Suara pintu yang terbuka gak berhasil membuat Mima bergeming. Di belakang, Bang Jon masuk tanpa permisi membawa kue hasil karya mamanya. Ia melihat si sepupu sibuk mencatat, gak peduli kanan kiri.
“Tumben belajar,”
“Siapa yang belajar?”
“Dah ku duga,”
Mima masih menulis, padahal jarinya sudah panas. Persetan dengan jari, Mima gak pernah seantusias ini!
“Buat SIASAT* ya?”
*rencana KRS
Si adik mengangguk keras, kalau-kalau kakaknya gak melihat kesungguhannya.
“Aku mau daftar SMF,”
“Demi apa?!”
“Padahal kamu sendiri yang gak mau di awal,”
“Ih? Biarin to. Emang Bang Jon aja yang boleh sibuk?”
“Hmm, karena cowok nih pasti,”
“Ngawur,”
“Terserah deh, tapi inget ya. Keluar masuk LK tuh gampang. Tapi, sekalinya kamu masuk, baik burukmu bakal diinget orang,”
Mima berbalik, memastikan Bang Jon gak mengejeknya. Tapi pintu sudah tertutup lagi. Bodo amat ah, baru magang malah ditakut-takutin.
Sebenarnya Mima memang aktif karena gak mau kalah dari Bian. Kalau Mas Bian aja bisa, kenapa aku enggak?
Tapi perkataan Bang Jon malah bikin dia jengkel, karena dia benar. Satu-satunya alasan logis yang jadi motifnya adalah apa yang Mbak Wendy katakan tempo hari. Bagaimana pun juga Mima harus punya teman lain, mungkin.
Mima menulis rencana jadwalnya dengan teliti, termasuk beberapa hal yang Bian suruh untuk persiapkan. Kalau Mima makin nekat, bisa-bisa dia ikut kerja di coffee shop Bian.
Perutnya penuh rasa gelitik, ditambah khayalan-khayalannya tentang semester depan yang layaknya FTV.
“Halo?”
“Mima? Gimana persiapanmu?”
Bian yang menelpon, seperti biasa. Rutinitas baru Mima adalah telponan sama Bian, walau dasarnya Mima gak suka ditelpon.
“Masih aku catet, tinggal besok aku fotokopi,”
“Hmm,”
“Kenapa, Mas?”
“Fotokopi pas udah kuliah aja. Nanti sama aku,”
Siapa sih yang gak kesengsem?
Lambat laun Mima memahami kesibukan Bian. Rasanya gak saban menunggu gebetannya itu mengungkapkan perasaannya.
Mas Bian suka sama Mima kan? Paling enggak itu yang Yudith bilang. Hanya, setiap kali Mima memikirkan hal itu ia semakin ragu.
Apa yang menahan Mas Bian buat nembak aku?
Masa sih karena sibuk?
Pacaran kan gak harus nunggu jadwal kosong?
“Oh ya besok-besok abis rapat sekalian makan bareng ya. Tak kenalin ke band ku juga,”
Udah lama gak lihat band nya Bian. Waktu Welcoming Party, Mima Cuma dikenalin sebatas nama. Gak pernah sekalipun ngumpul bareng mereka. Tapi mereka kelihatan baik kok, gak kayak beberapa temen fakultas Bian yang agak nyinyir.
“Ada yang anak hukum kan yo?”
“He em, si Wira,”
Ah, kayaknya yang dulu mentor LDKM deh. Mima gak jago kalau disuruh hafalin orang-orang di fakultas. Tapi demi Bian, apa sih yang enggak?
“Ngantuk ya kamu? Tidur po?”
“Halah, masih jam sepuluh Mas”
“Tidurr,”
“Bawel,”
“Mima,” suara Bian merendah. Kali ini Mima harus nurut.
“Dah malem, tidur. Mumpung jadwalmu belum padet tur kamu punya waktu tidur,”
“Kalau ikut panitia emang begadang, Mas?”
“Jelas. Sibuk. Banget,”
Iya, aku paham kok.
Mima mengambil sisi positifnya aja, toh yang dibilang Bian benar.
“Dah ya. Selamat malam, cantik!”
“Mas Bian!”
Lagi-lagi Bian berhasil bikin Mima luluh. Kalau saja Mima tahu dunia gak semulus tinta pena di catatannya, ia mungkin sudah mundur.
---
Minggu pertama perkuliahan, 2018.
Sisa musim hujan masih tertinggal di Salatiga. Bau basah di mana-mana. Beruntung pagi ini cukup cerah. Kayaknya sih siang bakal panas karena air yang menguap.
Jadwal Mima lebih padat dari semester sebelumnya. Apalagi ia daftar magang SMF dan kepanitiaan. Sani pun sama, Lukas apalagi. Gak ada kegiatan pun dia sok sibuk. Sibuk gebetin temen angkatan mereka yang Mima lupa namanya.
“Mau masukin persyaratan sekarang?”
“Iya, San. Sekalian maem ya!”
“Eh…” Sani menatap Mima ragu, “Aku maem mbek Kak Patrick,”
“Gak papa,”
“A-ajak Mas Bian to?”
“Lagi gak di kampus dia. Sore baru kelas,”
“Ih hafal kamu, Mim?”
“Iya dong! Dia tahu jadwalku juga,”
Sani melongo. Patrick aja gak hafal hari ini hari apa. Efek kelamaan nyusun skripsi, otaknya overused.
“Aku ajak Yudith ya! Dia habis kelas juga ini,”
“Gak sama pacarnya?”
“Lagi marahan,” bisik Mima seraya merapikan kursi.
Sani ngangguk aja karena gak ngerti. Selebihnya pun Mima gak cerita, tapi Yudith sama Bobby lagi perang hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing Everything
Novela Juvenil"saat manusia merasa tahu segalanya" Mima kembali ke Salatiga untuk kuliah. Bukan keinginan, tapi karena Tante yang meminta. Mima berusaha supaya latar belakang keluarga gak mempengaruhi penilaian orang atas dirinya. Dalam usaha mencari jati diri, i...