Taufan (2)

215 54 7
                                    

Setelah merapikan ruangan, aku keluar dan bertemu dengan pelayan.

"Tuan Muda, makan siang telah siap."

Kulihat jam tangan yang menunjukkan pukul setengah dua belas, kemudian mengangguk dan menuju ruang makan. Tok Aba telah duduk di kursinya dengan meja penuh makanan. Tidak ada orang lain di rumah ini selain para pelayan. Dikatakan bahwa sebelumnya Tok Aba memiliki seorang putra, namun menghilang tanpa kabar hingga sekarang. Orang tua itu masih menunggu di rumah, berharap ada kabar dari anak laki-laki semata wayangnya.

Aku duduk di seberang meja. Para pelayan menyiapkan piring di depan kami. Sembari menunggu pelayan selesai, aku membuka percakapan. "Tok, menurutmu, bagaimana lagu ciptaanku?"

Tok Aba terdiam, wajahnya yang keriput tampak berpikir. "Sebelum itu, apa yang kamu bayangkan ketika menulis lagu itu?"

Ini membuatku sedikit terkejut. Salahku juga karena membicarakannya lebih dahulu. Di kisahnya, Boboiboy Taufan tidak mengajak Tok Aba berbincang saat makan siang. Yah, walau hal ini tidak ada di kisah, bukan berarti aku tidak bisa menjawabnya.

Perasaan Boboiboy Taufan tertuang dalam lagu ini, aku bisa menjawabnya karena diriku telah merasakannya sendiri saat memainkannya.

Jadi, aku menjawab, "Seperti angin yang bebas, bertiup sesuai alam membawanya mengelilingi dunia tanpa henti."

Kulihat Tok Aba menyunggingkan senyuman. "Tapi, tidakkah menurutmu tetap di tanah adalah hal baik?"

Kalimat ini membuatku bingung, seakan ada makna khusus di baliknya. Sayangnya, aku tidak bisa memikirkan apapun yang dimaksud Tok Aba.

"Tok, pernah mendengar kalimat 'raihlah mimpi setinggi langit, ketika jatuh, biarkan kamu jatuh di antara bintang-bintang'?" Aku memilih mengalihkan topik sebelum menjawabnya.

Terlihat Tok Aba mengerutkan dahi, membuat wajahnya yang keriput semakin keriput. "Ini adalah kalimat yang sangat umum. Jadi, maksudmu adalah ... "

Aku mengangguk sebagai tanggapan. "Ya. Orang-orang bisa bebas terbang, seperti mereka yang ingin menggapai mimpinya. Ketika mereka jatuh ke tanah, biarkan orang-orang yang jatuh tidak merasakan kegagalan." Jari telunjukku mengetuk meja makan, membuat sebuah irama yang teratur. "Dengan kata lain, tidak masalah apakah itu terbang di langit atau berdiri di tanah, selama kamu berusaha, itu bukanlah suatu kegagalan."

Sebuah gelas berisi air hangat diletakkan oleh pelayan. Aku berterima kasih dan meminumnya seteguk sebelum melanjutkan, "Sayangnya, ada banyak orang di luar sana yang memilih untuk mematahkan sayap mereka dan selamanya tinggal di tanah."

Aku mengangkat kepala, menatap langsung pada kakek di seberang meja. "Hal ini sangatlah jelas di kepala semua orang. Jadi, inti dari penjelasanku adalah ... mengapa menanyakan hal aneh ini, Tok?"

Mata keruh Tok Aba tampak tidak fokus, seakan pikirannya melayang entah ke mana. Menyadari hal ini membuatku tidak senang, namun hanya bisa menahannya dan mengulang dengan lembut, "Tok?"

Ditarik kembali ke kenyataan, Tok Aba tersentak kaget dan menatapku seperti baru pertama kali bertemu. "Aku tidak menyangka kamu akan menjelaskan ini ... ."

Ya, aku juga tidak menyangka.

Di permukaan, aku tersenyum malu. Tetapi di dalam hati, aku menaruh sedikit rasa curiga.

Tok Aba menatapnya, seolah-olah melihat seseorang dari tubuh ini.

Aku telah melihat foto ibu Boboiboy Taufan di informasi kisahnya. Boboiboy Taufan mewarisi bentuk wajah sang ibu, jika dilihat dari sudut tertentu, Boboiboy Taufan akan terlihat seperti anak perempuan. Tetapi wajahnya tidak feminim, bahkan tidak memiliki kemiripan dengan sang ibu ... Jadi, hanya ada satu pilihan. Apakah Tok Aba melihat sosok sang ayah di tubuh ini?

Apakah Boboiboy Taufan terlihat mirip dengan sang ayah?

Memikirkan hal ini, aku telah memutuskan untuk mencari foto sang ayah di rumah.

Pikiran ini juga mengingatkanku tentang dugaan bahwa Tok Aba mengetahui ayah dari Boboiboy Taufan. Tidak ingin menunggu lama, aku langsung mengubah topik. "Tok, sebentar lagi usiaku yang ke-dua puluh tiga. Bisakah aku bertanya sesuatu?"

Resital biola solo adalah acara yang diselenggarakan Tok Aba untuk merayakan hari ulang tahunnya. Aku akan menggunakan hal ini sebagai senjata.

Tok Aba menyuap satu sendok nasi ke mulutnya dan membalas, "Apa itu?"

"Siapa ayahku?" tanyaku blak-blakan.

Seketika, Tok Aba tersedak nasi.


•••

Arbi's Note :

Maaf jika jumlah katanya sedikit. Aku memutuskan untuk mempublikasikannya dengan sedikit kata. Aku telah mencoba menciptakan waktu untuk menulis, tetapi entah bagaimana mengalami writer block di tengah jalan😅 Ide menulis misteri benar-benar menguras otak :v

Ketika cerita ini berakhir, aku akan mengeditnya kembali dan menggabungkan beberapa chapter menjadi satu.

Jadi, bisa saja Arc Boboiboy Ice yang awalnya terbagi atas empat chapter akan menjadi satu chapter...

Okeh? Sampai jumpa besok👋

《END》 I wish I could Escape (Sebelum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang