20. Melodi dari Jasmine

2.8K 494 87
                                    

Jasmine menatap kagum bintang di langit, sementara Evan menatap kagum Jasmine di sebelahnya. Jujur, bukan tempat ini yang indah baginya, namun bisa duduk di sini menikmati malam bersama Jasmine-lah yang membuatnya terasa begitu indah.

Mereka duduk di tengah tanah datar yang kosong di salah satu perbukitan di Bandung. Tak ada seorang pun di sini, seolah ini memanglah surga tersembunyi yang ditemukan oleh Jasmine. Bukit ini tampaknya merupakan tempat wisata yang banyak dikunjungi puluhan tahun lalu, namun karena kalah persaingan tempat ini akhirnya terbengkalai begitu saja.

Ada banyak bangku di tempat ini, namun sepertinya yang masih layak digunakan dan cukup bersih adalah bangku yang mereka duduki saat ini. Di langit terdapat hamparan bintang yang begitu indah, dan di bawah mereka terdapat hamparan kerlipan lampu perkotaan.

Kemacetan ibukota di akhir pekan memang cukup menghambat perjalanan mereka hari ini. Mereka sampai ketika petang telah datang, menyisakan sebuah pemandangan menakjubkan di hadapan Evan dan Jasmine.

"Nggak capek lihatin aku terus?" tanya Jasmine yang masih menatap langit.

"Nggak," jawab Evan langsung.

Jasmine langsung tertawa mendengar jawaban Evan.

"Kamu suka, kan?" tanya Evan.

"Bisa ke sini?" tanya Jasmine.

"Bisa aku lihatin sedekat ini," jelas Evan.

"Bukannya kamu yang suka?" balas Jasmine meskipun ia sendiri tersenyum tersipu.

"Apa masih perlu ditanya?" sahut Evan. "Bahkan kamu lebih cantik daripada bintang di atas sana, Jess."

"Kamu diajarin gombal sama siapa, sih?" tanya Jasmine yang langsung larut dalam senyum manisnya.

Deg. Senyum itu mampu membius Evan seketika. Abaikan kalimat-kalimat gombal yang dia ucapkan tadi, semua itu kini berbalik ke arahnya begitu melihat Jasmine tersenyum. Ia yang salah tingkah sekarang, kehabisan seluruh kata-katanya.

"Van," panggil Jasmine. Ia telah kembali larut pada bintang di langit sana.

"Ya?"

"Kamu ingat aku pernah bilang nggak tahu apa mimpiku sebenarnya?" tanya Jasmine.

Evan mengangguk. "Ingat. Kenapa?"

"Sebenarnya waktu itu aku bohong," lanjut Jasmine.

"Maksudnya?"

"Aku punya mimpi, Van. Aku mau jadi seorang pianis. Nggak perlu terkenal, yang penting bisa membahagiakan orang-orang yang sama kesepiannya seperti aku." Jeda sejenak. Jasmine menarik napasnya dalam-dalam, seolah membutuhkan kekuatan baginya untuk meneruskan ceritanya. "Tapi mimpi itu sekarang sudah hilang. Bisa sembuh saja merupakan sebuah mimpi bagiku," lanjutnya.

"Nggak ada mimpi yang berakhir, Jess. Itu yang selalu kamu bilang ke aku, kan?"

"Beda, Van." Ada senyum getir di akhir ucapan Jasmine. "Di sini, aku yang berakhir."

"Jess, apa boleh aku buat satu permintaan?" tanya Evan.

"Apa?"

"Ciptain satu lagu untuk orang-orang kesepian itu," jawab Evan.

"Aku sudah buat lagu itu." Jasmine tersenyum malu sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kamu mau dengar?"

Evan mengangguk semangat. "Nanti biar aku rekam permainan piano kamu."

***

Jasmine mengajak Evan pergi ke sebuah rumah besar di Bandung. Seorang satpam membukakan pagar agar mobil mereka bisa masuk. Jasmine membuka lebar kaca jendela mobil Evan.

Melodi untuk Jasmine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang