Bagian 23

261 8 20
                                    

Terkadang...
Kau tak akan sadar betapa kau menyayangi seseorang, hingga ia tiada lagi di sampingmu
Entah itu sebentar atau untuk selamanya
Terkadang...
Kita akan belajar menghargai setelah kehilangan...
Setelah akhirnya kita kehilangan sosok yang amat berharga di hidup kita..
Membuat kita belajar bagaimana menghargai mereka yang mengisi hari hari kita...
Jauh ataupun dekat...
Terkadang, kita abai akan hal-hal remeh dalam keseharian kita...
Yang pada akhirnya memberikan penyesalan selama sisa usia...
Hargailah mereka yang masih membersamaimu hari ini...
Sayangilah mereka yang memberikan waktunya hari ini untukmu...
Karena mereka sangat berharga...

***

Kami langsung memasuki kamar Safa dengan di ikuti Pria yang bernama Egy tadi, entah mengapa aku merasa lain dengan kehadirannya di sini. Caranya mengkhawatirkan Safa tidak seperti cara seorang kakak mengkhawatirkan adiknya, caranya mengkhawatirkan Safa lebih seperti seseorang yang memiliki perasaan cinta. Tapi, mungkin itu hanya perasaanku saja.

  Kami memasuki kamar Safa. Kamar bernuansa biru Turquoise, warna kesukaannya. Agak besar dengan sebuah madding kecil di sebelah kiri pintu masuk dan sebuah bingkai besar yang berisi kotak-kotak seukuran kertas A4 yang beberapa diantaranya berisi foto dan selebihnya kosong.

  Setelah ku perhatikan sepertinya itu foto Safa dari tahun ke tahun karena yang tertutupi foto hanya 15 kotak. Dari bingkai besar itu pandanganku turun ke tempat di mana Safa tertidur lemah dengan selang Infus di tangan kanannya.

"Kak kenapa Safa gak di bawa ke rumah Sakit ?" Tanya Dayu kepada Egy.

"Yu, Safa itu paling ndak seneng di rawat di rumah sakit, bikin tambah sakit katanya. Makanya dia lebih seneng di rawat di rumah kalo lagi sakit," Jelas Tery.

"Iya begitu," tambah Egy.

Aku diam saja di sisi kanan Safa, ingin rasanya aku mencium telapak tangan Safa dan memintanya bangun. Terdengar suara panggilan Ibunda Safa memanggil Pria yang bernama Egy ini. Dia pergi meninggalkan Kami bersama Safa, akhirnya tanpa fikir panjang aku meraih telapak tangan kanan Safa.

"Sunshine bangun dong, tanpa kamu hari-hari aku itu suram," Kataku sambil mencium tangan Safa.

"Lebay kamu Deq," celetuk Dayu.

"Eh jangan salah kekuatan cinta Dedeq itu besar, sekarang ya kalau cinta mereka sama sama besar alias Cinta sejati kurang dari 3 menit Safa bakalan sadar, tapi kalau lebih dari 3 menit berarti cinta mereka Cuma cinta biasa," Canda Ryan.

"Ah Abang sok tau," kekeh Tery.

"Buktiin Aja," Kata Ryan percaya diri.

Aku mendengar perkatan mereka hanya saja aku tak memperdulikannya, aku mencium lagi telapak tangan Safa dan mengelus lembut keningnya. Bangun Sayang, kalau kamu memang benar bidadari yang diturukan Tuhan untukku maka kamu harus bangun. Kamu harus buktiin kalo kamu benar-benar mencintaiku Sayang. Kamu harus bangun batin Dede.

Tak berapa lama mata Safa mulai terbuka, dia sepertinya sudah bangun.

"Safa bangun," Pekikku pelan.

"Tuh kan bener," Celetu Ryan.

"Cinta Kalian memang benar-benar cinta sejati kayaknya," Ucap Tery.

"Eh iya loh kurang dari 3 menit," Tambah Dayu.

Tery keluar untuk memanggil Ibunda Safa, tapi yang lebih dulu tiba adalah Egy. Dia setengah mengintip kedalam kamar Safa, aku langsung melepas pelan genggaman tanganku di tangan Safa. Setelah memastikan bahwa Safa memang benar-benar Sadar, dia  langsung saja duduk di samping kepala Safa dan mengelus sayang kepala Safa. Darahku serasa mendidih, emosiku serasa memuncak. Dia melakukan itu tepat di depan mataku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta diantara tembok Masjid dan PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang