"Cieee..yang pulang bulan madu."
Ujar suara di belakang Fara, siapa lagi kalau bukan nona julid nomor satu di Indonesia. Fara sedang berdiri di depan lift, menunggu benda itu terbuka.
"Gak sekalian aja lo umumin satu kantor?" dengus Fara.
"Boleh?"
Fara mendengus, memasuki lift meninggalkan Melati setelah pintunya terbuka.
"Gimana kantor? Lancar aja kan selama gue cuti?" tanya Fara pada Melati.
"Lancar sih, tapi.."
Fara menoleh, "tapi apa?"
"Lo liat aja deh entar."
"Gue mau ngundurin diri."
Empat kata yang Fara sudah tau akan di keluarkan pria itu, tapi tentunya tak di pagi hari yang indah ini.
Fara menghembuskan nafasnya, mencoba berdamai dengan rasa marah di hati. Untuk bicara dari hati ke hati dengan Pandu.
"Rasanya lo cukup professional ya, untuk gak menggabungkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi."
"Gue cukup professional kok, itulah kenapa gue mengundurkan diri." ujarnya santai.
".......tapi hati gue gak pernah siap liat lo dimiliki orang lain." lanjutnya pelan, namun masih dapat di tangkap dengan baik oleh indera pendengaran Fara.
Fara terkekeh hambar, "tunggu deh. Sebenernya dari awal apasih alasan lo masuk kantor ini? Atau alasan lo sebenernya—"
"Iya! Alasan satu-satunya gue balik ke sini cuma biar lo bisa balik lagi sama gue, biar gue bisa memperbaiki kesalahan gue." sela Pandu memotong omongan Fara.
Fara berdecih, "Kenapa baru sekarang? Udah telat Ndu, perjuangan lo udah gak ada artinya lagi di mata gue."
"Itulah kenapa gue mundur Nay, gue kalah. Gue minta maaf pernah menyiayiakan lo, gue sama sekali gak bermaksud kayak gitu. Sekarang gue sadar gak seharusnya gue kayak gini sama lo. Gue minta maaf Nay." ujar Pandu dengan suara yang bergetar, suara yang sama yang pernah Fara dengar beberapa tahun lalu saat pria ini meninggalkannya.
Pandu keluar dari ruangan Fara setelah meletakan surat pengunduran dirinya di atas meja. Fara tidak tau bahwa sebenarnya hari itu, Pandu datang dengan langkah kaki tertatih mengakui bahwa ia sendiri yang telah menambah luka Fara, membuat wanita meringkuk menangis sendirian menerka apa salahnya hingga ia pantas untuk di tinggalkan.
🌼🌼
'Aku jengukin Feli yaa. Sebentar kok, kalau udah ngantuk kamu tidur duluan aja gapapa.'
Fara sudah berulang kali membaca pesan itu, namun kenapa rasanya masih sakit. Ada rasa tak rela dalam dirinya untuk hal itu, ada rasa yang tak dapat Fara definisikan. Boleh tidak ia bilang ini cemburu.
Moodnya sedang tak bagus hari ini, harusnya ia mengadukan segala keluh kesahnya pada Sabda. Namun pria itu malah pergi meninggalkannya sendirian.
Fara memeluk dirinya meringkuk sendirian di kasur, seharusnya rasanya tak sesakit ini. Seharusnya ia siap begitu Sabda menunjukkan hal-hal seperti ini setelah ceritanya malam itu. Seharusnya, ya, seharusnya. Tapi Fara tetaplah Fara, ia sama seperti perempuan lain yang tak ikhlas melihat suaminya dekat dengan perempuan lain. Tanpa Fara sadari sebenarnya semenjak hari itu justru dialah yang akan kehilangan Sabda.
Fara terbangun dari tidurnya, melirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Ia mendengar suara mobil Sabda terparkir di garasi, setelahnya bunyi pintu terbuka. Ia yakin itu Sabda, kenapa pria itu baru pulang jam segini? Sebegitu pentingnya Feli di banding dirinya. Atau setidak penting itu ia di bandikan Feli, hingga Feli butuh waktu berjam-jam bersama Sabda di banding Fara.
Pintu kamar di buka perlahan, Fara berpura-pura tidur. Ia tidak mau melihat muka Sabda hari ini, moodnya benar-benar tak baik hari ini. Sangat buruk, dan akan bertambah buruk jika pada pukul segini ia harus berdebat dengan Sabda dan memenangkan egonya. Padahal ia sendiri yang menyetujui omongan Sabda dan bersedia menunggunya.
Fara merasakan selimut di naikkan hingga ke lehernya, lalu usapan di rambut serta sebuah ciuman singkat di keningnya. Jika tidak sedang dalam kondisi ini ia mungkin akan langsung terbangun lalu memeluk pria ini. Dan menceritakan keluh kesahnya, bagaimana harinya di kantor tadi, dan bagaimana Pandu mengundurkan diri seenak hatinya. Dan segala hal yang ia alami sepanjang hari ini termasuk perasaannya detik ini.
"Selamat malam sayang, maaf aku pulangnya telat." bisik Sabda tepat di telinga Fara.
Mendengar suara berat pria itu seketika menguapkan amarah Fara, rasa jengkelnya perlahan menghilang. Fara membuka matanya setelah pintu kamar mandi tertutup. Haruskah ia menangis atau tersenyum detik ini? Entahlah Fara pun tak mengerti perasaanya.
🌼🌼
Fara akhirnya menyetujui keinginan Jessica untuk bertemu berdua, setelah beberapa hari lalu ia tolak dengan alasan sibuk. Ia hanya ingin mendengar apa sebenarnya yang akan di bicarakan wanita ini padanya.
Fara tiba disana lebih dulu, bukan karena ia bersemangat dengan pertemuan ini tapi dia memang orang yang tepat waktu. Lalu Jessica tiba disana tepat lima menit Fara memasuki Cafe.
Tanpa banyak basa basi Fara langsung saja pada inti pertemuan ini, "Mau bicarain apa?"
"Santai dulu lah, baru juga sampai. Minum dulu, di luar panas banget ya?" ujarnya basa basi.
Fara tertawa mengejek, "Kamu gak cocok banget buat ngomong gitu sama aku detik ini."
Jessica meletakkan buku menu yang baru saja ia buka, sepertinya Fara memang bukan orang biasa yang bisa ia ajak berbasa basi.
"Tinggalkan Sabda."
Fara tidak dapat menahan tawanya, apa hak wanita di depan ini memerintahnya demikian.
"Buat kamu?"
"Bukan. Itu keputusan yang terbaik buat diri kamu sendiri."
"Buat aku? Aku gak pernah merasa meninggalakan Sabda adalah yang terbaik."
"Dia masih terjebak di masalalunya."
"Felli?"
"Ahhh, dia akhirnya kasih tau kamu." ujar Jessica tersenyum sumir lalu melanjutkan kalimatnya, "Aku pikir dia gak akan cerita apa-apa ke kamu tentang Felli, tapi mengingat Sabda udah cerita semuanya dan respon kamu kayak gini. Berarti kamu setuju kalau suatu hari nanti, Felli sembuh dan Sabda memilih untuk meninggalkan kamu?"
"Dia udah janji gak akan pernah ninggalin aku." jawab Fara mantap, meski dia sendiri pun tidak benar-benar yakin.
"Dan kamu percaya? Sabda kenal Felli lebih dulu dari dia kenal kamu Fara. Menurut kamu aja deh, kalau kamu di posisi Sabda kamu lebih memilih yang mana?" tanya Jessica santai, namun membekas di hati Fara.
Dengan sisa kepercayaan diri yang tinggal setengah serta suara yang gemetar Fara menjawab, "Aku lebih memilih untuk gak ngurusin rumah tangga orang lain dan fokus sama urusanku."
Tanpa banyak kata-kata lagi Fara pergi meninggalkan Jessica dengan perasaan yang tidak terdefinisikan. Ia marah, tapi apa yang di katakan Jessica ada benarnya. Lalu ia harus bagaimana, setelah hatinya sudah terlanjur jatuh pada seorang Sabda.
🌼🌼🌼
Haaaaaaiiiiii, longtime no see. Aku balik lagiiii. Udah lama yaaaa 😂
Aku udah janji bakalan nyelesain cerita ini dalam waktu dekat kaaannn.
Aku pasti selesaikan work ini.Terimakasih masih membacaaa ❤❤
I love you ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Location [Completed]
RomanceBagi Fara menikah berarti belajar, belajar mencintai ia yang tak pernah di cinta, belajar menjadi yang terbaik, belajar bahwa semua tak lagi bisa ia lakukan sendiri. Bagi Sabda menikah berarti berlari, berlari meninggalkan masalalu, berlari dari sem...