Taufan (3)

212 54 3
                                    

Ruang makan menjadi sunyi.

Para pelayan saling melirik, bertanya-tanya apakah mereka harus tetap di sini atau keluar untuk memberi keduanya waktu berbincang. Seakan menyadari pikiran mereka, Tok Aba yang telah meminum segelas air memberi isyarat dengan tangan. Melihat isyarat ini, para pelayan segera mengakhiri tugas dan melangkah ke luar pintu.

Ketika suara pintu tertutup terdengar menggema di ruang makan, Tok Aba pun menatapku dengan mata dingin. "Bukankah sudah kukatakan? Siapa ayahmu ... Aku tidak tahu. Bahkan jika aku tahu sekalipun, tidak akan kuberitahu padamu, karena ini bukanlah urusanmu."

Aku berusaha untuk tetap menjaga ekspresi tenang. Boboiboy Taufan telah menanyakan pertanyaan ini sejak kecil. Awal pertama bertanya, dia dimarahi oleh gurunya. Kali kedua bertanya, orang tua ini menghela napas berat dan tidak menjawab. Ketiga kalinya dia bertanya, Tok Aba menjadi dingin, seolah-olah ayah Boboiboy Taufan adalah hal paling tabu dibicarakan.

Sejak itu, Boboiboy Taufan tidak pernah bertanya tentang keberadaan ayahnya lagi.

Tapi sekarang, aku yang menanyakannya.

Jawabannya sedikit berbeda dari yang terakhir kali. Aku tidak tahu mengapa dia mengubah jawabannya, namun kali ini jawaban yang diberikan membuatku merangkai berbagai kondisi yang memungkinkan keberadaan sang ayah.

Mari mulai dari awal. Di lihat dari sikap Tok Aba sejauh menyangkut pertanyaan tentang ayah, keempatnya memiliki satu persamaan, yaitu 'menolak untuk membicarakannya'. Tampaknya dia membenci sang ayah, tetapi wajah dan hati tidak menunjukkan hal itu.

Jenis perasaan kontradiksi ini sangatlah membingungkan.

Hal ini juga yang menguatkan dugaan bahwa Tok Aba benar-benar mengenal sang ayah, dalam artian keduanya pernah bertemu bahkan mengobrol bersama. Bisa saja hubungan keduanya adalah teman ... atau keluarga.

Tunggu!

Aku ingat, Tok Aba kehilangan putranya, bukan?

Apakah putranya adalah sang ayah yang tidak diketahui keberadaannya?!

Memikirkan hal ini, tanpa sadar aku menggigit lidah saat mengunyah.

Owh! Itu menyakitkan!

[Dikatakan bahwa saat makan tidak boleh memikirkan hal lain atau kamu akan tersedak.] Ochobot tiba-tiba berkata dengan telinganya yang bergoyang.

Terima kasih atas pengingatnya yang terlambat.

Sayangnya, aku tidak tersedak, melainkan menggigit lidah!

Tok Aba meletakkan peralatan makannya dan bangkit berdiri, menatapku dengan pandangan tidak jelas. "Setelah ini, beristirahatlah. Kerja keras adalah hal baik, tetapi segalanya yang berlebihan akan berakibat buruk," ucapnya seraya berlalu pergi.

Aku menghabiskan air di gelas dan mengelap sudut mulut dengan serbet makan.

"Ochobot," panggilku. Bola kuning itu melayang di depanku dan membalas, [Ada sesuatu, Master?]

"Dalam novel-novel fiksi yang memiliki ide 'sistem', biasanya setiap karakter utama meningkat, maka sistem juga akan meningkat levelnya." Mataku melirik bola kuning itu, sudut mulutku sedikit terangkat. "Jadi, seharusnya kamu juga mengalaminya, 'kan?"

Ochobot tampak gemetar sebelum menjawab dengan ragu, [ ... Ya.]

"Maka, kamu harus bisa membantuku kali ini." Mulutku semakin tersenyum puas.

[ ... Tentu.]

Dalam hati, aku berteriak penuh kemenangan.

"Kali ini, apa fungsimu yang lain?"

[Mendeteksi keberadaan orang lain dalam radius sepuluh meter.]

Mendengar ini, aku mengangkat alis. "Hanya sepuluh meter?"

[Jika Anda menginginkan lebih jauh jangkauannya, maka berusahalah lebih keras.]

Aku menutar bola mata, berusaha keras kepalamu! Aku yang bekerja dan kamu hanya menikmati hasilnya?! Bekerjalah sendiri!

.

.

.

Langkah kaki itu ringan, seakan tidak memiliki bobot menyentuh lantai. Dalam kesunyian lantai koridor, bayangan seseorang melintasi di sepanjang dinding menuju ke suatu arah.

Itu adalah sebuah pintu yang terletak di akhir koridor. Sejauh ini, tidak ada pintu lain selain lampu penerangan, jadi satu-satunya pintu kayu berwarna cokelat itu tampak menarik perhatian mata.

Sebuah kunci emas muncul dan masuk ke dalam lubang kunci. Ketika bunyi 'klik' terdengar, gagang pintu didorong ke bawah dan celah terbuka, menampakkan ruang gelap di dalamnya.

Sosok itu masuk dan pintu perlahan tertutup. Beberapa saat kemudian, lampu-lampu di koridor mati tanpa ada yang menyentuhnya.

Tempat itu menjadi tenang namun mencekam, seakan ada sesuatu yang mengerikan tersembunyi di sana.

•••

Arbi's Note :

Baik, aku ingin membuat kisah horor sebenarnya, tetapi otakku tidak ingin bekerjasama dengan hatiku dan akhirnya hanya bisa membuatnya sebatas ini😓

《END》 I wish I could Escape (Sebelum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang