Hari ketiga liburan Aika bangun lebih awal. Ia kembali lari pagi. Ia bertekat menanti matahari terbit. Untuk itu ia harus mengambil rute yang agak menanjak dan mendaki.Setengah jam berlalu, Aika berhenti sejenak untuk minum.
"Kejutan yang menyenangkan!" Aika terlonjak. Edi teman sekolahnya muncul tiba-tiba dihadapannya hingga ia tersedak dan batuk-batuk.
Edi nyengir, "Maafkan aku," ucapnya seperti menyesal telah mengejutkan Aika.
"Hutan sini adalah ruang terbuka. Tak ada pintu untuk mengetuk," tambah Edi cengengesan.
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku dengar kamu tinggal di sekitar sini, jadi tadi aku mampir ke rumahmu. Kata tantemu kamu lagi olahraga di sekitar sini," jawabnya sambil tersenyum.
Aika menggeleng-gelengkan kepala tak percaya bertemu Edi di pagi hari.
"Eh kamu tak takut ada harimau? Di hutan ini masih banyak harimau yang berkeliaran lo."
"Jangan nakutin!" bantah Aika "kata tanteku, harimau sudah belasan tahun tidak nampak di sekitar sini. Jadi aku enggak takut."
"Tapi kamu harus tetap waspada. Harimau itu paling pandai menyembunyikan dan menyamarkan dirinya tanpa bersuara, lalu ia menerkam dan menggigit tengkukmu dari arah belakang tanpa kamu sadari."
Aika hanya bisa menganguk-angguk, "Kelihatannya kamu tahu banyak tentang harimau."
"Tentu saja! Kalau kamu bertemu harimau, jangan membelakanginya, tetapi kamu harus mundur perlahan-lahan, lalu berlari mundur seperti ini," tanggap Edi seraya mencontohkan yang membuat Aika tertawa geli
Tiba-tiba terdengar suara auman dari kejauhan.
Keduanya terdiam, dan saling menatap dengan mata terbuka lebar.
"Apakah itu suara...?" tanya Aika lirih.
Edi mengangguk.
Ya Tuhan!
"Aika.... kita harus lari!" seru Edi sambil menggamit tangan Aika.
"Katamu kita harus berlari mundur?"
"Lupakan apa yang ku katakan tadi!"
Mereka berlari secepatnya keluar dari hutan.
Jantung Aika berdetak kencang, pengalamannya di hutan kembali terbayang. Tapi kali ini terjadi di pagi hari dan ia tahu arah mana yang harus diambil.
Setelah merasa agak jauh dan suara harimau tidak terdengar lagi, mereka berhenti berlari dengan terengah-engah.
"Saya rasa, kita sudah aman sekarang!" seru Edi sambil menyeka keringat di dahinya.
"Tadi menegangkan sekali ya?" lanjutnya sambil tertawa.
Tiba-tiba seekor macan kumbang melompat dari atas pohon.
Edi langsung terjatuh saking kagetnya.
Macan itu mengaum memperlihatkan taringnya, lantas mendekati mereka selangkah demi selangkah.
"Edi! Ayo berdiri!!!"
Tapi Edi tidak bereaksi saking shocknya melihat macan di depannya.
Aika memegang tangan Edi dan berusaha menyeretnya sekuat tenaga.
"Edi, ayo!!"
Edi terlalu berat dan macan itu sudah berjarak hanya tiga meter darinya.
Seekor macan tetap hewan buas walaupun reputasiya kalah ganas dibanding harimau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Courage and Hope
FantasyBook 2 of The King's Call (COMPLETED!) Tidak mudah bagi Syam menerima kenyataan dirinya sebagai cindaku walaupun ia memiliki kekuatan dan keahlian yang melebihi cindaku lainnya. Pemuda itu juga tidak merasa dekat dengan bangsa cindaku, apalagi sem...