What if all this counts for nothing
Everything I thought I'd be?What if by the time I realizeIt's too far behind to see?
- Pluto Projector, Rex Orange Country
Di sela makan siang, mata Mima gak berhenti menatap belakang punggung Bastian. Tepat di belakangnya, beberapa panitia yang ngetawain dia waktu rapat duduk.
Kalau diinget-inget, ketimbang takut, Mima lebih banyak marah. Marah ke diri sendiri karena ngebiarin semua terjadi begitu aja.
Bastian ngerasa dia diperhatikan. Tapi begitu ia menangkap pandangan Mima, ia tahu kalau bukan dia yang dituju.
Ia berbalik, melihat beberapa orang dari balik jendela di belakangnya.
"Liatin siapa ampe melotot gitu?"
"Hah? Oh..enggak og,"
"Makan Mim, jangan liatin cowok mulu," celetuk Kak Patrick.
"San, kalo mau pacarmu aman, jangan bawa de'e pas makan ya,"
Sani tertawa, disusul Kak Patrick yang cekikikan sampe matanya ilang.
Selain Lukas, cuma Kak Patrick yang berani bercandain Mima. Yang lain mah keburu takut karena tahu Mima adeknya Bang Jon.
Mungkin Bian juga, karena Bian gak tahu tentang Bang Jon sama sekali.
Mima masih ragu tentang banyak hal ke Bian. Tapi gak bisa ngelepas Bian yang jelas-jelas udah bilang suka. Meskipun nyatanya lingkungan kerja Bian bikin Mima gak nyaman.
Mau ngomong ke Bian pun agak ngganjel. Jangan-jangan emang perasaan Mima aja.
Semua hampir selesai makan, begitu juga cerita ngalor ngidul Kak Patrick tentang bimbingannya.
Dari arah tangga depan, gerombolan mahasiswa naik dengan tawa-tawa yang khas.
Tawa palsu.
Sani mendesis saat mereka masuk, terlalu berisik sampai semua orang menengok.
Di paling belakang, ada sosok yang Mima kenali.
Kak Donita.
"Nit, ke dalem yuk!"
"Eh luar aja deket kentang goreng!"
"Dalem sepi tuh,"
"Ayo di luar ih, aku mau liat pacarku main bola!"
Yang dipanggil tadi merendahkan suaranya, namun cukup keras untuk Mima dengar, "Dalem aja, luar ada orangnya,"
Kali ini Kak Patrick ikut nengok. Gak ada orang lain selain mereka di meja depan.
"Euh... permisi Kak, kalau udah selesai boleh gantian duduk?"
Bastian ikut melirik, menunggu yang ditanya menjawab. Namun Kak Patrick diam dan lanjut makan kentang goreng.
"Gak boleh,"
Anjir?
Berani banget!
"Lah-"
"Okay," potong Donita cepat.
Tanpa ba bi bu, dia masuk duluan ke dalam meninggalkan teman-temannya yang masih ingin protes.
Sani memukul lengan pacarnya, "Patrick astagaa,"
"Biarin. Orang dia nanya, aku jawab gak boleh ya gak boleh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing Everything
Teen Fiction"saat manusia merasa tahu segalanya" Mima kembali ke Salatiga untuk kuliah. Bukan keinginan, tapi karena Tante yang meminta. Mima berusaha supaya latar belakang keluarga gak mempengaruhi penilaian orang atas dirinya. Dalam usaha mencari jati diri, i...