8. Sosok Oma

3.3K 655 19
                                    

Suara derap langkah kaki yang cepat terdengar memenuhi lorong rumah sakit. Seorang wanita berusia hampir 70 tahun melangkah tergopoh. Tubuhnya tampak begitu sehat meskipun usianya hampir menginjak kepala tujuh. Sorot matanya yang begitu bijak dan menenangkan itu terlihat panik bercampur dengan khawatir. Ia terus berjalan hingga tiba di depan sebuah kamar.

Jasmine. Nama itulah yang tertulis di pintu kamarnya.

Ragu-ragu, tangannya memegang handle pintu. Ditariknya napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Tidak, ia tak boleh terlihat menangis ketika berada di hadapan Jasmine.

Setelah beberapa detik berlalu, akhirnya ia kuatkan diri untuk membuka pintu tersebut.

"Oma?"

Sebuah suara menyambutnya. Itu suara Jasmine. Suara yang begitu ia rindukan.

"Jasmine sayang, cucu Oma," wanita itu bergegas menghampiri Jasmine dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Oma kapan datang? Kenapa nggak bilang kalau mau datang?" tanya Jasmine.

Oma melepaskan pelukannya. Ia menatap Jasmine dengan tatapan marah. "Kamu yang kenapa nggak bilang kalau lagi sakit, sayang?"

"Maafin Jasmine, Oma." Jasmine menunduk, menghindari tatapan Oma yang sejak dulu ia takuti ini. Jika Oma sudah menatapnya seperti itu, berarti sebuah kesalahan besar telah Jasmine lakukan.

"Jangan diulangi lagi, ya, sayang. Jangan bikin Oma khawatir lagi," ucap Oma melunak. Tatapan marah itu telah berubah menjadi khawatir dan iba.

Jasmine menurut dan mengangguk. Layaknya anak kecil yang ketahuan diam-diam memakan coklat dari kulkas.

Ah, bagi Oma, Jasmine akan selalu menjadi cucu kecilnya. Tak akan pernah ia tega memarahi seorang cucu kecilnya seperti ini. Ia masih ingat bagaimana gadis kecilnya ini menangis ketika ibunya pergi meninggalkannya. Ia juga masih ingat bagaimana Jasmine tersenyum manis setiap kali melihatnya datang. Tangis dan senyum itu masih sama. Tak berubah walau tahun-tahun telah berlalu. Jasmine masih menjadi gadis kecil yang sama.

Dan kini, melihat Jasmine yang terbaring tak berdaya, dengan tubuh yang semakin menyusut, membuat hatinya tercabik.

"Gimana keadaan kamu, nak?" tanya Oma.

"Sudah baikan, Oma," jawab Jasmine. "Oma nanti nginap, kan?"

"Iya, sayang. Nanti Oma nginap sampai Jasmine keluar dari rumah sakit," jawab Oma.

Seulas senyum merekah di wajah Jasmine, matanya membulat. "Berarti nanti siang Jasmine bisa makan masakan Oma?" tanyanya penuh harap.

Oma tertawa kecil. "Enggak, sayang. Kamu harus makan makanan rumah sakit, nggak boleh makan sembarangan dulu."

"Tapi masakan rumah sakit nggak enak," ujar Jasmine. Wajahnya berubah sedikit murung.

Oma kembali tertawa kecil. Ah, murung yang sama seperti ketika ia tak dibolehkan makan coklat kesukaannya.

"Iya, iya. Nanti akan Oma bawakan masakan buat kamu," jawab Oma akhirnya. Ia tak akan pernah tega melihat wajah Jasmine yang memohon seperti itu. Ujung-ujungnya pasti ia lakukan apapun untuk Jasmine. Untuk kembali melihat senyum di wajah gadis kecilnya.

Mata Jasmine kembali membulat. "Makasih, Oma!"

"Iya, sayang. Sekarang kamu tidur dulu, gih. Istirahat," ucap Oma sembari menyelimuti Jasmine.

Jasmine menurut dan merebahkan dirinya ke kasur. Dia sudah tidur panjang semalaman, namun entah mengapa rasanya mudah sekali baginya untuk tertidur. Seolah-olah tubuhnya sedang memuaskan diri dari insomnia yang biasa menyerangnya.

Melodi untuk Jasmine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang