Bagian 22

121 5 5
                                    

Katanya...
Jika Kau mencintai seseorang dengan tulus, kau akan merasakan hal kecil yang berubah darinya...
Katanya...
Jika Kau menyayanginya dengan sangat, sakitnya pun akan kau rasakan juga.
Bahkan sedihnya...
Akan menjadi air mata yang mengalir tanpa kau sadari.
Meskipun bermil-mil jarak diantara kalian...
Kau akan tetap merasakannya.
Seperti aku merasakan perbedaan di hatiku, saat kau sedang tidak baik-baik saja...
Cintaku tak perlu kau ragukan...
Ketulusanku, tak perlu kau pertanyakan...
Aku mencintaimu, lebih dari apa yang bisa aku ucapkan.
Jangan pernah lupakan itu...

***

Pagi ini tak seperti biasanya, entah mengapa aku tak ingin beranjak dari tempat tidur sekujur tubuhku terasa lemas. Memeq belum kembali dari Bali, Seminggu yang lalu beliau menyusul Ajiq kesana dan entah kapan dia akan pulang.

"Deq, gak sekolah kamu?" Panggil Ryan.  Sambil mengetuk Pintu rumah di luar sana.

"Deq, Kamu udah bangun apa belum ? Atau masih mandi ? nyahut kenapa." Kata Ryan beruntun sekali lagi.

Aku keluar dari kamar dengan enggan, ku buka pintu yang di baliknya Ryan sedang berdiri dengan tidak sabar. Aku membuka pintu tepat saat Ryan hendak mengetuknya lagi.

"Kamu gak sekolah deq ?" Tanya Ryan yang sudah berpakaian lengkap dan siap berangkat.

"Sekolah kok bang." Jawabku lemas.

"Lah terus kenapa belum mandi ?"

"Kesiangan bang," jawabku cengengesan.

"Ya udah mandi sana, udah jam berapa ini.  Ntar kalo kita telat di kunciin gerbang gimana ?"

"Ampuuuuuuuunnn, Abang bawel banget sih. Tunggu aku 15 Menit eh 10 menit aja deh, Aku nebeng sama Abang. Lagi males bawa motor," Kataku.

"Ya Udah deh. Cepet kalo gitu," Kata Ryan seraya berlalu meninggalkanku.

Aku masuk dan langsung menuju kamar mandi dengan malas. Aku mandi dengan asal-asalan, pakaian seragam pun ku pakai dengan serampangan. Aku mengambil sepatu, lalu kupakai di depan rumah setelah mengunci pintu rapat-rapat. Tak tahu sebabnya aku amat malas pergi ke sekolah hari ini.

Ryan menungguku dengan sabar di atas motornya, sambil membaca sebuah buku yang sampulnya bertuliskan huruf yang agak asing menurutku. Yang kemuadian ku ketahui merupakan huruf arab setelah bertanya kepada Ryan. Saat kami akan meninggalkan gerbang, Dayu yang baru keluar dari dalam rumah memanggil kami.

"Bang Ryan, Dedeq," Seru Dayu yang spontan membuat Ryan langsung menarik rem, yang membuat keningku terbentur dengan helm yang di pakai Ryan.

"Aduuuuhhh," pekikku sambil mengelus keningku yang terasa agak ngilu.

"Eh maaf Deq, Maaf ndak sengaja," Kata Ryan.

"Upppsss," Kata Dayu tersenyum jahil sambil menutup bibirnya dengan tangan kanannya.

"Kira-kira dong bang kalo mau ngerem," kataku menggerutu sambil terus mengelus keningku.

"Maaf Deq, Habisnya Dayu tuh manggilnya ngagetin," Kata Ryan membela diri.

"Kenapa sih kamu Yu, manggilnya ngagetin," Aku berbalik mengomeli Dayu.

"Ampuun Om ndak sengaja. Tungguin, aku mau barengan kalian," Pinta Dayu.

"Ya udah kita tunggu di depan gerbang," Kata Ryan.

"Punya adek, bangunnya pada keduluan ayam semua," Gerutu Ryan.

"Gak boleh ngomel-ngomel bang, nanti cepet keriput," jawabku sambil menggodanya. Dia hanya diam sambil mesem.

Kami berangkat sekolah beriringan, perasaanku masih seperti yang tadi sama sekali belum berubah. Kami mengekori Dayu dari belakang, sesekali dia melihat kami melalui kaca Spion motornya. Bidadariku, pasti kamu sudah di sekolah sekarang. Aku menarik nafas panjang untuk sedikit melegakan hatiku, semangat itu sedikit demi sedikit muncul.

Cinta diantara tembok Masjid dan PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang