BAB XXVIII : Tantangan

96 25 6
                                    

Hampir sebulan sejak semester baru dimulai. Sama seperti yang lalu, maba masih mendominasi perpus dan lapangan bola.

Maklum, baru jadi anak kuliahan. Hang out sana sini, maunya ke kampus terus.

Kayak hari ini. udah selesai nugas tapi masih duduk-duduk di kampus. Nemenin Sani pacaran sih tepatnya.

“Telpon aja pacarmu, Mim”

“Hah? Siapa?” 
       
Patrick mengernyit, “Lah yang sering jemput kamu di kelas?”

“Oh, Mas Bian,”

“Bukan?”

“Belum,”

Sani bergumam pelan. Membahas Bian gak akan ada habisnya. Bukan karena Bian, tapi beberapa orang mulai nunjukin muka aslinya.

Sejauh ini, Mima hanya percaya sama personel bandnya dan Jeki. Yang lain beneran muka dua.

Ngomongin Mima di belakang, sok-sok ketus kalau Mima ke LK, bahkan diem-diem ngetawain Mima kalau bikin kesalahan di kelas Bahasa Indonesia.

Awalnya Mima pikir itu hal yang biasa, tapi enggak sampai ia tahu alasannya. Karena Bian deketin Mima.

Teman-temannya pun tahu. Bahkan Lukas yang gak bisa diajak serius suka jengkel sendiri kalau lihat Bian.

“Kamu nyaman sama situasi kayak gini?” tanya Patrick memastikan.

Gak yakin juga apa bisa ngomongin ini sama Mima.

“Nyaman sih enggak. Tapi mereka mau nyalahin sapa kalo aku deket sama Mas Bian? Orang Mas Biannya juga mau kok,”

“Gak meh serius pacaran wae Mim? Biar mereka ga punya alesan nge-hate kamu,” tanya Sani.

“Justru pacaran jadi alasan mereka gak suka sama Mima, Yang. Belum apa-apa aja gini,”

“Halah, gak masalah. Jalani aja. Iya gak?” ucap Mima menenangkan.

Sebenernya lucu saat Mima yang punya masalah tapi orang lain yang ribet. Tapi Mima tahu mereka cuma khawatir, apalagi Sani.

Mima sendiri gak mau ambil pusing. Dia tahu ini bukan kesalahannya.

“Kalo bisa ngomong deh sama si Bian,”

“Buat apa Kak?”

“Lah kok nanya buat apa. Jelas-jelas banyak yang gak suka sama kamu karena kalian deket. Emang dia gak ngerasa?”

Yang ini sih Mima gak punya jawabannya. Mima pun gak kepikiran buat ngomong ke Bian. Toh bisa aja itu peraaan Mima doang.

Sejenak saat semua orang diam, ponselnya berbunyi.

Bastian.

“Mim?”

“Kenapa Kak?”

“Yudith sama kamu?”

“Enggak i, gimana?”

“Dia gak ada di kost. Kamu dimana?”

Lagi dan lagi.

Masalah Yudith makin hari membesar. Gak heran kalau beberapa hari ini dia gak pernah di kost.

Di kontrakan, Bobby pun hilang-hilangan.

“Aku di kampus,”

“Oh, okay. Hati-hati,”

Mima mengangguk seakan Bastian melihat. Aneh saat Mima gak merasa detak jantungnya meningkat. Tapi Mima gak kangen sama perasaan itu juga.

Knowing EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang