Bab 33 Perlawanan

93 8 0
                                    


Tanpa berpikir panjang, Aika segera berlari masuk ke rumah menyelamatkan diri. Sebelum kakinya mencapai rumah, ia terpekik dan jatuh terjerembab keras ke tanah. Cindaku telah meraih dan menahan kakinya dengan kuku-kuku tangannya yang tajam. Lalu tubuh Aika dengan mudah dibalikkan seperti boneka. Cindaku telah mencengkram leher gadis itu dengan tangan kirinya dan tangan kanannya telah mengunci kedua tangan Aika. Sejenak Aika terlupa akan keperihan di kaki, karena wajah cindaku kini hanya berjarak sejengkal dari wajahnya. Wajah cindaku yang sangat jelas membuatnya mual. Gadis itu meronta- ronta sekuat tenaga.

"LEPASKAN AKU!!!"

Aika berhasil melepaskan kuncian tangannya dan dengan sekuat tenaga mengayunkan pukulan ke leher cindaku. Tulang-tulang ruas jarinya dapat meresakan leher cindaku yang keras berotot.

"URGH!!"

Badan cindaku terdorong menjauh Aika, tetapi tetap tidak membuatnya jatuh tersungkur .

"HA..HA..HA...INI MENYENANGKAN!" seru makhluk itu.

Aika berusaha mengangkat dirinya dan berlari secepatnya. Ia meraih daun pintu dan menutupnya dengan memberikan bantingan yang keras. Dengan kecemasan yang luar biasa Aika berusaha menjulurkan tangannya yang gemetar untuk memutar kunci.

"Ingin bermain-main sebentar denganku? baiklah, sebagai pemburu yang sabar. Aku tidak keberatan!"

Suara cindaku yang menyeramkan itu menggaung di telinga Aika.

Dengan menahan perih di kaki, Aika berusaha lari dengan kecepatan penuh menaiki anak tangga menuju lantai dua. Sesampai di lantai dua, sudah terdengar suara hentakan-hentakan keras di atas atap rumah. Makhluk mengerikan itu sedang berada di atas atap. Panik menjalar seluruh seluruh syaraf tubuh Aika. Ya Tuhan musuh benar-benar nyata di depan mata dan aku adalah mangsanya. Tiada seorang pun akan menolongku. Apa yang harus aku lakukan? Ya Tuhan tidak mudah untuk menata pikiran pada saat hidupku dalam ancaman.

Aika mengunci pintu beranda kamarnya dengan gemetaran. Kini ia harus mengunci jendela di kamar sebelah. Sebelum Aika melakukannya terdengar bunyi pecahan kaca, KRAKK!! Aika terdiam sejenak, ia merasakan wajahnya memucat. Makhluk mengerikan itu pasti sudah berhasil masuk dari jendela besar lorong lantai ini. Gadis itu berusaha untuk mengendalikan jantungnya yang semakin berdentam-dentam. Suara pijakan kaki terdengar semakin mengeras mengarah ke kamarnya. Aika dengan cepat meraih lampu meja yang berkaki ramping yang terletak di atas meja sudut, lalu dilepaskannya kap lampu yang terbuat dari kanvas, dan kini tinggal kedua kaki ramping yang terbuat dari besi. Aika memantapkan genggaman tangannya pada kaki lampu itu sambil berdiri merapat ke dinding di samping pintu kamarnya sambil berusaha menenangkan napasnya dengan detakan jantung yang tak karuan.

Ketika sosok mengerikan itu melangkah masuk, Aika dengan sekuat tenaga menghantamkan lampu itu ke kepalanya. AAARGHH!!! cindaku berteriak kesakitan. Saat cindaku masih kesakitan, Aika mengambil kesempatan keluar dari kamarnya untuk melarikan diri. Sosok itu bergerak begitu lincah dan gesit. Aika berusaha menghalau jangkauan tangan cindaku yang ingin menangkapnya, tetapi cindaku itu lebih cepat.

Sebelum sampai ke lantai bawah, hentakan yang sangat keras menghantam punggung gadis itu. Gadis itu terpekik, lalu tubuhnya melayang dan terhempas ke lemari yang menyimpan barang pecah belah milik ibunya. Rasa sakit langsung menyebar di kepalanya. Walau kepalanya sangat pening, dan tatapan matanya kabur, gadis itu masih dapat melihat sosok cindaku yang mendekat. Aika menguatkan diri, ia harus tetap mempertahankan diri. Lantas diraihnya pecahan kaca yang berserakan di sekitarnya. Sambil berpura-pura pingsan, saat sosok itu datang dengan cepat digoreskannya pecahan kaca itu ke wajah cindaku.

"RASAKAN INI!!!"

Cindaku mengaduh kesakitan. Aika langsung bergerak untuk menyelamatkan diri. Ia berlari sempoyongan ke luar rumah untuk mencari pertolongan. Sesampai di luar, hujan lebat langsung menyambutnya, keadaan pun sangat gelap. Lampu jalan yang biasanya tampak dari rumahnya, kini tidak terlihat sinarnya.. Aika berteriak minta tolong dengan puncak suaranya. Dalam hati ia pesimis bakal ada orang yang akan menolongnya,mengingat lokasi rumahnya yang jauh dari keramaian. Ditambah bunyi hujan yang menyapu suaranya. Tiba-tiba saja teringat Syawal, Aika lalu meniup peluit berharap Syawal datang menolongnya. Tiupan itu hanya berdenging lemah. Aika kembali meniup peluitnya. Kali ini dengan sekuat tenaga.Bunyi peluit terdengar! Suaranya begitu jernih dan tajam lalu menyebar ke segala penjuru. Perasaan terkejut bercampur ketakjuban melandanya. Ia tak menyangka peluitnya memang dapat berbunyi, bahkan begitu nyaring. Sesaat Aika menikmati gelombang kegembiraan. Ia merasakan sepercik harapan untuk selamat.

Kegembiraan itu memang tidak lama, napasnya serasa berhenti, saat ia kembali merasakan cengkeraman kuat tangan cindaku di bahunya. Kengerian langsung merenggut jiwa raganya, sampai ia tak mampu berteriak. Cindaku menariknya dengan kuat kemudianmenghempaskannya ke tanah. Aika merasakan aliran darah mengalir dari kepalanya. Tubuhnya begitu lemas, ia seperti tidak mampu mengangkat satu jari pun. Kini hidupnya benar- benar akan berakhir.

Cindaku mendekati Aika yang tergeletak tidak berdaya, kemudian mengangkat tubuh gadis itu dengan kasar ke atas bahunya. Ia membawa Aika menembus hutan gelap dalam guyuran hujan. Ya Tuhan kemana ia akan membawaku? Apakah ia bermaksud mengoyak tubuhku tanpa gangguan di hutan? Oh tidak!...Ya Tuhan jangan biarkan ini terjadi! Pikiran Aika meronta memohon pertolongan.

Tak lama kemudian cindaku menjatuhkan tubuh Aika begitu saja dari bahunya ke reremputan yang basah. Gadis itu merintih kesakitan, Ya Tuhan tulang-tulangku pasti sudah patah... Cindaku menyeringai puas ketika mencondongkan mukanya mendekati wajah Aika yang membuat gadis itu tergidik.

"SI....SIAPA KAMU??" suara Aika gemetaran bukan karena kedinginan akibat guyuran hujan, tetapi lebih disebabkan oleh kengerian yang tak kuasa ia hindari.

Cindaku itu tampak memperhatikan wajah Aika sebentar.

"Mhh...... wajahmu mirip seseorang."

Sekujur tubuh Aika langsung menegang.

"Apakah yang kamu maksud adalah ibuku? Apakah kamu yang telah membunuhnya? ya tuhan mengapa kamu membunuhnya??" lidah Aika terasa kelu ketika menanyakannya.

Sambil menyeringai, Zuma menjawab, "Bukan aku yang membunuhnya"

"Lalu siapa?"

"Ck..ck..." decak Zuma sambil menggoyang telunjuk nya.

"Aku rasa kau tak perlu tahu," jawabnya sambil tersenyum, namun senyumnya membuat wajahnya semakin mengerikan.

"Kenapa? apa salahnya kepada kalian?"

"Siapa yang membunuhnya? Tolong katakan...aku mohon," desak Aika. Zuma langsung menampakkan ekspresi jijik di mukanya. Ia seperti risih mendengar perkataan minta tolong dari mulut Aika.

"AKU TAK TAHU DAN AKU TAK PEDULI!!! " jawab Zuma dengan kasar.

Aku akan segera mati tanpa tahu siapa cindaku yang telah membunuh ibu, sedih Aika dalam hati.

"Baiklah tidak perlu berbasi-basi lagi. Berbahagialah kau akan segera menemuinya!"

"Tolong jangan bunuh aku.... ayahku...ia masih membutuhkanku, apakah kamu tidak punya keluarga?" rintih Aika.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aika, membuat tubuhnya terbalik mencium tanah.Kerasnya tamparan itu sebenarnya tidak begitu menyengat di pipinya, karena sekujur tubuhnya telah mati rasa.

Zuma menarik kerah baju Aika yang terlentang tak berdaya untuk menarik wajah gadis itu dekat ke mukanya, "Dengar nona manis, jangan sebut-sebut keluarga di hadapanku!!!"

"Ke...na..pa?" tanya Aika lemah.

"Diam!! Lebih baik kamu berdoa, jika masih percaya pada Tuhan!"

Aika memejamkan matanya saat melihat taring mengerikan mencuat dari mulut Zuma.

Ini adalah waktuku. Setiap orang yang hidup, pasti akan mati .

Gadis itu sudah pasrah, melalui detik-detik terakhir untuk mencari bayangan wajah ibunya yang ia harap akan tersenyum menyambut dirinya. Apakah ia mengalami hal yang sama,.... dan Ayah....Ya Tuhan, Ayah....Aika merasakan air matanya mengalir.

Courage and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang