Bab V : Tiga Perasaan

228 48 29
                                    

Mima dan Sani mematung saat Bastian berdiri tidak jauh dari tangga kantin. Bukan cuma karena keberadaannya, penampilan Bastian-pun gak kalah bikin kaget.

Rambutnya dan urak-urakan dan wajahnya terlihat lemas. Bastian juga sama kagetnya melihat Mima yang tampil gak serapi yang biasa ia lihat.

"H-halo kak," sapa Sani dengan terbata.

Bastian hanya mengangguk canggung sambil menyesap air mineral di tangannya. Sani menarik tangan Mima dan berjalan cepat keluar kantin. Mima tertunduk, matanya enggan melihat Bastian.

Saat ia melewati laki-laki itu di depan pintu keluar, Mima merasakan hawa yang hangat dari tubuh Bastian. Awalnya Mima mau menghiraukan hal itu, namun saat ia berbalik Mima melihat kulit Bastian yang memucat. Dia sakit?

"San, Sani. San!" Sani berhenti. Ia berbalik ke arah Mima dan mendongakkan dagunya.

"Kayaknya Bastian sakit deh,"

"Siapa?"

"Bastian-"

"...yang nanya?"

Mima mendengus mendengar jawaban jebakan Sani. Ia pun berjalan meninggalkan Sani di belakang. Sahabatnya itu hanya terkekeh melihat wajah Mima yang ditekuk.

"Lagian napa kalo dia sakit, Mim?"

"Ya ngasih tau aja sih. Ketok e dia sakit, orang panas gitu badannya," Mima gak paham kenapa tiba-tiba dia jadi ngomongin Bastian.

(ketok = kelihatan)

"Kecapekan kali," timpal Sani.

Sekarang mereka berdua berada di kelas, menunggu dosen Ilmu Negara untuk masuk. Kelas belum terlalu ramai, cuma ada beberapa mahasiswa yang duduk bergerombol ngomongin makrab fakultas.

"Lagian tumben perhatian sama Bastian," sambung Sani lagi. Mima menatap Sani, sudah siap untuk mengumpat. Sani terkekeh melihat Mima yang wajahnya memerah.

"Dibilangin aku cuma ngasih tau ya, San!"
"Yaa, tak pikir abis kamu gak sengaja nge-love fotonya, jadi nge-love orangnya hahaha"

Mima langsung memukul Sani dengan buku tanda tangan untuk tugas makrab yang baru ia keluarkan.

"Sorry yo, mending nge-love Mas Bian deh,"

Sani terdiam. Ia menatap Mima tajam. Tunggu, Mima serius nih?

"Kamu beneran suka sama Mas Bian?"

Mima mengedikkan bahunya sambil manyun, "Gak ngerti juga sih. Stalking doang,"

"Yakin?"

"Yaa nge-chat juga, balesin story gitu," Sani memincingkan matanya. Ia tahu sahabatnya itu mudah banget suka dan jatuh cinta sama orang. Wajar kalau Sani lumayan protektif sama Mima. Sani gak mau Mima sendiri yang terluka, lagi.

"Inget, Mim. Kamu baru kenal sama dia. Lagian kayaknya emang dia gitu ke semua orang deh,"

Mima tersentak namun berusaha untuk gak menunjukkannya. Sebaliknya, dia terdiam sambil membolak-balik buku tanda tangan untuk makrab.

Siapa tahu ada kating yang bisa diminta tanda tangan. Namun pikirannya gak benar-benar ada di tugas makrab sialan itu. Ia merenungi kata-kata Sani barusan. Spekulasi yang paling dia benci dari sebuah awal hubungan.

---

22 September 2017, sehari sebelum karnaval

Sore pukul setengah enam, hampir seluruh mahasiswa baru berkumpul di balairung kampus. Tim kostum sudah selesai melakukan display terakhir sebelum kostum disimpan di balairung, tim parade adat mulai melakukan pendataan, dan tim drumblek berkumpul di pinggir lapangan bola setelah gladi resik keliling kampus.

Knowing EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang