Alara perlahan membuka matanya. Hal pertama yang ia rasakan adalah rasa nyeri pada tangan kirinya. Matanya terasa perih. Mungkin akibat ia menangis beberapa jam yang lalu terlalu lama.
Tangan kanannya bergerak melepas masker oksigen dari wajahnya. Ia menoleh ke arah jam dinding di sampingnya. Di sana tertera jam 7.40 malam. Ia menghela nafas panjang, makan malam sudah lewat beberapa menit lalu.
Matanya mulai berkaca-kaca kala mengingat kejadian beberapa jam lalu. Apa para Abangnya itu benar-benar marah padanya? Sampai-sampai tak membangunkan nya makan malam bersama? Apa para Abangnya ini benar-benar tak lagi memperdulikannya?
Tak bisa di tahan. Air matanya yang ia tahan akhirnya meluruh jatuh pada pipinya mengingat setiap kata yang ia lontarkan pada para Abangnya seakan menghantuinya. Kata-kata yang ia lontarkan tadi terus terngiang-ngiang pada pikirannya.
Alara semakin terisak pelan. Ia tak peduli lagi jika ia akan kambuh. Ia tak tahan, ia tak bisa menahan air matanya agar tak jatuh terisak, dengan terus mengucapkan kata maaf pada sela tangisannya, walaupun ia tau para Abangnya itu mungkin tak bisa mendengar nya.
Menyebut nama Abangnya satu persatu sambil terisak .
"Abang Kenan ..maafin Al Bang ..Bang Gerald.. Bang Galen... Maafin Al huuu...maafin Al,"
Ia tak peduli jika ingus, air liur, dan air matanya bercampur jadi satu dan membuatnya kacau kembali
"Bang Zo Bang Zie Maafin Al," isakan Alara terdengar pilu
Matanya kini sudah membengkak akibat terus menangis. Ia memejamkan matanya sambil terus terisak. Jika saja ada mesin waktu yang bisa membuatnya kembali ke masa lalu. Dia tidak akan pernah mengucapkan kata itu pada Abangnya. Tidak akan pernah!
Beberapa menit berlalu, Alara masih menangis. Namun tangisannya terhenti kala mendengar pintu terbuka. Hatinya sangat berharap jika itu adalah salah satu Abangnya.
Perlahan ia membuka matanya menatap kearah pintu. Harapannya hilang ketika ia tidak melihat salah satu Abangnya, melainkan Rose salah satu pelayannya dengan membawa nampan yang ia yakini adalah makan malam untuknya.
Alara membuang muka ketika Rose melangkah kearahnya dengan membawa nampan berisi makanan itu.
"Nona, Nona Alara sebaiknya makan malam dulu. Dari tadi siang Nona belum makan sedikit pun," bujuk Rose pada Alara
Alara menoleh ke arah Rose. "Al gak mau makan. Al maunya Abang, "ujar Alara gemetar
"Tapi Nona. Dari tadi siang Nona belum makan sedikit pun. Nona makan ya," bujuk Rose lagi tak menyerah.
Al menggeleng keras. Ia mulai terisak lagi. Biasanya para Abangnya yang akan membujuknya jika ia tidak mau makan. Biasanya mereka yang akan menghibur nya jika dia tengah bersedih. Tapi sekarang para Abangnya itu justru tak membangunkannya makan malam bersama dan tidak membujuknya.
Sebegitu besarkah kesalahannya?
"Al gak mau makan. Al maunya Abang. Al mau makan kalau di suapin Abang. " Racaunya sambil terisak
"Tapi Nona. Ini perin_
"Gak mau!! Al gak mau makan! Al maunya Abang!! Pokoknya Al mau Abang; Huaaaa Abang. Abang maafin Al Bang. Al janji gak ngulangin lagi. Maafin Al. " Isak Alara menggema di seluruh sudut ruangan kamar nya
"Nona. Nona Alara jangan seperti ini .Nanti asma Nona kambuh lagi." Bujuk Rose memberanikan dirinya memeluk tubuh majikan mudanya.
Ia mengerti dengan anak majikannya ini. Sangat mengerti malahan. Alara seorang yang manja pada para Abangnya. Apa-apa harus dengan Abangnya.
Jadi ia tidak heran sekarang anak majikannya ini ingin hanya Abangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara's Brothers (Telah Terbit)
Teen Fiction"Siapa sih yang gak seneng punya Abang-abang ganteng kek patung pahatan Yunani? Pinter- pinter pake banget pula, seneng banget 'kan? Ada yang perhatiin, disayangin dan di kabulin apapun keinginan kita asalkan itu baik . Tapi gak bagi gue, punya Aban...