26. Harapan Irina

2.2K 432 31
                                    

"Evan!" teriak Pak Bowo begitu melihat Evan melenggang dengan santainya. "Ini sudah jam berapa! Kamu telat lagi, hah?" protesnya. Sudah beberapa minggu berlalu tanpa ada Evan yang datang terlambat. Tentu hal itu merupakan hal yang menggembirakan bagi pak Bowo. Akhirnya salah satu anak didiknya bertobat.

"Jam tujuh, pak," jawab Evan santai.

Pak Bowo mendesah panjang. "Tunggu sini. Saya mau absen anak lain dulu," ucapnya selagi berlalu ke anak telah yang lain.

Evan hanya mengangguk. Tetapi mengapa ia tak ikutan diabsen dan ditanya seperti anak lain?

Setelah selesai mengabsen anak lain, Pak Bowo berjalan ke depan barisan anak telat. "Kalian semua bersihkan toilet belakang!" pintanya. "Dan Evan, saya mau bicara sama kamu," ucap Pak Bowo.

Evan hanya mampu mengikuti Pak Bowo dengan tatapan tanya. Apa yang ingin Pak Bowo bicarakan? Apa Pak Bowo ingin memarahinya karena terlalu sering telat? Tetapi, kan, dia sudah jarang telat akhir-akhir ini.

Pak Bowo duduk di salah satu bangku halaman sekolah yang sejuk. Ia memberi isyarat pada Evan untuk duduk di sebelahnya.

Evan pun menurut. "Ada apa, pak?" tanyanya begitu duduk di samping Pak Bowo.

"Saya sudah dengar tentang Jasmine," ucap Pak Bowo.

Evan menunduk. Ternyata ini yang ingin Pak Bowo bicarakan. Ucapan Pak Bowo barusan membuatnya kembali teringat pada kondisi gadis itu. Bohong jika ia tak apa dengan kaki Jasmine yang tak lagi bisa digerakkan kemarin. Ia hancur melihat Jasmine yang tak berdaya seperti itu, namun setengah mati ia tutupi perasaan hancurnya itu. Bukan itu yang Jasmine butuhkan. Melihat dirinya yang hancur malah akan membuat Jasmine lebih sedih lagi.

"Kamu dekat dengan Jasmine, kan? Beberapa kali saya melihat kamu belajar bersama dia waktu sore," tanya Pak Bowo.

Evan perlahan mengangguk.

"Jadi kamu sudah tahu lebih dulu tentang kondisi Jasmine?" tanya Pak Bowo lagi.

Evan kembali mengangguk.

Pak Bowo menarik napas panjang. "Pasti berat. Bagi Jasmine, keluarganya, dan juga kamu."

Kali ini Evan hanya diam.

"Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Pak Bowo.

"Lebih buruk daripada terakhir kali ia masih masuk sekolah, Pak.

Pak Bowo mengangguk prihatin. Sungguh malang anak didiknya yang satu ini.

"Tapi dia masih punya semangat untuk hidup. Dan saya yakin itu cukup untuk membantunya sembuh," lanjut Evan.

"Dia pasti beruntung bisa bertemu dan dekat dengan kamu," ujar Pak Bowo.

Evan menggeleng pelan. "Justru saya yang beruntung bisa bertemu dia, Pak."

Pak Bowo menoleh penuh tanya.

"Saya banyak berubah karena dia."

Pak Bowo tersenyum tipis, paham. Memang benar Evan telah banyak berubah akhir-akhir ini. Dan ternyata itu karena Jasmine.. "Tolong titipkan salam saya pada Jasmine."

***

"Jasmine!" pekik Alya begitu memasuki kamar rawat Jasmine. Ia segera berlari menghampiri Jasmine dan memeluknya.

"Hai, Al," sapa Jasmine sambil memeluk Alya balik.

Evan dan Gary menyusul masuk dan mendekati Jasmine.

"Hai, Jess," sapa Gary.

"Hai, Gar," sapa Jasmine balik sambil melepaskan pelukannya dari Alya.

"Kamu gimana? Sudah baikan?" tanya Alya khawatir.

Melodi untuk Jasmine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang