29. I am Falling in Love

2.1K 427 39
                                    

Hari-hari kembali berlalu. Tanpa terasa Ujian Akhir Semester pun tiba. Membuat setiap siswa kembali sibuk dengan pelajaran-pelajaran yang mereka pelajari satu semester ini. Tak terkecuali Evan, Gary, dan juga Alya.

Kesibukan itu tentu menguras waktu Evan bertemu dengan Jasmine. Evan harus mulai mengejar ketertinggalannya pada nilai mulai dari sekarang. Nilainya perlahan meningkat pesat, menghapuskan keraguan dari guru-guru atas sifat pemalas dan suka menyontek Evan. Tak ada lagi guru yang meremehkannya. Dan Pak Roni, meskipun Evan masih tak ingin bergabung dalam olimpiade, merasa senang dengan hal tersebut. Ia bangga karena ada anak didiknya yang mampu berubah dan berusaha kembali mengejar nilai-nilainya.

Sedangkan Pak Bowo? Tentu saja itu merasa kesepian karena tak lagi bertemu Evan dan Jasmine, murid paling sering telatnya, di pagi hari. Namun tetap saja ia ikut bangga pada Evan yang berubah. Terkadang, Pak Bowo ikut makan siang bersama Evan dan Gary, seperti yang pernah ia lakukan dulu di kantin. Berbincang sambil sesekali menanyakan kondisi Jasmine. Ia juga sudah pernah menjenguk Jasmine sekali, untuk mengetahui kondisinya dan melepas rindu pada anak didiknya.

Gary dan Alya juga sering menjenguk Jasmine setelah pulang dari olimpiade. Mereka mampu meraih juara pertama, tentu saja. Mereka sering berbincang berempat bersama Evan juga. Lalu di akhir hari, Alya dan Gary pun pulang, memberikan waktu untuk Evan dan Jasmine berdua saja.

Dan kini, ketika UAS datang, menyita waktu mereka berempat untuk bertemu. Mereka kadang masih datang sebentar sepulang ujian, namun tak lagi setiap hari. Evan masih sering berkomunikasi dengan Jasmine, namun tak lagi seintens sebelumnya. Ini karena Jasmine yang melarangnya dan menyuruh Evan untuk lebih fokus pada ujiannya.

Jasmine sendiri masih sibuk dengan berbagai pengobatannya. Ia sudah pulang dari rumah sakit, namun masih harus benar-benar menjaga kondisinya. Tak boleh kelelahan barang sedikitpun. Rambutnya perlahan rontok akibat efek dari kemoterapi yang dijalaninya. Ia juga masih sering mengalami pusing dan muntah karena semakin parahnya kanker yang menggerogotinya. Namun setengah mati ia menyembunyikan hal itu dari orang-orang di sekitarnya. Ia hanya tak ingin membuat orang di sekitarnya khawatir.

Telepon Jasmine berdering. Nama Evan muncul di layarnya. Seulas senyum terbit di wajahnya.

"Nggak belajar?" tanya Jasmine begitu mengangkat teleponnya.

"Serius itu kalimat pertama yang kamu ucapin ke aku, Jess? Bukan halo, atau apa kabar, atau hari ini gimana, gitu?" protes Evan.

"Bukan," jawab Jasmine tertawa.

Evan mendengus dalam protesnya. "Iya, ini aku baru selesai belajar. Makanya baru telepon jam segini," jawabnya akhirnya.

"Besok ujian apa?" tanya Jasmine.

"Kimia sama bahasa Indonesia," jawab Evan.

"Susah, nggak?" tanya Jasmine lagi.

"Jess, bisa nggak, nggak bahas pelajaran gini?" protes Evan.

Jasmine sontak tertawa.

"Aku udah capek belajar, masih mau kamu tanya-tanyain lagi? Lama-lama kamu minta aku ajarin Kimia, lagi," lanjut Evan kesal.

Jasmine masih asyik melanjutkan tawanya.

"Senang?"

"Iya," jawab Jasmine.

Evan tersenyum. Mendengar tawa Jasmine adalah kebahagiaan sendiri baginya. "Aku mau nyanyiin kamu sesuatu, Jess," ucap Evan. "Kamu mau dengar?"

"Lagu apa?" tanya Jasmine.

"Dengerin aja dulu. Kamu mau, kan?"

"Mau," jawab Jasmine sambil tersenyum.

"Dengerin sampai akhir, ya. Awas sampai ketiduran!" ancam Evan bergurau.

Melodi untuk Jasmine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang