______
Disclaimer : Cerita ini tidak bermaksud untuk menyinggung atau menjelekkan suku tertentu. Segala macam kebetulan dalam cerita dan keadaan pembaca adalah kebetulan belaka.
______
Suara kipas angin dinding menjadi konsentrasi utama semua orang di kelas. Sudah hampir jam lima, tapi Patrick belum muncul juga. Hari ini sidang kasus makrab bakal digelar. Tapi sebelum menghadap pimpinan kampus, panitia minta kumpul internal.
Mima, Sani dan Lukas udah duduk rapi di barisan ketiga, diantara perwakilan panitia dan komunitas etnis batak. Beberapa anak etnis melirik ke arah Mima dengan tatapan meneliti.
"Abangmu jadi dateng?" bisik Lukas. Mima menggeleng.
Bang Jon terjebak di Bali buat ngurus proyek merger perusahaan. Poin plusnya, Mima bisa handle sendiri masalah ini. Minusnya, Mima gak tau gimana caranya.
Pintu terbuka, gak lama kemudian Patrick masuk. Suasana langsung berubah.
Dan sidang pun dimulai.
Sejauh ini gak banyak yang dibicarakan. Hanya kronologi dan beberapa denah tempat. Mima sendiri baru ditanya sekali. Lukas yang banyak jawabin pertanyaan, lebih tepatnya curhat.
"Oke oke cukup. Sekarang coba Yemima yang cerita," kata ketua panitia. Mima menegapkan badan dan berhenti memainkan kukunya.
Mima menceritakan apa yang terjadi dengan gugup. Gimana engga? Semua orang diam dan memperhatikannya bicara. Ini sih lebih menegangkan dari kejadiannya sendiri. Apalagi Mima bukan tipe pencerita yang baik. Sani dan Lukas berniat membantu tapi hanya Mima yang paham kejadian aslinya.
Perwakilan etnis ngotot kalau panitia yang asal nuduh. Tapi panitia membantah karena bukti paling kuat memang mengarah ke salah satu anggota komunitas. Pertemuan ini gak menemukan jawaban. Dekan akhirnya meminta siapapun yang merasa bertanggung jawab untuk mengaku aja.
"San, aku harus gimana?" bisik Mima lirih. Sahabatnya menggeleng pelan. Mima jadi semakin pusing.
"Coba Mim, ceritain lagi dari awal. Bisa ngira-ngira gak tempat pas kamu tertinggal?"
Mima gugup dan seketika lupa akan tempat asing itu. Pikirannya membeku.
"Ceritain aja. Gak apa-apa, gak usah takut,"
Tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu depan. Patrick membuka pintu dan membiarkan seseorang masuk.
"K-kak,"
"Permisi,"
"Oh siapa ini?" tanya salah satu perwakilan etnis.
"Saya Jonathan Sebastian, Bang. Saya yang kebetulan ketemu sama Mima waktu kejadian terjadi,"
"Dia yang bantu Mima nyari panitia,"
Gak lama setelah itu, Bastian duduk di samping Mima.
"Bastian yang anak Fiskom itu ya?" tanyanya lagi. Bastian mengangguk mantap, melirik Mima yang masih terkejut.
"Dikontak Bang Patrick," bisik Bastian ke Mima yan masih melongo.
Akhirnya, Bastian bercerita tentang kronologi bagaimana Mima ditemukan. Untungnya waktu itu Bastian ingat waktu kejadian, cerita Mima yang gak lengkap bisa diselesaikan.
Sayang, dari perwakilan etnis menolak dituduh kalau salah satu dari mereka memotong tali pengikat Mima.
"Sekarang gini deh. Ada dari kita yang liat siapa yang motong? Adek ini aja enggak! Jadi kami gak mau kalau jadi satu-satunya yang dituduh di sini! Panitia mana? Kenapa gak ikut ditanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing Everything
Teen Fiction"saat manusia merasa tahu segalanya" Mima kembali ke Salatiga untuk kuliah. Bukan keinginan, tapi karena Tante yang meminta. Mima berusaha supaya latar belakang keluarga gak mempengaruhi penilaian orang atas dirinya. Dalam usaha mencari jati diri, i...