Suara sirine ambulance terdengar begitu nyaring di tengah-tengah kepanikan kerumunan orang yang berada di halaman kampus.
Suara tangis dari keluarga Lee juga terdengar menyesakkan. Tak kuasa membendung air mata mereka ketika melihat sang bungsu yang terbaring pucat tidak berdaya di dalam mobil.
Bahkan kaki mereka saja terasa lemas sekedar untuk berdiri. Di sana hanya bisa terdiam seperti orang bodoh tanpa bisa melakukan apapun, membuat mereka merutuki diri sendiri.
"Aku akan pergi terlebih dulu ke rumah sakit, jadi kalian cepat lah menyusul." Jisoo berujar dengan suara gemetarnya, berusaha keras menahan diri untuk tidak menangis.
Dengan lirih mereka membalas ucapan sang sulung dengan anggukan. Merasa sesak ketika melihat betapa kacau dan paniknya Jisoo kala itu.
...
Suasana di dalam mobil ambulance yang tidak terlalu luas itu terasa sesak dan mencekam. Jisoo terus bergumam dalam rasa takut nya ketika melihat keadaan Lisa yang semakin memburuk.
Wajah mungil adiknya itu telah memucat dan seluruh tubuh nya juga terasa sangat dingin. Setiap kali Jisoo menyuntikkan obat yang dapat meredakan rasa sakit adiknya itu, disaat itulah tangannya terus gemetar tidak karuan.
"Berikan cairan epinefrin padaku lagi."
"Baik!"
Entah sudah yang keberapa kalinya benda yang runcing dan tajam itu menusuk kulit putih Lisa. Ruam merah di sekujur tubuh adiknya semakin terlihat jelas, tidak memudar sedikit pun meski sudah disuntik berkali-kali sekalipun.
"Hah..., hah...." napas yang awalnya terdengar berat itupun perlahan semakin melemah.
Menyadari hal itu Jisoo kembali mendesah gusar. Peralatan yang ada di dalam mobil ambulance tidak lengkap. Bahkan obat yang ia suntik kan ke Lisa tadi saja adalah persediaan obat yang selalu ia bawa kemana-mana.
"Ukh, kenapa seperti ini... Kenapa terjadi lagi."
Rasa takut mulai menyergap membuat yeoja itu tak kuasa berpikir jernih. Suara napas Lisa yang melemah membuat Jisoo merasa sesak. Hingga air mata yang sejak tadi ia tahan pun akhirnya luruh karena tak sanggup di bendung lagi.
"Jisoo-ssi, pasien mengalami henti napas!"
Deg
Jisoo tersentak, dengan panik ia kembali menatap Lisa. Benar, yeoja itu tak lagi mendengar suara napas sang adik walau selemah apapun itu. Jika sudah seperti ini, bisa-bisa Jisoo akan kehilangan akal sehatnya. Ia terlanjur takut dan kebingungan. Menghadapi seorang pasien yang merupakan adiknya sendiri.
"Apa yang kau lakukan, eoh? Kau sudah berjanji akan baik-baik saja, kan? Lalu apa sekarang? Jangan buat aku takut, Lisa." Sekuat tenaga Jisoo berusaha menyingkirkan rasa takut yang menyelimuti nya.
Sebagai seorang dokter yang bisa ia lakukan sekarang adalah melakukan CPR untuk mengembalikan jalan napas Lisa. Namun tetap saja Jisoo tidak mendapatkan tanda-tanda apapun. Membuat nya menggeram marah karena sampai sekarang mereka juga belum tiba di rumah sakit.
"Ya! Apa kalian ingin membunuh adikku secara perlahan?! Bawalah lebih cepat!"
"Tapi---"
"Kalian tidak dengar?! Cepat atau aku---"
"Be-berhasil!" perhatian Jisoo sontak teralih saat mendengar suara dari salah satu perawat. Jantung nya yang sejak tadi berdegup kencang itu perlahan tenang karena kembali mendengar suara napas sang bungsu meskipun sangat samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside You[End]✔
Cerita PendekMereka disatukan oleh sebuah hubungan dalam ikatan persaudaraan. Tidak akan ada yang bisa memutuskan ikatan ini. Baik jarak, bahkan kebencian sekalipun.