"Sampai kapan lo mau sedih-sedih kayak begitu?"
Tak ada jawaban apapun, yang ada hanya helaan nafas lelah dari Fara.
"Terus gue harus apa sekarang?" tanya Fara, terdengar jelas bagaimana suara itu penuh dengan keputus asaan.
"Rapiin rambut lo, cari suami lo aduin ke dia kalau tadi Jessica datang dan mendoktrin lo dengan kata-kata jahanamnya. Dan sekarang ngebuat kepercayaan diri lo ada di titik nol." Jawab Melati.
Fara terlihat sangat menyedihkan hari ini, ia tidak datang ke kantor dari pagi lalu muncul dengan ekspresi yang mengerikan di depan pintu apartment Melati. Sungguh wanita malang.
Fara menggeleng mendengar saran Melati, ia tidak bisa melakukannya. Tidak mungkin ia menceritakan itu, sementara pria itu yang berpotensi menyakiti hatinya nanti.
Melati menghembuskan nafas lelahnya, "Terus lo mau disini sampai akhir hidup gue gitu?"
"Hidup gue."
"Iya, maksud gue hidup lo."
Lagi-lagi hanya helaan nafas yang terdengar.
"Fara kalau ada masalah itu di selesaikan bukannya lari."
"Gue gak tau cara nyelesain masalah ini gimana. Apakah gue harus meninggalkan Sabda lalu mengecewakan Oma?" Fara mengacak rambutnya, ia sungguh frustasi.
"Oke kalau semua saran gue gak ada yang berhasil, mungkin cara satu-satunya adalah, jadilah egois Fara. Itu satu-satunya cara yang ngebuat Sabda tetap jadi milik lo. Dan ada di sisi lo selamanya, Sabda suami sah lo Fara lo beehak atas dia di bandingkan Felli." Melati menggenggam tangan Fara menyakinkan pada wanita itu bahwa semua akan baik-baik saja.
Begitupun yang di harapkan Fara ia tetap berharap Sabda menepati janjinya, bahkan di saat kepercayaanya tinggal secuil pada Sabda ia tetap ingin percaya bahwa laki-laki benar-benar memegang omongannya.
Namun terkadang harapan yang terlalu tinggi dapat berpotensi menjatuhkan bukan? Bahkan air yang tenang saja bisa membawa petaka. Kita bahkan tak tahu ada apa di dalamnya, sama seperti hati manusia. Namun jauh di dalam lubuk hatinya Fara ingin sekali mempertahankan rumah tangganya dengan Sabda.
"Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumsalam, kamu dari mana Ay? Aku tadi ke kantor kamu lho tapi kamunya gak ada." Tanya Sabda, setelah melihat air muka Fara berbeda dari biasanya.
Fara bergeming, ia hanya tidak mau berdebat hari ini atau berbicara lebih banyak dengan Sabda. Hanya hari ini saja, tidak bisakah Sabda mengerti bahwa ia hanya ingin sendiri tanpa suaranya.
"Mas aku capek banget, kita bahas besok aja ya." ujar Fara sebelum ia membuka pintu kamar.
Setelah Fara memasuki kamar, suasana rumah kembali hening. Seperti mentari yang kehilangan cahayanya, semuanya menggelap seperti itulah Sabda kali ini. Apakah yang sedang di rasakan Fara hari ini? Beberapa hari ini tidak ada lagi percakapan di akhir hari tentang bagaimana harinya, apa yang di lakukannya sepanjang hari ini. Tanpa Sabda sadari ia mulai kehilangan sosok Fara dalam hidupnya. Ataukah ia terlalu egois mempertahankan Fara, sementara ia masih terikat dengan Felli.
Sabda tidak menyusul Fara ke dalam kamar, ia lebih memilih terduduk di depan televisi yang tidak menyala juga semua lampu yang sudah padam memikirkan keputusannya kembali. Hingga alam mimpi menyudahi lamunannya.
Fara mengintip dari celah pintu, ia tak benar-benar tertidur. Ia melihat bagaimana badan besar Sabda sangat tidak nyaman tidur di sofa sempit itu. Fara membawakan selimut untuk Sabda, namun di tengah kegiatannya menyelimuti Sabda pria itu mengigaukan namanya. Bagaimana ekspresi pria itu tidak mau kehilangannya, sungguh mencabik hati Fara.
🌼🌼
Pagi ke pagi terlewati tanpa banyak kata, apa-apa yang terjadi seolah benar-benar merenggut sosok Fara yang sebenarnya dari sisi Sabda. Namun setelah ia sadar, ia masih menggenggam erat sosok lain yang masih ada di celah ruang sempit hatinya, entah ia yang tak mau pergi atau justru Sabda sendiri yang mengurungnya dalam ruang sempit itu.
Sabda berjalan di lorong rumah sakit jiwa, membawa seikat bunga lily kesayangan si pemilik. Ia memaksakan senyumnya, meski hatinya meminta hal sebaliknya. Beberapa kali Sabda sempat menyapa perawat dan dokter disini pertanda bahwa ia memang di kenal baik disini dan sering berkunjung ke tempat ini.
Sabda tak menemukan wanita itu diruangannya, sampai ia melihat wanita itu sedang duduk sendirian di bangku taman. Entah apa yang ada dalam pikirannya, wanita itu bahkan tak menyahut saat ia memanggil.
"Fe?"
"Kakak? Sejak kapan di situ?" tanyanya.
Wanita itu mengerjap, seolah orang yang ada di depannya ini adalah halusinasinya saja.
"Sini." wanita itu menepuk ruang kosong di sebelahnya. Membawa Sabda mendekat.
Bermenit-menit hening berpendar di antara mereka. Felli menjatuhkan kepalanya di bahu Sabda, entah apa yang di fikirkannya hingga muncul pertanyaan itu.
"Kakak udah punya istri belum?"
Sabda bergeming, namun dalam hati ia terkejut mengapa Felli bisa bertanya begitu.
Felli menegakkan kepalanya, menatap Sabda lekat tepat di manik matanya. Felli berharap menemukan kejujuran di sana. Namun Sabda tak menjawab apapapun, ia belum siap menceritakan ini dan meninggalkan Felli dengan segala kerapuhan yang ia punya.
"Kata Jessica, mungkin suatu saat nanti Kakak bakalan cerita bahwa Kakak udah punya istri. Tapi aku gak percaya sebelum dengar langsung dari Kakak." kata wanita itu.
Sabda diam seribu bahasa bibirnya kelu, mungkin kah saat ini adalah saat yang tepat ia mengakhiri semuanya. Namun sepertinya belum tuhan masih ingin bermain-main dengan takdirnya bersama kalimat harapan yang baru saja keluar dari bibir Felli.
"Aku berharap aku yang akan jadi pengantin Kakak."
Handphone Sabda berdering, sebuah pesan masuk dari nomer Fara.
Fara
Nanti malem dinner yukk? Sebagai permintaan maaf karena udah nyuekin kamu beberapa hari ini.
Oh iya mas sibuk gak ntar malem? Hehe 😁
Melihat bagaimana Fara meminta maaf bukan dirinya membuat hati Sabda tercabik, seharusnya bukan Fara yang minta maaf seharusnya ia karena ia yang pengecut telah membawa Fara kedalam pusaran masalahnya yang ia sendiri tidak tahu kapan akan usai.
Sementara di lain sisi, Fara sedang memandangi handphonenya yang nahas terbanting karena rebutan dengan Melati. Sebab Melati dari tadi gemas melihat Fara tak kunjung mengirim pesan itu dan hanya memandanginnya saja. Lalu ia berinisiatif memencet tombol send pada handphone Fara. Hingga terjadilah kejadian nahas ini, handphone Fara retak di bagian layar depan.
Fara memandang iba handpone yang ia beli sendiri dengan duit gaji yang tidak sedikit. Sungguh Melati yang tidak punya hati, namun yang ia bingungkan saat ini Sabda yang menerima pesan itu. Kira-kira pria itu sudah membacanya belum ya? Ahhhh, Fara ingin berubah jadi bunga matahari saja.
🌼🌼🌼
Gajadi sedih denggggggg, capek sedih mulu. Ntar ada back sounds ku menangis lagi 😂😂
Maaf yaaaa apdetnya di jam ini terus, kalau maghrib apa pagi atau sore suka gk keluar ideku. Pas mau tidurlah bnyak idenya.
Makasih masih membaca...
I love you dari Sabda yang ingin di hujat pembaca 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Location [Completed]
RomanceBagi Fara menikah berarti belajar, belajar mencintai ia yang tak pernah di cinta, belajar menjadi yang terbaik, belajar bahwa semua tak lagi bisa ia lakukan sendiri. Bagi Sabda menikah berarti berlari, berlari meninggalkan masalalu, berlari dari sem...