Bagian 21

120 6 2
                                    

Tuhan menguji cinta hambanya dengan berbagai cara...
Salah satunya, dengan menghadirkan cinta kepada manusia...
Akankah dia memilih Tuhannya, ataukah ciptaan Tuhannya...

***

Tapi aku sudah tidak perduli dengan wanita itu, karena banyak sifat dan tingkah lakunya yang kurang aku senangi. Dia arogan, merasa menjadi orang paling cantik, merasa paling tangguh, merasa paling bisa, suka menghina orang lain, suka meremehkan, dan paling suka menyakiti hati orang lain untuk kesenangannya.

Dia adalah mantan kekasihku semasa SMP dulu, tapi aku sudah memutuskan hubungan dengannya tak lama setelah aku masuk Sekolah menengah. Aku berpacaran dengannya selama kurang lebih 2 tahun, maklum cinta monyet. Baru akan memasuki pintu Sanggar, seseorang memanggilku dari belakang.

"Dede," Panggil suara perempuan di belakangku. Yang lantas membuat aku dan Iwan menoleh ke belakang.

"Dedeq sini bentar aku mau ngomong," Panggil perempuan yang ternyata Winda.

"Panjang umur," Kata Iwan, yang di balas dengan senyuman Oleh Winda.

"Bentr ya Wan," Kataku.

"Ya Udah, aku masuk duluan ya De," Kata Iwan.

"Ya sudah deh," Kataku menjauhi Iwan yang langsung memasuki sanggar Bilyard.

"Kenapa ?" Kataku menghampiri Winda yang masih menggunakan kebaya lengkap baru pulang sembayang.

"Oh, Ini toh Nda yang Pacarmu yang namanya Dede, Cakep juga," Celoteh temannya Winda.

"Sssttt" Katanya sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirnya.
"Aku kangen sayang sama kamu, memangnya kamu ndak kangen apa sama aku ?" Tanya Winda kepadaku.

"Ndak tuh biasa aja. eh aku mau main nih ada apa lagi sih Nda."

"Nda, Kita minum disitu dulu hayo aku haus nih," Ajak temanya Winda.

"Iya bentar," Kata Winda kepada temannya.

"Ya udah deh. Kalo gitu aku pinjem Hpmu ya, soalnya HPku mati. HPnya Putu ndak ada pulsanya," Pinta Winda.

"Kamu mau pake apa ?" Tanyaku lagi.

"Mau telepon orang rumah. Mau kabarin kalo aku udah pulang Maturan, takutnya Kakakku di suruh jemput aku di Lingsar," Katanya.

"Ya udah nih pake aja, tapi ntar kalo udah selesai anterin ke Dalam Ya," Kataku Datar.

"Iya sayang, Makasi," Katanya dengan senyuman yang di buat-buat sehingga semakin lama semakin membuatku Enek.

Aku menyodorkannya Handphoneku lalu aku berlalu menuju ke dalam Sanggar, aku langsung mencari sosok Iwan dan Ryan. Ternyata sosok yang aku cari ada di meja paling pojok Kanan.

"Kamu balik lagi Sama Winda ?" Tanya Ryan tanpa memandang ke arahku, melainkan memfokuskan pandangannya di bola putih yang akan dia sodok.

"Maksud abang ?" Tanyaku tak mengerti.

"Kamu gak lupa sudah punya Safa kan," Jawabnya dengan cara yang tadi, memfokuskan pandangan kepada bola.

"Gak akan pernah bang, Safa itu bukan Cuma pujaan hatiku. Tapi juga setengah dari nyawaku," Jawabku jujur.

"Semoga aja gitu," Tambah Ryan menggosok ujung stiknya, dan memberikan kesempatan Iwan untuk menyodok bola.

"Bukan semoga Bang, tapi itu kenyataannya," Kataku menduduki kursi panjang, yang tepat menempel ke tembok.

"Bagus deh," Kata Ryan tetap datar.

Setelah bola yang di mainkan oleh Ryan dan Iwan habis, aku ikut ambil bagian bermain. Bola yang ada di meja hampir habis, saat Winda masuk ke dalam sanggar dan menyerahkan Handphoneku. Yang kemudian tanpa permisi dan mengucapkan sepatah katapun berbalik dan berlalu meninggalkanku. Aku tak perduli, memang sebaiknya dia begitu. Pergi dan tak kembali lagi. Ryan memang agak kurang senang terhadap Winda karena sifatnya, itulah sebabnya dia langsung setuju saat aku bercerita akan menyatakan cinta yang sudah aku pendam dari dulu kepada Safa.

Cinta diantara tembok Masjid dan PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang