Petikan gitar Bian terdengar sampai kawasan bawah kost. Sebenarnya gak ada yang protes kalau anak itu main gitar sebrutal apapun. Tapi beruntunglah jarinya memetik lagu yang lebih manis. Bian pun gak keberatan ditinggal Mima ngerjain tugas di kamar.
Mima udah lelah meminta Bian masuk. Semakin dipaksa, Mima semakin malu dan ngerasa gak bener. Apalagi setelah apa yang Bian katakan gak lama setelah melihat wajahnya yang tertekuk, Mima gak punya keinginan untuk membujuk Bian.
Kalau ada yang ganggu bilang aja, kata Bian.
Semudah itu Bian ngomong tanpa mikir apa yang bikin Mima terganggu. Hari ini aja udah banyak notifikasi konfirmasi follow Instagram dari orang yang dia gak kenal. Bian sih, ngetag Mima gak bilang dulu. Padahal Mima udah bilang gak usah upload.
Ia baru akan mematikan ponselnya saat satu bundaran kecil di layar Instagram menyita perhatiannya. Koordinator volunteernya mengupload foto anak-anak volunteer dari rapat terakhir. Tapi bukan itu yang bikin Mima terpaku.
Fotonya terpotong setengah.
"Haha,"
Ngetag pun engga. Rasanya Mima mau mukul dirinya sendiri setelah lihat story IG kating itu. Harga dirinya hancur.
Apa yang mereka lakukan setelah ini? Kaget karena Mima lihat dan buru-buru hapus? Minta maaf dan membuat Mima merasa gak dibutuhkan?
Dari arah pintu, Bian berdiri dan melihat Mima yang merengut.
"Udah selesai ngerjainnya?"
"Udah,"
Mima melirik jamnya. Dua jam jadwal mengerjakan papernya sudah lewat. Waktunya nyicil PPT rapat evaluasi.
Setiap tengah semester, lembaga kemahasiswaan bisa membuat rapat evaluasi untuk kegiatan yang telah berjalan. Kegiatan Mima belum berakhir, tapi laporannya udah menumpuk. Makanya Bian menawarkan bantuan untuk ini.
Mima keluar dengan laptopnya yang hangat sambil membuka file yang akan ia olah.
"Okay kita bikin buat anggaran dulu ya. Laporan kegiatan gampang kok," ujar Bian. Mima menjawab seadanya, seprofesional mungkin.
Bian merasa ada yang gak beres. Tangannya naik ke dahi Mima dan menempel lama di sana.
"Kamu gak panas,"
"Emang enggak,"
"Tumben kalem,"
"Ya masa tiap hari harus haha hihi, Mas?"
Bian memeriksa file di laptop satu bersatu, mencoba gak kelihatan awkward.
"Lagi banyak deadline yo?"
"Iya, Mas"
"Nih sticky note-mu banyak banget," ucap Bian sambil menunjuk layar laptop Mima yang warna warni.
"Banyak kuis, mau tes tengah semester juga,"
Mata Mima gak bohong. Dia kelihatan lelah dan gak fokus. Bian menempelkan telapak tangannya lagi ke dahi Mima. diusapnya dahi Mima dengan ibu jarinya. Mima mengernyit heran.
"Biar bisa bobok,"
Mima mendengus, "Aku gak butuh tidur, aku butuh ini selesai,"
Entah apa yang lucu dari perkataan Mima, tapi Bian tertawa kecil.
"Makanya ini loh tak bikinke haha,"*
*Makanya ini loh aku bikinin haha.
"Kalau gak keburu bikin tugas e atau butuh bantuan, ngomong aku aja Mima,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing Everything
Ficção Adolescente"saat manusia merasa tahu segalanya" Mima kembali ke Salatiga untuk kuliah. Bukan keinginan, tapi karena Tante yang meminta. Mima berusaha supaya latar belakang keluarga gak mempengaruhi penilaian orang atas dirinya. Dalam usaha mencari jati diri, i...