SPESIAL PART (Gerald Bagaskara)

10.3K 620 68
                                    

Ini sebenernya lapaknya bonus chapter tapi udah aku hapus dan ganti jadi lapak Gerald.

Oke. Langsung aja, cuplikannya

Happy reading 💜

-----

“Bang!”

Gerald tersentak kaget saat tiba-tiba merasakan tepukan pada pundaknya. Ia menoleh mendapati adiknya, Galen dengan rantang di tangannya yang sekarang menatapnya datar tanpa expresi.

“Eh? Kapan dateng? Ngagetin Abang aja. Lain kali ketuk pintu, main nyelonong aja," gerutu Gerald.

Laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju sofa diikuti Galen dengan malas.

Galen yang mendengar itu memutar matanya malas. Abangnya ini kebiasaan. Kalau sudah melamun pasti tidak sadar apa pun. Mungkin kalau bom meledak di ruangannya, Abangnya ini tidak akan sadar juga.

“Abang aja yang budek. Galen tadi udah ketuk pintu seratus kali Abang enggak denger. Ya udah, Galen masuk aja. Tadi juga Galen udah panggil-panggil tapi Abang aja yang keasyikan ngelamun,” jawab Galen mendudukkan dirinya di sofa.

“Mana ngelamunnya sambil senyum-senyum lagi," tambah Galen mengejek.

“Masa? Kok Abang enggak denger kamu ketuk?" celetuk Gerald.

“Misi? Kik ibing gik dingir," ucap Galen menye-menye.

“Galen tebak. Abang pasti lagi mikirin gebetan Abang itu, kan?” tebak Galen.

Gerald mendelik. Ia ingin protes tapi ia urungkan karena adiknya yang satu ini kelewat peka. Jadi ia tidak bisa berbohong.

“Emang jelas banget ya kelihatannya?” Galen mengangguk.

“Banget, Bang. Sampe mata Abang ngeluarin lope lope," kelakar Galen

“Abang serius." Gerald berucap lagi.

Galen terkekeh. “Iya, maaf. Keliatan banget Abangnya lagi bucin sama Dokter Alisa.”

"Abang enggak bucin," elak Gerald.

Galen menggeleng. “Saran Galen nih ya, Bang. Mending Abang cepet-cepet pacarin atau enggak lamar Dokter Alisa. Gak takut apa Bang, keduluan yang lain? Dokter Alisa itu cantik loh, Bang. Lemah lembut juga. Siapa juga yang enggak mau sama Dokter Alisa?" tutur Galen

"Bukannya Abang enggak mau. Tapi Abang belum siap aja. Abang ... Abang enggak- maksudnya belum mau. Tunggu waktu yang tepat aja. Sama tunggu Abang siap. Abang enggak mau buru-buru,” jawab Gerald.

"Iya, pas Abang udah siap Dokter Alisanya udah nikah sama yang lain."

"Jangan gitu lah,” ucap Gerald cepat.

"Ya makanya grecep dong, Bang. Lemah banget. Abang payah! Awas nanti Dokter Alisanya diembat cowok lain baru tahu rasa Abang,” peringat Galen.

Gerald terlihat berpikir sejenak. Benar, dari dulu ia memang agak grogi jika menyangkut masalah perempuan. Kalau di tanya bagaimana caranya mendekati perempuan, dia nol besar. Otak boleh saja pintar. Tapi kalau masalah cinta-cintaan dia angkat tangan. Bukannya tidak bisa, hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya di depan perempuan itu saja. Ia terlalu fokus pada cita-cita dan adik bungsunya membuatnya tidak tahu menahu soal pacaran.

“Terus Abang harus gimana? Abang kan enggak berpengalaman soal cinta-cintaan. Kamu ada saran enggak buat Abang?” tanya Gerald.

Galen berpikir sejenak. Cowok dengan pipi tirus itu terlihat menghentakkan kakinya yang menyilang sembari berpikir membantu mencarikan solusi untuk abang payahnya ini. Matanya bergerak liar melihat-lihat sekitar. Senyumannya mengembang kala melihat rantang nasi yang ia bawa tadi. Ia juga mempunyai sedikit ide mengerjai abangnya ini. Ia sudah terlalu gemas dengan Gerald yang menurutnya terlalu kaku dalam hal percintaan. Mengerjai abangnya yang satu ini mungkin akan menyenangkan.

“Bang. Galen punya ide,” ucap Galen.

Gerald menoleh. “Ide apa?"

Galen mengambil rantang yang ia bawa tadi dan memberikannya pada Gerald membuat alis Gerald bertautan bingung.

“Ini kenapa kamu kasih Abang rantang, sih? Abang pengen ide, bukannya makan. Nanti Abang makan kalau udah dapet ide,” celetuk Gerald.

Lagi, Galen memutar matanya malas. Tingkat kepekaan abangnya ini sungguh minim. Sudah begitu suka sekali menyela ucapannya. Kan ia belum mengusulkan idenya.

“Bukan. Siapa juga yang nyuruh Abang makan. Maksud Galen, iya sih Galen suruh Abang makan. Tapi enggak sendiri."

"Maksudnya?"

"Ck! Abang keluar deh sekarang. Terus ajak Dokter Alisa makan bareng ke kantin. Mumpung Abang enggak lagi ada pasien juga. Jadi gunakan waktu sebaik mungkin."

Gerald mangut-mangut paham."Iya-ya. Kok Abang enggak mikir ke sana. Eh, tapi apa Dokter Alisa mau makan bareng Abang?"

"Kan Abang belum coba, jangan pesimis dulu."

"Tapi kamu yakin masakan kamu enak buat Dokter Alisa?"

Galen berdecak. Ia agak tersinggung dengan ucapan Abangnya.

"Kalau enggak enak mana mungkin Galen punya restoran bintang lima di London, Abang." Galen berucap gemas. Ah, ingin sekali ia menendang bokong abangnya ini saking gemasnya.

"Tapi Abang agak grogi. Soalnya Abang-“

"Bang, mending Abang pergi sekarang. Tadi Galen liat Dokter Alisa lagi sama Dokter Firman. Kayaknya Dokter Firman mau ngajakin Dokter Alisanya makan deh. Udah gitu tadi Galen liat mereka ketawa-ketawa bareng cocok gi-“

"Ya udah Abang pergi!" Final Gerald dengan emosi yang terlihat dari wajahnya.

Galen tergelak melihat telinga abangnya yang memerah. Ia yakin abangnya itu tengah menahan kesal sekarang. Gitu-gitu abangnya itu orangnya posesif tingkat akut. Dia tidak suka miliknya diganggu. Ya, walaupun Dokter Alisa belum menjadi miliknya tapi tetap saja abangnya itu tidak suka. Ia yakin abangnya itu sekarang tengah kesal.
Apalagi mendengar pintunya ditutup kasar tadi. Ah, bener-bener menyenangkan membuat Abangnya itu emosi.

Sekarang tinggal dia saksinya perang dunia ke delapan antara dua sahabat Firman juga Gerald.

------

Kisahnya masih panjang. Belum liat si Gerald marah liat Gebetan nya di ajak sahabatnya sendiri. Tapi kita sampai sini dulu, padahal part ini di sini seru. Lanjutnya di bukunya nanti ya hehe

Mau Abang nya yang mana lagi nih?

Alara's Brothers (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang