Prolog

854 70 13
                                    

.

.

.

Hawa malam dingin meresap ke kulitku. Perasaan rintik-rintik hujan terasa tajam, seakan mampu menembus hingga titik terdalam di tubuhku. Bibirku pecah-pecah dan hanya bisa mengeluarkan suara erangan tertahan.

Dalam pandangan buram, aku melihat remang-remang cahaya perkotaan di antara celah dinding. Tubuhku tidak bisa bergerak, bahkan bernapas sangatlah sulit. Kelopak mata terasa berat, namun aku tidak berani berkedip, karena khawatir ini adalah saat terakhir aku melihat kehidupan.

Sekali lagi, kucoba untuk mengeluarkan suara, setidaknya membuat pejalan kaki di luar sana tertarik dan masuk ke gang sempit ini. Namun berapa kali pun aku lakukan, tidak ada yang menemukan keberadaanku.

Bisa kurasakan tubuhku menjadi dingin. Mungkin saja karena air hujan atau sebab aku terlalu lama berbaring di luar, tetapi aku tidak bisa menipu diri. Napasku semakin berat.

Aku tidak sanggup lagi.

Jadi, apakah ini akhir?

Kisah tragis lain untuk kesekian kalinya?

Mati karena jatuh dari lantai empat?

Sungguh konyol!

Aku tidak terima ini!

Air mata menutupi pandanganku. Bibir bagian bawah kugigit dengan kuat, hingga lidahku mengecap rasa besi dan amis. Semua ini aku lakukan untuk tetap bertahan. Jangan menutup mata dan tetaplah bernapas walau paru-paru terasa tak lagi mampu melakukan tugasnya. Suara detak jantung terdengar menggema di kepalaku, perlahan-lahan berdetak dengan tempo lambat seiring irama napasku yang semakin mengecil.

Aku benar-benar tidak bisa bertahan lebih lama ... Aku lelah ... Aku ingin tidur ... .

Sekarang, satu-satunya yang menjadi fokus perhatianku adalah suara detak jantung yang kian melambat ... Lambat ... Dan kemudian berhenti.

Ah, aku mati lagi.

Kali ini dalam kisah 'orang A tak sengaja mendorong orang B jatuh dari lantai empat'. Ini pasti akan menjadi topik hangat di media sosial.

Karena identitasku di dunia ini bukan orang biasa.

Dan orang A yang dikabarkan 'tak sengaja mendorong' sebenarnya benar-benar merencanakan hal ini untuk membunuhku.

Ini adalah kematian tragis lainnya.

Lalu, apa yang akan terjadi di dunia berikutnya?

.

.

.

[Zzzzt ... Koneksi terhubung ... 60% ... 75% ... 82% ... ]

Huh? Apa yang―

[Berhasil dihubungkan. Memulai data ... Sukses. Memulai program ... ]

Suara siapa ini?

[Halo, Master. Namaku Ochobot. Aku adalah sistem robot dunia yang akan menuntunmu meloloskan diri dari siklus kematian tragis tak terbatas.]

Sistem robot dunia? Tidak, bukan itu! Meloloskan diri dari kematian konyol ini?!

[Ya.]

Aku ... bisa meloloskan diri?

[Tentu saja. Untuk meloloskan diri, Master perlu mengubah nasib tragis tujuh identitas berbeda dari dunia paralel.]

Tujuh? Hanya tujuh identitas?

[Ya, Master.]

Lalu, apa yang akan terjadi setelah aku meloloskan diri?

Pasalnya, sudah berapa lama―aku tidak yakin karena tidak lagi menghitung waktu―aku terjebak dalam siklus kematian konyol ini, membuatku tidak lagi peduli tentang hidup dan mati.

Walau ada harapan kecil supaya aku bisa lepas dari semua ini, tapi setelah berbagai pengalaman di banyak dunia, aku telah mati rasa terhadap banyak hal.

[Anda akan mendapatkan apa yang diinginkan.]

Mendapatkan apa yang aku inginkan?

Apa yang aku inginkan selain meloloskan diri?

[Bukankah itu identitas asli Anda?]

Identitas asliku?

Ya ... Setelah melalui banyak dunia dan identitas, aku bahkan tidak tahu siapa diriku yang sebenarnya.

Sepertinya, aku memang menginginkan identitas asliku.

Kemudian, aku hanya perlu mengubah nasib tujuh identitas, 'kan?

[Ya.]

Kalau begitu, akan aku lakukan.

[Menerima jawaban. Memulai transmisi ... Dunia telah ditentukan.]

Dalam sekejap, tubuhku terasa dihisap ke dalam kegelapan.

•••

Arbi's Note :

Aiyah! Dah lama gak menulis!! Aku harap tulisannya tidak terlalu kaku~~

《END》 I wish I could Escape (Sebelum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang