Bagian 3

678 33 17
                                    


Bila cahaya itu kini padam...
Kemanakah aku harus mencari lentera...

Bila rembulan tak menyinari malam..
Maka apa yang akan menerangi tidurku...

Bila mentari tak bersinar...
Maka apa jadinya pagi dan siang hari ku...

Sungguh aku sadari betapa indahnya takdir Tuhan,
Namun entah mengapa terkadang aku mendustakan hati kecilku

Aku percaya semua yang engkau takdirkan adalah segala yang terbaik untukku.

***

    Sejak saat itu Aku, Dayu dan Dede sering bersama tak Lupa juga sahabatku Tery. Tapi akhir-akhir ini aku jarang dengan dia karena dia lebih sering mengerjakan tugas bersama dengan teman-temannya.

    Mereka sering bermain ke rumahku, begitupun aku sering bermain ke rumah Dayu. Rumah Dayu, Dede dan Ryan berada dalam 1 Halaman. Tapi yang paling dekat dengan rumah Dayu adalah Rumah Dede yang tepat berada di depan Rumah Dayu. Jadi tak heran kalau beberapa kali saat aku bermain ke rumah Dayu aku di temani mengobrol oleh Dede saat Dayu masih ada kesibukan atau sedang Sembahyangan. Tapi tak jarang juga Ryan yang menemani saat Dede sedang tak ada di rumah.

Seperti sore ini, aku bermain ke rumah Dayu dan kebetulan Dayu sedang sembahyang di Sanggah* belakang rumahnya. Maka Dede lah yang menemaniku mengobrol di halaman samping rumah Dayu, dibawah pohon rambutan yang sudah mulai berbunga. Sembari menunggu Dayu kami terus saja mengobrol dan tertawa-tawa. Hingga akhirnya Dayu datang masih mengenakan kain dan selendang di pinggangnya. Dayu termasuk orang yang rajin beribadah menurutku karena kerap kali aku datang sore dia sedang sembahyang. Dan aku senang melihatnya mengenakan kebaya saat akan pergi Maturan** waktu Galungan atau Kuningan. Pernah terfikir olehku bagaimana seandainya aku mengenakan Kebaya selain mengiring Manten saat Nyongkolan***. Namun fikiran itu cepat-cepat ku tepis karena itu adalah hal yang tidak mungkin ku lakukan.

"udah lama Fa?" Tanya Dayu membuyarkan lamunanku.
"eeehh ndak juga sih," kataku berbohong.
"Safa di sini nungguin kamu dari kamu mandi, sampe kamu selesai sembahyang ada mungkin hampir 1 jam," tutur Dede, aku hanya tersenyum.

"ya udah kalo gitu kita ke teras yuk masa mau duduk di sini," ajak Dayu.

"udah Yu disini aja udah," pintaku.

"ndak pokoknya kita kerumah ayok," Kata Dayu menarik tanganku.

    Aku mengikuti langkah Dayu dengan pasrah. Aku di ajaknya ke teras rumahnya dan Dede mengikuti di belakangku, saat aku melihat Wanita paruhbaya yang masih terlihat muda yang baru kali ini kulihat selama aku berkunjung ke rumah Dayu sedang menyapu halaman di depan rumah Dede. Ibu-ibu itu masih terlihat muda dan cantik, aku senang melihatnya. Lantas ku sapa ibu-ibu itu dengan sopan.

"Permisii Buu," kataku Sopan.

"Oh iya nak silahkan, Temannya Dayu ya ?" Tanya ibu itu sambil tersenyum.

"Calon menantune diki Biyang," celetuk Dayu.

"Dayu ne  ade ade doen Yu," jawab Ibu itu.

"Sing percaye ki takonin Dede," kata Dayu menambahkan

    Aku diam saja karna aku memang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Entahlah aku tidak mau ambil pusing karena itu bukan urusanku. Aku ke sini hanya ingin mengusir penat dan kebosananku di rumah. Kalau sudah disini aku bisa mengobrol sampai hari gelap dengan,Dayu. Tapi sebelum Adzan Magrib berkumandang aku akan bergegas berpamitan pulang.

    Kembali ke rumah Dayu, saat aku duduk di teras rumah Dayu bersama Dede, ibu-ibu yang tadi dikatakan oleh Dayu adalah ibu dari Dede keluar dan memanggil Dede. Alhasil kini aku hanya tinggal sendiri di teras karena Dayu sedang membeli minum untukku sekalian mengganti kain yang tadi di kenakannya. Tak berapa lama setelah Dede pergi di suruh ibunya, beliau menghampiriku.

Cinta diantara tembok Masjid dan PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang