Bagian 9

256 16 5
                                    

Kau dan Aku ialah perumpamaan kayu dan api...
Bersama, tapi tak akan dapat bersatu...
Ibarat kayu dan api...
Jika bukan karena habis terbakar, maka apinya yang padam meninggalkan kayu..
Tidakkah kau paham kita begitu ?

***

"Ya udah tapi kamu ganti baju dulu De, baju kamu kotor sekali."
"Aku bawa baju kok, di jok aku selalu ada baju bersih."
"Ketahuan sering bolos kamu ya,"  kataku bergurau. Ini pertama kalinya aku membolos sekolah sejak 12 tahun yang lalu aku bersekolah dari TK.
"Bukannya gitu kan aku pulang sekolah itu seringnya langsung cari sampingan Design WEB,"
"Oh iya iya hehe,"  Dede kemudian terdiam.

Tak lama setelah itu Dede berhenti di sebuah Outlet Distro kemudian menyuruhku turun, lalu dia memarkir motornya.
"Kok kita ke sini De?" Tanyaku tak mengerti.
"Sunshine ini tempat apa?" Dede balik bertanya.
"Distro," jawabku singkat.
"Ya udah ayoq masuk,"  ajak Dede tanpa menjawab pertanyaanku.
"Makanya kita kesini mau ngapain?"
"Aduh sayang kamu lagi lemot atau gimana sih yang ada di dalam itu apa?"
"Pakaian," jawabku singkat.
"Ya udah kita ganti pakaian dulu nanti kena Razia Cowok Kece, aku ketangkep lagi," katanya Nyengir.
"Iih Pede amat sih."
"Iya kan nanti kalo ketemu Pol PP, kita pake seragam diluar sekolah pada jam belajar kan kita bisa di tangkep sayang," Dede menjelaskan sambil cengengesan.
"Oh iya ya," aku juga ikut cengengesan.
"Ya udah ayo masuk," Dede menarik tanganku.
"Les, sendiri? Ridho mana?" Tanya Dede yang sepertinya sudah akrab dengan Kasir di distro Ini.
"Eeeh De, Ridho di dalam tidur dia tuh. masuk aja bangunin, btw kamu kok berantakan dan kotor banget sih," Kata Cewek itu tak kalah akrab.
"Biasa Cowok, Eh aku ke belakang ya numpang ganti baju," Kata Dede nyengir.
"Kayak orang lain aja sih, sekalian bangunin Ridho ya,"
"Siiap,"  Jawab Dede berlalu ke sebuah Pintu.
"Eh iya Les, Bantuin Cewek Aku cari baju ya," Kata Dede membuka kembali Pintu Itu.

Aku  memilih-milih baju, melihat-lihat satu persatu aku bingung baju-baju di sini bagus-bagus rasanya aku mau semuanya. Mungkin melihat mimic wajahku yang bingung, gadis yang belakangan ku ketahui bernama Lesti mendekatiku.
"Cari yang kayak gimana mba?" Sapanya Ramah.
"Hmmm bingung, baju disini bagus-bagus pasti high Quality dan harganya juga mahal ya Mba?"  Kataku keceplosan.
"Ndak kok Mba, Baju disini semua di jahit sama penjahit kami sendiri dan desaignnya langsung saya yang buat," jawab mba itu menjelaskan.
"oh hee maaf ya Mba,"
"Lesti Istrinya Ridho, Sahabatnya Dede," Katanya mengulurkan tangan.
"Safa,"  Jawabku menyambut tangan Lesti.
"Pacarnya Dede?"  Tanyanya Sambil menunjukan sebuah Baju
"Iya mba," Jawabku sambil menggeleng, dan kembali memilih baju yang lain.

Dede keluar dari pintu yang tadi bersama seorang Pria yang masih muda mungkin sepantaran Mahasiswa, dengan mata yang dikucek-kucek seperti baru bangun. Dia melihat ke arahku kemudian tersenyum tulus, akupun membalas dengan sama tulusnya.
"Udah dapat Fa?"  Tanya Dede.
"Belum nih."
"Kalo gitu yang ini aja nih," kata Dede mengambil sebuah baju berwarna biru berlengan panjang, sederhana tapi bagus. Aku langsung menyetujuinya.
Dede menyuruhku langsung berganti pakaian sebelum keluar dari distro. Sebenarnya aku masih bingung tapi aku menurut saja. Setelah mengganti pakaian aku keluar dan melihat Dede sedang mengobrol dengan Ridho dan Lesti. Dia menarikku dan mengajakku melanjutkan perjalanan kami. Arah yang kami lewati memang benar-benar arah ke luar kota. Saat kami berhenti di POM Bensin Dede menelepon temannya untuk mengirimkan surat keterangan Dokter atas nama Dede dan atas namaku ?. Aku semakin bingung saja, aku mulai Gelisah kenapa Dede melakukan ini.
Aku tak bertanya kepada Dede, dan terus diam hingga kami benar-benar keluar dari batas Kota. Akhirnya aku tak tahan dengan rasa penasaranku, lalu aku bertanya kepada Dede.
"Moon kita mau kemana sih?" Tanyaku.
"Aku mau ngajak kamu ke tempat yang indah Sun."
"Tapi muka kamu lebam gitu loh."
"Ndak apa apa kok."
"Ya udah kalau gitu mampir dulu di toko atau supermarket atau apa gitu buat belanja."
"Mau beli apa sih?"
"Baweel."
"Iya iya."

Setelah membeli obat-obatan, air dingin dan beberapa bungkus cemilan kami langsung melanjutkan perjalanan, namun kali ini jalan yang kami tempuh lebih curam dan semakin jauh jalanannya mulai melewati jalan tanah dan agak berbatu. Aku sedikit takut karena ini bukan jalan yang normalnya di lalui oleh sepeda motor, jalanan ini juga sepi tidak ada satupun kendaraan yang melewati jalan ini selain kami berdua. Aku semakin gelisah karenanya, tapi aku yakin Dede tidak akan melakukan hal yang buruk terhadapku. Semakin lama jalan yang kami lewati semakin tak biasa, lubang di sana sini, jalan tanah dan juga batu batu kecil hingga batu yang agak besar. Namun ku akui sampai sejauh ini pemandangannya hijau, pemandangannya semakin indah. Daerah manakah ini ? mengapa bisa ada tempat seindah ini di pinggiran kota dan aku tak mengetahuinya ?, ya wajar saja aku tidak mengetahuinya karena aku juga jarang keluar rumah tapi setidaknya aku mendengar cerita dari teman sekelas yang seharusnya menceritakan tempat-tempat indah seperti yang biasa mereka perbincangkan saat masuk sekolah setelah Weekand. Ternyata di sekitar tempat ini ada rumah penduduk meskipun tidak banyak dalam satu kelompok dan berjarak agak jauh-jauh. Semakin jauh pemandangan yang kulihat semakin indah pohon-pohon besar yang tak ku ketahiu namanya dapat kulihat dengan jelas, aku rasa ini bukan hutan tapi seperti bukit atau kaki gunung. Sesekali ku lihat kumpulan pohon Rambutan atau jenis buah-buahan yang lain, itu berarti beberapa bagian dari tanah di perbukitan ini ada pemiliknya. Sekarang kami sudah melewati rimbunan pohon tadi, kini yang terlihat adalah tanah lapang yang berundak-undak. Sepertinya tempat ini pernah di datangi oleh mobil, tapi apa iya mobil bisa melewati jalan yang tadi kami lewati ?.
"Moon itu kok kayaknya ada bekas jejak roda mobil?"  tanyaku.
"Itu bekas jejak mobil offroad Sun," jawab Dede.
"ohh gitu."
"Jadi di sini itu sering di jadiin arena latihan OffRoad sama Ford mania Sun."
"Ford itu apa?"  Tanyaku polos.
"Ford itu orang yang suka berpetualang sayang," jawab Dede.
"Ooh jadi tujuan kita ke sini?"  tanyaku lagi.
"Bukan, ini baru Awalnya, tujuan kita ada di sana," Tunjuk Dede ke salah satu bukit yang paling Rendah, diantara 3 Bukit yang terlihat bertingkat.
"Masih jauh berarti?"
"Ndak sih lagi bentar."
"Moon, Luka kamu berdarah lagi tuh, aku bersihin dulu ya," kataku.
"Ntar aja di sana biar sekalian Sayang," kata Dede mengakhiri.

Kami melanjutkan perjalanan, dan kali ini yang kami lewati bukan pohon-pohon besar seperti yang tadi melainkan jalan setapak yang berbatu-batu berukuran agak besar dengan ilalang tinggi, semak-semak dan beberapa pohon kecil dikiri dan kanannya. Untung saja aku memakai baju berlengan panjang yang dipilihkan Dede tadi jadi aku tidak terlalu merasa gatal karena semak-semak dan ilalang tinggi ini. Terkadang motor yang kami gunakan kandas karena terbentur dengan batu yang agak besar, maklumlah motor Matic. Karena tau aku lebih nyaman menggunakan motor Matic meskipun di bonceng maka Dede menggunakan motor milik ibunya. Semak-semak dan ilalang tinggi itu sekarang sudah mulai berkurang akan tetapi jalannya semakin terjal dan berbatu, mengharuskan Dede ekstra berhati-hati agar tak tergelincir. Hingga di Batu terakhir Dede memacu motor dengan agak kencang dan otomatis aku memeluknya dengan sangat erat.
Kesal terhadap Dede aku mencubitnya dengan agak kencang sampai dia meringis. Tak ku sangka setelah aku menuruni motor dan berdiri tegak. Aku terpesona, aku terpukau dan aku ternganga dengan pemandangan yang aku lihat sekarang. Jauh lebih mengesankan dari apa yang aku lihat selama perjalanan tadi. Tempat ku berdiri sekarang seakan balkon yang amat kokoh dan indah. Di sebelah kananku terlihat 2 bukit bersebelahan seakan kembar, agak ke belakang juga ada bukit yang lebih tinggi dan paling rimbun dengan pohon kelapa menjulang. Agak kedepan dari bukit kembar tadi terdapat deretan pohon-pohon besar yang tidak serimbun bukit di belakang, dan di tengah-tengah pepohonan itu terdapat beberapa bangunan rumah permanen dan semi permanen, dan tampak juga sebuah surau kecil mencolok dengan cat berwarna biru tua. Persis di depanku terlihat Kota tempat aku tinggal selama ini, itu benar-benar kota Mataram yang terlihat seperti sebuah miniature kecil, namun sangat jelas terlihat. Bahkan dari sini aku dapat melihat air laut yang kebiruan di terpa sinar matahari yang bisa kusebut masih pagi karena teriknya belum terlalu menyengat kulit. Agak ke sebelah kiri terlihat deretan pepohonan seperti peserta upacara yang sedang berbaris rapi, mereka seakan di buat-buat. Agak ke bawah kulihat rumput ilalang tinggi dan bunga-bunga liar tertiup angin.

***

Minta saran dan kritiknya ya 😊
Kalau ada bahasa yang salah atau kurang tepat mohon maaf dan silahkan di komen supaya bisa di revisi 🙏🏻

**Untuk update di usahakan setiap Hari Sabtu atau Minggu, jadi tolong bantu suportnya ya Guys. Terimakasih 😊

Cinta diantara tembok Masjid dan PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang