Setelah berpikir sangat lama ingin kemana ia siang ini, Singto pada akhirnya memutuskan pergi ke toko buku saja untuk menengok anak-anak kesayangannya yang masih berada dideretan best seller sejak beberapa bulan ini. Novelnya selalu laris sudah bertahun-tahun yang lalu, lebih tepatnya semenjak ia debut dengan karya perdananya. Genre horor ia pilih karena hal romantis bukanlah keahliannya, selama ini relationship dengan seseorang baginya hanya sebatas pergerakan erotis diatas ranjang yang mampu menciptakan erangan kenikmatan.
Sebenarnya ia ingin sekali pergi ke Takohachi, siapa tahu hari ini dewi fortuna sekali lagi sedang melingkupinya dan bisa bertemu dengan si manis manja, tetapi jika dipikir ulang sepertinya ia memilih ke tempat lain saja, melihat insting berburunya sangat tak terkontrol ketika menatap pemilik kedai itu. Singto takut akan terjadi sesuatu seperti yang sudah ia khayalkan sejak lama tetapi diwaktu yang sangat tidak pas, meski mendadak seperti alfa yang sedang mengalami rut saat melihat matenya, Singto tetap harus terlihat cool untuk memenangkan hati si manis manja.
"Anak-anakku memang terlihat sangat handsome dan tak tertandingi.. Hehehe.." Ucap Singto saat berhadapan dengan satu rak buku yang berisi semua karyanya.
"Seperti papanya kan?" Bisik seseorang tak jauh dari telinganya.
Singto refleks memutar kepala untuk melihat siapa yang sedang berbicara. Dan sambil menyelam minum air, pucuk dicinta ulam pun tiba, bagai pungguk merindukan bulan atau.. Ah Sudahlah yang terpenting sekarang hatinya seperti sedang dipenuhi musik edm, ketika melihat senyum yang indah itu, seindah hari dimana honor penjualan bukunya menenuhi isi rekening.
"Papanya anak-anak juga handsome, sangat handsome" Ucap pria itu manis.
"Hah.. Bagaimanaa?"
Krist hanya terkikik geli melihat reaksi pria dihadapannya. Saat melihat si surga dunia yang ia temui di kedainya beberapa hari lalu masuk ke dalam toko buku, Krist dengan semangat membara langsung saja mengikuti kemana arah si surga dunianya pergi dan ketika pria itu berhenti disatu tempat, Krist langsung saja berdiri dibelakang sembari menikmati ciptaan terbaik Tuhan dengan sepenu hati.
"Krist"
Sebuah uluran tangan dihadapkan langsung pada Singto.
"Aku... Sing.."
"To" Ucap Krist cepat dengan senyum semakin cerah.
"Ahhh iya, Singto Pracahaya"
"Aku tahu, papanya anak-anak itu kan?" Tunjuk Krist ke arah rak buku didekat mereka.
Singto hanya mengangguk tanpa bisa berucap apa-apa lagi, saat ini dirinya sedang tertawa keras karena ulah semesta. Niat hati ingin menjauh dahulu sebelum menemukan cara bagaimana mendekati si manis manja, tetapi Singto hanya seonggok mahluk kecil yang tak bisa mengatur takdir.
"Apa kau sudah bisa diajak bicara?" Tanya Krist.
"Huh?"
"Haiiyaa... Masih belum bisa ternyata, kalau begitu lanjutkan saja berdiam dirinya"
"Ehh.. Bukan begitu maksudku"
Krist yang ingin pergi, mengurungkan niatnya karena si surga dunia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kenikmatan eh maksudnya kehidupan.
"Aku hanya tidak ingin mengganggu quality time papa dan anak-anaknya jadi nanti saja aku kembali lagi" Jelas Krist.
"Tidak apa Khun, aku hanya sedang memeriksa apa mereka dalam keadaan sehat atau tidak"
Krist memutar tubuhnya ke arah rak buku dan mulai memperhatikan satu per satu yang terpajang disana.
"Sepertinya mereka berada dalam kondisi yang sangat menawan, Khun pasti memperlakukan mereka dengan istimewa"
"Khun Krist benar, untuk saat ini hanya mereka yang sedang ku jaga dengan baik, mungkin kedepannya akan ada orang lain" Kalimat Singto berhenti sampai disitu dan ia tak ingin melanjutkan lagi karena takut mengungkapkan hal yang bisa membuat si manis manja salah paham.
"Ahh.. Khun Krist sedang mencari buku apa?"
"Buku pesanan Ron"
"Untuk Khun Ron?"
Krist mengangguk "Dia sedang ku hukum menjaga kedai seharian penuh tanpa aku, tetapi ada buku yang harus dia ambil jadi sebagai gantinya aku saja yang melakukan, lumayan juga untuk sekedar cuci mata karena hampir setiap hari melihat wajah Ron, aku sangat bosan.. Eh.. Hehehehehe... Maaf kepanjangan" Krist menggaruk kepalanya karena merasa malu berbicara terlalu banyak pada orang yang baru saja ia temui.
"Tak apa" Senyum Singto "Aku sudah lama juga tak berbicara dengan mahluk lain selain si Barbari.. Eh maksudku Meredith" Terang Singto "Kalau Khun Krist suka membaca buku apa?"
"Aku?" Tunjuk Krist "Semua buku yang ada hubungannya dengan takoyaki akan ku baca, selain itu hanya sekedar lewat, tetapi.." Krist mengambil beberapa buku milik Singto "Mulai sekarang aku akan menyentuh mereka juga, memperlakukan mereka layaknya anak sendiri" Krist lagi-lagi terkikik geli melihat reaksi surga duniaya "Aku hanya bercanda saja Khun" Tambah Krist santai.
"Jika seperti itu bukan hanya anak-anak saja yang akan merasa nyaman tetapi papanya juga" Singto megedipkan satu mata pada Krist sebelum meninggalkan si manis manjanya.
Singto takut tak bisa menahan diri dan langsung menyeret pria itu ke dalam kamar jika ia tak segera pergi. Pesona si manis manja memang tak bisa ia anggap remeh, jika ia bertemu Krist saat dirinya masih menjadi fuck boy, mungkin kamar hotel akan menjadi akhir dari pertemuan mereka, itupun kalau pria itu bersedia. Tetapi Singto yang sekarang adalah pria dengan manner baik, lebih tepatnya sedang menuju ke arah lebih baik, karena itu menghindar untuk menang adalah jalan ninja untuk mendapatkan perhatian dan juga hati dari si manis manja.
Eh ketemu lagi👋
Si Manis Manja dan Si Surga Dunia sudah mulai saling serang, panggilan buat mereka teteh kukuhkan lewat postingan chapter baru ini😛 Aneh? Geleuh? Tapi diriku suka jadi gimana atuh😁
Semoga semakin ramai ff yang ceritanya masih abu-abu ini... Kalean harus suka juga ya sama mereka, kan merekanya juga mau tenar kaya pasangan dilapak lain.
Jangan lupa divote dan komen
Bye guys
*Sayang Peraya Banyak Banyak*
KAMU SEDANG MEMBACA
Irony
Fanfiction"You deserve a relationship that enables you to sleep peacefully at night"