Sudah hampir dua puluh menit Singto mematut dirinya dicerimin, memastikan jika ia telah berpenampilan sangat maksimal karena ini adalah kencan pertamanya dengan sang kekasih si manis manja. Setelah tawarannya disambut dengan baik oleh Krist siang tadi, Singto langsung saja bergegas pulang dari kantornya untuk mempersiapkan diri sebelum menjemput pujaan hati ke unit apartemen pria itu yang hanya dihubungkan oleh Sky Bridge dari tempatnya.
Singto tak ingin tampil mengecewakan atau terlihat sangat timpang bersama Krist, mengingat betapa wonderfulnya sang kekasih jika dilihat dari segala aspek. Sebenarnya ia sangat percaya diri dengan kadar ketampanan yang ia miliki hanya saja jika itu bukan ia pakai untuk berdiri disamping si manis manja kekasinya.
"Kau boleh berkencan atau memiliki kehidupan pribadimu sendiri Prach, tetapi jangan pernah lupa dengan tugas utamamu"
Singto sedikit melirik Meredith hanya untuk memperlihatkan senyum misteriusnya "Jangan ganggu kesenanganku dulu, aku selalu melakukan tugasku sebagai penulis tanpa cacat sedikitpun semenjak debutku yang pertama" Ucap Singto dingin.
"Aku hanya mengingatkan jangan sampai kau terlena dan akhirnya lupa, ingat Prach, untuk memenuhi hasrat menulismu sampai semua karyamu menjadi yang paling banyak dinanti, kita sudah banyak melakukan pengorbanan, terutama aku"
Singto memutar tubuhnya menghadap Meredith "Kita tidak melakukan pengorbanan apapun, kita berdua hanya melakukan kesenangan masing-masing sampai terciptalah sebuah mahakarya yang banyak diminati, kau melakukan tugasmu dengan baik begitupun dengan aku"
Meredith tersenyum mengejek, selama ini mereka memang telah melakukan kerja yang bagus tanpa cacat, mereka sudah menjadi partner yang saling mengisi satu sama lain sejak lama, dirinya hanya khawatir jika si sialan Prachaya ini sampai tersesat dan pada akhirnya melakukan hal bodoh yang akan membuat mereka kesulitan dimasa depan.
"Aku akan terus mengingatkanmu agar tak sampai lupa diri, aku tetap melakukan tugasku dengan baik dan ku harap kau juga konsisten dengan perjanjian awal kita, meski kau sekarang sudah menemukan kesenangan baru"
Singto memberi tepukan disalah satu bahu Mer untuk memastikan jika tak akan ada yang berubah dari dirinya "Kau bisa percaya padaku sama seperti yang telah kau lakukan bertahun-tahun lalu" Ucap Singto final sebelum bergegas untuk keluar apartemen dan segera bertemu si manis manja idola barunya.
***
"Aku tak bisa pergi kalau besok Ron, papa dan mama menyuruhku pulang, kau tahu sendiri kalau besok adalah hari keluarga yang sudah didesign oleh orang tuaku sejak zaman dinasti" Ucap Krist saat menerima panggilan dari sepupunya sembari sibuk mencari kunci mobil di dalam tas "Kemana sih kunci mobilku"
"Tidak perlu membawa mobil, pangeranmu sudah datang menjemput dengan kereta kencana"
Krist langsung saja memutar tubuhnya setelah mendengar interupsi dari seseorang tepat dibelakangnya "Nanti ku hubungi lagi Ron" Ia kemudian memutus begitu saja panggilan dari Ron.
"Hai.." Sapa Krist dengan senyum paling menawan "Aku baru saja ingin menghubungimu tetapi kau sudah sampai" Lanjutnya.
"Aku tak suka membuang waktu untuk sebuah jackpot bernilai mahal, setelah kau setuju diajak berkencan, aku menaikan kecepatan dengan menggunakan nos milik Dom Toretto agar cepat sampai disini dan sepertinya kau sudah sangat siap karena kau justru menyambutku didepan pintu"
Krist terkikik geli mendengar bualan pria di depannya "Kau tak perlu mengikuti kecepatan Fast and Furious untuk sampai kesini, apartemen kita hanya dipisahkan sebuah jembatan saja yang panjangnya tidak seperti Rama Bridge"
Singto hanya mengangkat kedua bahunya untuk menanggapi si manis manja. Sejak Krist memutar tubuh menghadapnya, sungguh ia terpesona hanya dalam hitungan sepersekian detik dan ketika pria di depannya ini mulai mengangkat sudut-sudut bibirnya hingga tercipta senyum yang indah, sesungguhnya ia merasa mati sebentar dan kemudian berusaha hidup lagi karena tak rela meninggalkan dunia yang berisi pria manis seperti Krist di dalamnya.
"Singto Prachaya" Panggil Krist.
"Ya sayang" Balas Singto cepat.
Nafas Krist tercekat sempurna saat panggilan sayang mengalun dari suara segentle itu, milik si surga dunia. Rasanya seperti sedang berada disebuah konser orkestra besar yang di dalamnya hanya berisi harmonisasi sehingga tercipta sebuah keindahan yang ditangkap sempurna oleh indera pendengarnya.
"Hei Krist"
"Hmm?"
"Apa kau sudah siap pergi denganku?"
"Anytime" Tangan Krist bertaut di depan dadanya saling meremas, pandangannya lurus tepat ke arah Singto dengan penuh pemujaan.
"Kalau begitu apa lagi yang kita tunggu?"
"Kau menggandengku" Ups.. Krist segera menutup mulutnya yang selalu spontan mengeluarkan kalimat sesuai dengan isi otaknya tanpa filter jika sedang bodoh.
Singto segera mengulurkan tangannya tepat di depan Krist, yang tanpa ragu langsung disambut suka cita oleh Krist dengan menggengam erat tangan surga dunianya yang terasa sangat pas saat mereka saling menggenggam. Persetan dengan etika malu-malu yang seharusnya ia perlihatkan dikencan pertama, toh kalimat vulgarnya tadi sudah menunjukan betapa agresifnya ia yang ingin bersentuhan dengan kekasihnya.
"Lain kali tidak perlu malu jika ingin menggandeng tanganku, kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih jadi tak ada yang salah dengan itu"
"Ini kencan pertama, wajar saja jika masih merasakan awkward, kesannya aku jadi murahan sekali jika langsung saja menerjangmu"
Singto yang ingin melangkah, langsung mengurungkan niatnya dan berbalik menghadap si manis manja "Apa kita batalkan saja rencana makan malam kita dan kita tukar dengan acara kau memakanku dan aku memakanmu?"
Krist langsung mendorong Singto agak keras sampai mereka terpisah dan justru melangkah dengan kecepatan maksimal pergi menjauhi si surga dunia. Wajahnya sudah semakin panas dan ia yakini berwarna sangat merah karena kalimat Singto sedikit banyak membuat adrenalinnya terprovokasi.
"Hei.. Jalannya jangan cepat-cepat sayang, apa kau sudah terlalu lapar? Teriak Singto sembari berusaha mengjar Krist.
Krist berhenti melangkah dan memutar tubuhnya "Tutup mulutmu dan segera bawa aku ke restaurant yang kau ceritakan kemarin" Ucap Final Krist, kemudian merangkul lengan kekasihnya untuk berjalan beriringan.
"Terlalu manis, aku bisa diabetes dalam semalam jika seperti ini"
Perkataan Singto hanya ditanggapi dengan sebuah pukulan kecil oleh Krist di lengan Singto. Jika ia meladeni lagi, pasti akan tercipta kalimat-kalimat yang membuatnya malu sendiri, karena Singto dan semua sikap gentlenya sangat berbahaya untuk kewarasan otaknya.
Untuk menemani banjir-banjiran yang kena banjir dan kaum rebahan yang sedari tadi hanya memandangi hujan, silahkan menghibur diri kalean dengan baca chapter baru si manis manja dan si surga dunia yang sedang menikmati kencan perdana.
Kalean harus vote sama komen ya, ajak juga teman dunia fujo kalean yang belum baca.. Racuni mereka dengan ff ini😄
Happy SatuRain
*Bucheen Peraya Banyak Banyak*
KAMU SEDANG MEMBACA
Irony
Fiksi Penggemar"You deserve a relationship that enables you to sleep peacefully at night"