"Dek, tolong tisu dong,"
Permintaan Donita memecah keheningan yang sempat tercipta.
Setelah insiden keselek-hampir-mati-nya Mima tadi, tim Kupu-Kupu sempat ribut menanyai apa hubungannya dengan Bian.
Saking ributnya, koordinator hampir teriak biar timnya diam. Apalagi karena teman Mima, si Lukas yang tadi minta ganti tempat ributnya minta ampun.
Setelah itu, hanya Donita yang buka suara buat minta tisu.
Mima cuma bisa diam dan melempar umpatan tanpa suara ke arah teman-teman seangkatannya.Mima gak sepenuhnya bodoh, dia bisa lihat kalau kating pun ingin tahu bagaimana bisa maba yang tidak dikenal track record kepopulerannya bisa disapa oleh seorang Fabian Krisna Yustisio.
Tapi mau dijelaskan pun rasanya pasti aneh. Masa cuma gegara sekelompok?
Mima pernah melihat Naysilla, teman sekelompoknya dulu, berjalan ke arah minimarket kampus dan Bian ada di situ.
Nyatanya, Naysilla selalu menyapa lebih dulu sementara Bian tampaknya gak terlalu memperhatikan.
Ini sih Mas Bian beneran suka sama aku, pikir Mima dalam hati.
DUMDUMDUMDUM!
Bunyi drum terdengar dari belakang dan depan Mima. Sepertinya sambutan sudah selesai.
Semua orang terdiam dan memperhatikan ke arah depan. Seorang mayoret utama dengan pakaian serba hitam, pink, dan perak mengacungkan tongkatnya.
Tampak dua mayoret di kanan dan kirinya mengikuti. Mima menelengkan kepalanya sedikit. Salah satu di antara mereka adalah Nike.
Dua mayoret yang lain itu berpakaian dominan putih dan pink. Ketiganya adalah mayoret utama, dan yang pakaiannya paling beda adalah mayoret pemimpin.
Semua pemegang instrument mengacungkan alat pukulnya dengan menyilang. Dari arah belakang, suara belira dan lyra terdengar. Dilanjutkan dengan perkusi dari bamboo dan yang terakhir drum.
"Akhirnya mulai juga," ucap koordinator tim.
Suara tamtam terdengar cukup nyaring, disambung dengan suara masing-masing alat yang berharmonisasi.
Perlahan barisan karnaval berjalan, begitu pula tim Mima. Donita mengibas-kibaskan tangannya sedikit, menegakkan kembali tubuhnya dengan apik.
Saat barisannya menyentuh area panggung awal, Mima yakin ia mendengar semua orang bertepuk tangan.
Beberapa kalimat pujian lepas dari mulut beberapa penonton. Bahkan ia melihat rektornya memuji dengan anggukan dan dua jempol yang ia acungkan.
Koordinator tim tampak bangga dengan timnya, beberapa maba mengucapkan selamat satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing Everything
أدب المراهقين"saat manusia merasa tahu segalanya" Mima kembali ke Salatiga untuk kuliah. Bukan keinginan, tapi karena Tante yang meminta. Mima berusaha supaya latar belakang keluarga gak mempengaruhi penilaian orang atas dirinya. Dalam usaha mencari jati diri, i...