat memperdulikanku, bahkan mereka ke rumahku sepulang sekolah dan hampir larut malam baru pulang untuk menemaniku. Mereka mengerjakan tugas di sini bersamaku, jadi aku tak perlu takut untuk tertinggal pelajaran karena Dayu akan mengajariku semua pelajaran yang di ajarkan di sekolah tadi.

Aku ngotot sama ibu agar di izinkan masuk sekolah karena aku sudah merasa sehat dan aku juga bosan di rumah terus. Akhirnya dengan berat hati Ibu mengizinkanku sekolah tapi di sekolah aku tidak boleh banyak bergerak dan kesekolah aku diantar kak Egy. ya ampun aku kan bukan anak TK Bunda masak sampe segininya  fikirku dalam hati.

Aku disambut oleh Tery dan Dayu di depan Gerbang, lalu mereka memegangi lenganku kiri dan kanan dan menuntunku seperti orang buta.

"Yu, Ter aku bukan orang buta,"  gerutuku.

"Bukannya gitu Fa, tapi kamu kan masih belum sembuh benar," bela Tery.

"Iya nih Safa,"  tambah Dayu.

"Temen-temen aku udah sehat kok beneran,"  Kataku membela diri sambil tersenyum yang kubuat semanis mungkin untuk meyakinkan mereka.

"Tapi tadi Tante esemes aku Fa, di suruh jagain kamu," Tutur Tery.

Cinta diantara tembok Masjid dan PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang