Bab 13 Rahasia Hati

99 8 0
                                    


Menjelang sore hari, Flora datang menemui Aika. ia mengajak Aika melihat permainan layang-layang di lapangan sepak bola. Aika setuju dengan ajakan Aika untuk membantu kegundahannya yang masih belum hilang sejak bertemu Syam tadi siang, Di lapangan sepak bola, sudah terlihat anak-anak kecil yang lagi asyik menarik layang-layangnya di angkasa. Bentuk nya beraneka ragam dan warna. Mereka seperti sedang berlenggak-lenggok di angkasa mengikuti irama angin.

Flora dan Aika lalu duduk beralaskan rumput bercampur daun-daun kering di bawah sebuah pohon rindang. Untuk beberapa saat kedua gadis itu hanya melihat permainan layang-layang dari kejauhan. Untungnya sinar matahari sudah melembut tak segahar tadi siang, apalagi ditambah angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat suasana sore semakin ramah.Sejenak Aika terlupa akan masalahnya sampai Flora membuka mulutnya.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Flora .

"Yah, aku tidak apa-apa," tampik Aika.

"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" lanjut Flora.

"Maksudmu?"

"Apakah kamu menerima tugasmu sebagai pelindung untuk melindungi harimau?"

Aika menarik napfas panjang, lalu menggelengkan kepalanya,

"Tidak aku tak mau jadi pelindung. Sungguh janggal mendengarnya...." jawab Aika dengan muka serius.

"Siapa pun tidak akan pernah mempunyai keinginan aneh seperti itu. Apalagi jika berurusan dengan cindaku! " lanjut Aika.

"Dan mengenai ibumu...?" tanya Flora lagi.

Aika terdiam.

"Aku menginginkan si pembunuh dihukum setimpal. Kita belum tahu apakah memang Datuk yang telah melakukannya atau cindaku lain. Tapi walaupun ada bukti tidak mungkin mengadukan hal ini ke polisi," balas Aika lesu.

"Yah, itu memang benar, mengungkapkan keberadaan cindaku merupakan hal yang sangat mengerikan. Kini aku sangat berharap cindaku hanyalah mitos belaka."

Aika menggangguk.

"Apakah kamu sudah menanyakan kematian ibumu kepada bu Husnar?"

"Belum. Ia selalu sibuk. Aku harus mencari waktu yang tepat."

"Eh kenapa dengan bajumu?"

Aika baru tersadar ujung bajunya sobek.

Apakah ini karena penguntitan tadi? Pikirnya dalam hati. Aika menarik napas lalu menceritakan pengalamannya yang diikuti oleh pria-pria tak dikenal. Flora mendengar cerita Aika dengan penuh perhatian, matanya seperti tidak berkedip menatap Aika sungguh-sungguh.

"Lalu aku ditolong oleh seseorang. Para penguntit dihajar habis oleh pria itu."

Aika menyudahi ceritanya.

"Siapa yang telah menolongmu?"

"Aku tidak tahu, ia menutup wajahnya" jawab Aika berbohong. Ia tak ingin mengatakan siapa penolongnya.

Apalagi saat si penolong hendak menyentuh bibirnya dengan .....

Tidak! Tidak! mungkin adegan itu hanya khayalanku saja, ucapnya dalam hati sambil menggelengkan kepalanya secara spontan yang membuat Flora heran.

"Ada apa? kenapa menggeleng seperti itu?" tanya Flora penasaran.

Aika yakin, untuk yang satu itu, ia harus menutup rapat dari Flora.  Setidaknya untuk saat ini.

"mmh....aneh," ucap Flora dengan nada curiga.

"Apakah mungkin penolongmu adalah Pendekar Matoari?"

Aika memutar kedua bola matanya, seolah berpikir lalu mengangkat bahunya.

"Kamu harus lebih hati-hati! Ingat perkataan Kalif, cindaku akan selalu mengincar pelindung. Lainkali jangan pergi sendirian!" ucap Flora dengan khawatir.

Melihat khawatirnya Flora membuat Aika bertanya pada diri sendiri apakah ia terlalu nekat berjalan sendirian tanpa teman.

"Lagipula ke mana si Kalif? seharusnya ia melindungimu!"sambungnya gregetan.

"Sebenarnya aku berharap bisa melindungi diri tanpa bantuan orang lain," balas Aika dengan raut memelas.

Flora mememandang Aika dengan simpati, "Berhadapan dengan cindaku tidak bisa sendirian. Kamu harus bekerja sama dengan Pendekar Matoari"

Aika menghela napas, "Baiklah" sahutnya.

"Kamu harus bertemu Kalif. Ia dan pendekar Matoari lainnya dapat membantumu.- Bukan berarti aku tidak mau membantumu. Kamu selalu bisa mengandalkan aku dan Arul. Kami tidak akan meninggalkanmu sendirian."

Aika tersenyum, "Terimakasih Flora. Aku sangat beruntung punya teman sepertimu dan Arul."

Flora tersenyum senang.

"Eh, sudah bertemu dengan Kalif lagi?" lanjut Flora.

Aika menggeleng. 

"Sudah beberapa hari ini aku belum bertemunya dengannya. Aku punya perasaan ia agak segan menemuiku setelah berita yang ia sampaikan mengenai ibu."

"Jangan khawatir. Ia pasti akan menemuimu," tanggap Flora sambil menepuk punggung Aika.

Dari kejauhan guratan senja sudah mewarnai langit. Layang-layang yang tadi berlayar di langit diganti dengan sekelompok burung yang  terbang pulang ke sarangnya.

"Baiklah, hari sudah terlalu sore, kita harus pulang," sahut Aika.

Kedua gadis itu pun beranjak meninggalkan lapangan menuju rumah masing-masing.

Courage and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang