Halilintar (6)

150 39 10
                                    

Deg!

Reflek aku menyentuh dada. Entah mengapa tiba-tiba terasa sesak. Mataku memandang sekeliling, intuisi mengatakan bahwa ada sesuatu di dekatku. Tetapi setelah berkali-kali melihat, aku tidak menemukan apapun yang aneh.

"Halilintar, ada apa?" Fang bertanya ketika menyadari aku berhenti melangkah. Dia menggerakkan kepalanya. "Kita harus segera pergi."

Aku mengembuskan nafas panjang, kemudian kembali berjalan mengikutinya.

Ekspresiku tetap normal karena berusaha mempertahankan karakter identitas Boboiboy Halilintar yang dingin dan tenang, namun hatiku berkecamuk karena merasa ada sesuatu yang tertinggal.

Seakan bagian dari diriku dibawa pergi menjauh ... .

--Escape--

Di atas lautan yang luas, dua sosok melayang saling berhadapan dengan aura yang saling menindas. Yang satu adalah seorang anak laki-laki berambut pirang dengan mata biru unik. Sisi lain adalah seorang remaja berambut putih dengan beberapa helai hitam di bagian depan dan mata hitam murni seperti malam.

Anak laki-laki itu mengangkat tangannya. Aliran program biru mengalir dari jari-jarinya.

"Aku tidak akan melepaskanmu kali ini."

Remaja itu tidak membalas, hanya mengeluarkan senandung aneh dengan seringai di wajahnya.

"Tujuh anak kembar sedang berkumpul di suatu ruangan; seseorang diklaim sakit jiwa, tinggallah enam."

Dalam sekejap, remaja itu bergerak cepat dari posisi awalnya ke jarak dekat dengan si anak laki-laki, meninggalkan jejak kilasan petir merah sepanjang lintasan.

Anak itu tidak terkejut. Dia langsung mengayunkan tangannya ke si remaja seakan telah mengetahui tindakannya.

Sebuah pedang petir berwarna merah muncul di tangan si remaja, menahan ayunan tangan si anak laki-laki dan menyebabkan gelombang kejut.

Dia melanjutkan senandungnya yang aneh.

" ... Enam anak kembar sedang melihat konser musik; seseorang mati karena syok, tinggallah lima."

Anak laki-laki itu terdorong menjauh akibat gelombang kejut. Dia menggertakkan gigi. "Berhenti menyanyikan lagu itu!"

Lawannya tidak menanggapi, justru dia mendekat dengan senjata di tangan.

" ... Lima anak kembar sedang bersembunyi; seseorang ditemukan, tinggallah empat."

Seakan menjadi gila, anak laki-laki itu bergegas untuk menyerangnya. Tangannya mengepal, tampaknya memegang sebuah senjata tak terlihat. Dia mengayunkan tangannya, berusaha untuk melukai si remaja walau selalu ditangkis oleh senjata lawan.

" ... Empat anak kembar sedang berburu; seseorang mati dikhianati, tinggallah tiga."

Mata biru anak laki-laki berubah menjadi merah dan serangannya semakin ganas. Namun si remaja dengan mudah menahan semua serangan yang dilancarkan.

"Berhenti! Berhenti! Berhenti! Berhenti!!" Anak laki-laki itu menjerit, menghabiskan semua tenaga untuk membuat si remaja berhenti bersenandung.

Tentu saja, remaja itu tidak mendengarkan.

" ... Tiga anak kembar sedang menyelamatkan diri; seseorang mati dikorbankan, tinggallah dua."

"Aaaarrrrggghhh!!!!" Anak laki-laki itu mengerahkan tenaga terakhirnya, membuat ledakan kuat pada tubuh sehingga dia melaju dengan cepat menuju si remaja.

Wajah remaja itu menunjukkan seringai lebar.

" ... Dua anak kembar sedang mencari makan; seseorang mati dibedah, tinggallah satu."

Semua itu terjadi dalam sekejap. Pedang merah menembus tubuh anak laki-laki, membuat cipratan darah mengenai kaos si remaja yang telah ternoda darah sebelumnya.

" ... Seorang anak kembar sedang duduk termenung; dia pun bunuh diri, habislah sudah."

Anak laki-laki itu memuntahkan seteguk darah. Dengan mengerahkan sedikit tenaga, dia mengangkat kepalanya,. menatap benci remaja di depannya.

"Kamu yang membunuh mereka," ucapnya dengan suara serak. Aroma besi darah memenuhi tenggorokannya, membuatnya terbatuk-batuk.

Mendengar kalimat itu, untuk pertama kalinya si remaja mengatakan hal lain selain bersenandung.

"Itu bukan aku."

Perlahan, dia menarik pedangnya. Karena benda yang menahan tubuh anak laki-laki itu ditarik, menyebabkannya jatuh dan tercebur ke laut di bawah. Sosoknya tidak pernah muncul ke permukaan, menandakan anak itu tenggelam mengikuti gravitasi.

Mata hitam remaja memandang lenyapnya tubuh di lautan.

"Selamat tinggal, Ochobot."

•••

Arbi's Note :

Sayonara, Ocho 😢

《END》 I wish I could Escape (Sebelum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang