Jangan lupa tinggalin vote dan komen yaa~
I'll be grateful for that!!Harusnya Haechan bahagia karena sebentar lagi mereka akan pergi ke kampung halaman Jeno, bertemu dengan Neneknya. Dia bahkan sudah mempersiapkan satu koper berisi pakaian mengingat Haechan yang meminta pada Jeno untuk tinggal beberapa hari di sana. Penat dengan kehidupan perkotaan yang riuh, Haechan ingin mencoba menenangkan diri dengan tinggal di pedesaan. Hanya saja─
"Ma, kenapa harus ikut sih? Mengganggu saja."
"Mama kan ingin lihat juga bagaimana keadaan rumah Jeno di kampung, bertemu dengan Neneknya. Memangnya tidak boleh??"
"Boleh kok, Tante..."
"Itu! Jeno saja mengijinkan masa kamu tidak, Chan?"
Haechan menyilangkan tangannya di depan dada lalu merengut kesal. Beberapa saat kemudian dia menoleh ke belakang, sengaja menunjukkan eskpresi kesalnya pada Seungkwan.
"Kita mau ke pedesaan bukan ke fashion week, Ma."
"Memangnya kenapa?? Ke desa tidak boleh berdandan? Mama ini pemeran utama kalau di luar rumah, Chan. No one, i said no one could ever stop meh!"
Haechan menyerah. Dia tahu dia harusnya tidak berdebat dengan Mamanya itu karena mereka sama kerasnya, sama batunya. Harus ada salah satu yang mengalah agar tidak menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan. Untuk saat ini, Haechan memilih mengalah dengan wanita satu itu. Dia sempat menatap Jeno dengan sinis sebelum mengarahkan pandangannya ke depan. Padahal kan Haechan ingin menghabiskan lebih banyak waktu berdua dengan Jeno. Dasar Ibu-ibu tidak peka! Begitu batin Haechan.
Awalnya Seungkwan memutar lagu agar bisa menunjukkan suara emasnya, tapi baru selesai dua lagu wanita itu sudah tidak bersuara lagi. Saat Jeno melihat melalui kaca rear-view, Seungkwan sudah ketiduran. Wanita itu membaringkan tubuhnya di kursi belakang menggunakan ransel Jeno sebagai alas kepala tak lupa neck pillow agar lehernya tidak sakit.
"Ckckck, katanya tidak akan tidur, katanya mau temani kamu menyetir sampai tiba di rumah Nenek. Belum 10 menit sudah pingsan saja si Nyonya."
"Tak apa Chan, biarkan saja. Mungkin Mamamu mau menyimpan tenaga lebih untuk nanti."
Jeno membuka tangannya di dekat porsneleng seakan meminta Haechan untuk menggenggamnya. Langsung terkabul dengan tangan Haechan yang dia letakkan di atas tangan Jeno, menautkan jari-jari mereka, tersenyum satu sama lain sebelum Jeno kembali fokus ke jalan. Menyetir satu tangan bukanlah masalah bagi pria itu.
Hebatnya Seungkwan tidak bangun-bangun hingga mereka tiba di kampung Jeno. Padahal mereka ada dua kali singgah. Pertama di rest stop lalu kedua di supermarket membeli keperluan Haechan seperti sikat gigi dan peralatan mandi lainnya. Sudah dibangunkan tapi hasilnya nihil. Entah, mungkin jiwa Seungkwan sedang berkelana ke alam ghoib.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Fall in Love - NoHyuck -
FanfictionBekerja di perusahaan majalah ternama adalah impian Lee Jeno sejak duduk di bangku menengah atas. Menyisihkan uang jajannya demi membeli majalah fashion adalah hal yang paling dia senangi, hingga kini impiannya terwujud dengan diterimanya Lee Jeno d...