11. m r s. e d w i n

45 11 3
                                    

BRUK..

"Kumohon jangan bunuh aku tuan, aku masih ingin hidup"

Nyonya Edwin seketika berlutut di hadapan Koen, sembari dengan permohonan kepada Koen supaya tidak membunuhnya, Drew terdiam Ketika melihat wanita itu berlutut, sementara Koen masih menodong pistolnya di kepala Nyonya Edwin, Anouk dan Isaak hanya bisa tetap diam di tempat duduknya, entah harus melakukan apa.

"Duduklah Nyonya Edwin, aku tidak akan membunuhmu" Ucap Koen sembari memasukkan pistolnya di saku celana.

Drew membantu wanita itu bangun, badannya lemas seketika, rasanya Drew ingin menonjok wajah Koen, bagaimana bisa ia menodong pistol kepada wanita tidak bersalah ini, Koen dengan santainya Kembali ke tempat duduknya.

"Mana catata-" Koen belum menyelesaikan kalimatnya tapi terpotong oleh ucapan Drew.

"Biar aku saja" Ucap Drew singkat sembari mengambil catatan di tangan Anouk.

"Mengapa dirimu?" Tanya Koen heran.

"Wanita itu sudah sangat takut dengan dirimu, dengan bodohnya kau menodongkan pistol" Ucap nya sebal.

"Kau saja tidak melihatnya"

"Aku punya mata Koen dan aku juga tau apa yang kulihat"

Drew pun meminta maaf kepada Nyonya Edwin, ketegangan dari diri wanita itu sudah terlihat memudar, ia pun kembali tersenyum, Drew pun masuk mengikuti Nyonya Edwin, menuju ruang makan, lalu dalam sekejap ia tak terlihat karena sudah masuk lebih dalam.

"Menyebalkan" Batin Koen.

Anouk dan Isaak sedari tadi hanya bisa berdiam diri, menjadi saksi bisu dari semua hal yang terjadi di rumah ini, mereka berpikir bahwa 'itu urusan orang dewasa', tapi secara tak langsung mereka sudah terlibat dalam kasus ini.

"Hey, kalian ada di tempat kejadian bukan sewaktu mayat Benjamin ditemukan?" Pertanyaan Koen mencairkan keheningan di ruangan itu.

"Tentu, Isaak otomatis langsung mengetahui mayat itu adalah Benjamin padahal mayat itu sudah tertutup kain" Jawab

"Tapi kakinya tidak"

Koen dan Anouk mengerutkan alisnya.

"Kaus kaki anak itu berbeda dari anak yang lain, ia sedikit nyentrik" Lanjut Isaak.

"Kaus kakinya selalu berwarna kuning neon dan setiap hari ia menggunakan kaus kaki itu, sepertinya ia punya beberapa pasang kaus kaki yang sama, walaupun seragam kita mengenakan celana panjang, kaus kaki itu masih terlihat, bukan hanya kuning tapi juga memiliki motif, seingatku motifnya adalah sebuah tulisan, font nya berwarna merah menyala dan cukup besar, melingkar dari atas ke bawah di atas pergelangan kaki, jika tidak salah tulisannya adalah no limit"

"Aku tidak tahu kau sangat memperhatikannya seperti itu" Ucap Anouk dengan rasa kagum.

"Ya juga sangat mustahil saja bagiku ada murid di Pete Baren's yang mau menggunakan kaus kaki semencolok itu dengan percaya diri yang tinggi seperti dia" Balas Isaak.

"Lalu ada bukti lain?" Tanya Koen lagi.

"Ada, dua surat lain, tapi ada satu yang tidak bisa kami pecahkan" Jawab Isaak.

"Yap betul sekali, untuk yang satu isi suratnya, oh aku membawanya" Anouk mengambil sebuah kertas dari sakunya, lalu memberikannya kepada Koen.

"I go and I killed, brace yourself, cause you're next?" Koen memastikan.

"Yap, kau pasti sudah tau artinya" Jawab Anouk.

"Omong-omong Koen, kau tau darimana soal kasus ini?" Tanya Isaak

29.02 | Unsolved case ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang