Bab 17 Kirai yang telah pulih

88 7 0
                                    

Di hari kedua liburan pada pagi harinya, Aika terbangun karena mimpi buruk. Leher dan dadanya basah karena keringat. Ia bermimpi mengenai Syam yang membuatnya tergidik. Pemuda itu  tiba-tiba berubah menjadi seekor harimau dan hendak menerkamnya. 

Aika menegakkan tubuhnya, dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Ia  teringat  pagi ini ada pembagian  rapor yang akan diambil oleh Bu  Husnar, sedangkan ia akan  menunggu di rumah saja.

Keinginan lari pagi terlintas di benaknya saat melihat langit  pagi yang cerah. Ia ingin menjaga stamina, supaya tidak  gampang sakit.

Tak lama, Aika sudah bersiap untuk lari pagi.

Ia memakai celana panjang training dan baju kaos serta topi berwarna merah. Tidak lupa membawa botol air minum. Aika berlari di pinggiran hutan sekitar rumahnya sambil menikmati udara segar.

Setelah satu jam sudah berlalu, Aika menghentikan larinya. Napasnya sudah tersengal-sengal. Ia lalu berjalan pulang sambil mengatur napas dan menyeka keringat di wajahnya.

Aika meluaskan pandangannya, dan dapat melihat hutan di sekitarnya sangat indah.
Ia lalu duduk sebentar di bebatuan besar sambil minum, seraya menikmati bunyi kicauan burung-burung pagi yang turut menemaninya.
Dalam perjalanan pulang, gadis itu sesekali merentangkan tangannya untuk menangkap sinar matahari yang menerobos masuk ke sela-sela dedaunan  sebelum sinar-sinar itu jatuh ke tanah.

Sekitar pukul sepuluh pagi, Husnar datang  sambil memegang rapor  ditangannya.
"Ayahmu pasti senang, kamu rangking pertama," ucap Husnar dengan datar.
Aika menerima rapor dengan antusias lalu tersenyum, Ayah pasti senang!  pikirnya.

Aku akan telepon Paman Alf supaya ia menyampaikan berita ini pada ayah.

"Baiklah aku harus pergi," ucap Husnar sebelum  berpaling meninggalkan Aika.

"Terima kasih," sahut Aika cepat, sebelum wanita itu menghilang di balik pintu.

Aika melirik jam dinding. Ia ingat sekitar jam sepuluhan  Kalif  akan datang.

Sebelum jam menunjukkan pukul setengah sebelas, Kalif sudah muncul di ambang pintu.

"Sudah siap?" sapanya ramah.

Aika mengangguk "kita langsung saja."

Mereka  pun bertolak  menuju rumah Kirai.

Tiba di rumah Kirai,  terlihat ia sedang berjalan  pelan-pelan dibantu dengan sebuah tongkat. Raut mukanya terlihat menghangat saat  melihat kedatangan mereka.

"Aku tahu kalian pasti datang lagi menemuiku," sapanya ramah.

"Sepertinya kamu cepat pulih!" seru Kalif dengan gembira sambil menepuk-nepuk punggung Kirai.

"Yah, mungkin karena Tuhan  masih memberiku kesempatan untuk berbuat baik di dunia ini."

Kalif melongo sesaat "Sepertinya kamu menjadi lebih religius sekarang," 

Kirai cengengesan mendengar komentar temannya.

"Ada yang perlu disampaikan kepadaku?" tanya Kirai sambil  memandangi Kalif dan Aika bergantian.

Kalif melemparkan pandangannya pada Aika memastikan gadis itu belum berubah pikiran.

"Kamu saja yang bilang," ujar Aika pada Kalif.

"Bilang apa?" tanya Kirai kebingungan.

"Aika ingin  melihat Syawal kembali" jawab Kalif tegas.

Kirai langsung menoleh ke arah Aika dengan tercengang

"Serius?"

Aika mengangguk,dengan senyum setengah terpaksa.

"Merupakan kehormatan bagiku jika Syawal adalah harimau pendampingmu," jawab Kirai dengan sungguh-sungguh.

Melihat Kirai seperti itu, Aika menjadi tak enak hati . 

"Kalau kamu sudah benar-benar kuat, apakah kamu mau menemani Aika melihat Syawal di kebun binatang?"tanya Kalif.

"Bagaimana kalau hari ini? Aku sudah kuat kok. Lagipula aku sangat rindu dengan Syawal!" balas Kirai dengan semangat.

Kalif menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak...tidak....lebih baik tunggu sampai minggu depan. Kamu masih perlu melatih  berjalanmu tanpa tongkat. Syawal mungkin kaget melihat keadaanmu, jika kamu datang. "

Mulut Kirai mengerut,  ia agak sedikit kecewa. Namun, akhirnya ia setuju. 

"Baiklah, minggu depan!" tekad Kirai, "aku juga perlu memikirkan bagaimana caranya memberitahu pengurus kebun binatang, supaya mereka tidak curiga."

"Ya kamu benar. Karena Aika akan sering datang."

Melihat kedua pria itu sudah sepakat,  Aika mengalihkan pembicaraan."Mengapa harimau itu dinamai Syawal?" tanya Aika  penasaran kepada Kirai.

"Pertama kali aku bertemunya di bulan Syawal," jawab Kirai.

"Apakah dari dulu, kamu memang ingin menjadi pelatih harimau?

Kirai tersenyum mendengar pertanyaan Aika. 

"Ayahku juga seorang pelatih harimau. Profesi ini, sudah menjadi tradisi keluarga  semenjak perang melawan Jepang. Dimulai dari kakek buyutku yang bergerilya ke tengah hutan. Di hutan para pejuang  kerap berhadapan dengan harimau. Di antara mereka, hanya kakek buyutku yang punya nyali menghadapi harimau."    

"Tidak ingin bekerja di bidang lainnya?" tanya Aika.

"Sebenarnya dulu aku sempat bekerja sebagai staf pemasaran di sebuah perusahaan otomotif. Aku bekerja setiap hari dari senin sampai Jumat seperti pegawai  lainnya, cuman enggak betah. Kerja di kebun binatang lebih membuat  bahagia,"jawabnya sambil tersenyum.

"Sama seperti Kalif?"

"Malahan Kalif bekerja di perusahaan besar, karirnya cukup bagus. Ternyata ia bekerja untuk mengumpulkan modal, untuk mengembangkan usaha ayahnya."

"Pasti susah memutuskan untuk keluar dari pekerjaan."

"Kamu benar sekali, apalagi saat kedua orang tuaku menentangnya. Tapi akhirnya mereka mengerti juga setelah dijelaskan pelan-pelan."

"Aku rasa kalian berdua semacam hewan liar yang tidak suka dikurung di kandang."

Kirai dan Kalif tergelak

"ya kamu benar, kami tidak bisa dijinakkan dan dikekang," jawab Kirai

"Mau lebih santai maksudnya?" ucap Aika dengan nada bercanda.

"Enggak juga. Seperti pekerjaan lainnya,  pekerjaan ini butuh kesabaran, komitmen dan kerja keras. Apalagi harimau adalah binatang yang sangat buas, ia tak bisa sepenuhnya dijinakkan seperti kuda liar," jawab Kirai.

"Aku  juga harus rajin  membaca buku tentang harimau.  Dari membaca  banyak mendapat tambahan informasi tentang  cara merawat harimau dan sifat-sifat harimau yang sangat berguna," tambah Kirai.

"Sepertinya kamu punya banyak buku mengenai harimau yang dapat dipinjamkan kepada Aika"

"Bolehkah aku pinjam sebentar?"

"Tentu saja boleh."

Kirai lantas masuk ke suatu ruangan di rumahnya, lalu tak lama  ia  keluar dengan membawa sebuah buku yang agak tebal.

"Buku tentang harimau ini sangat bagus. Arul yang mencarikan untukku," ucap Kirai sambil menyerahkan buku itu kepada Aika, "Apalagi buku ini disertai foto-foto berwarna yang  banyak dan menarik."

Aika membuka halaman buku itu perlahan-lahan, takut halamannya rusak.

Buku ini pasti mahal sekali, pikirnya.

"Aku akan segera mengembalikannya padamu!" janji  Aika.

Aika menarik nafas panjang. Kemudian  gadis itu  tersenyum malu-malu.

"Kenapa?" tanya Kalif.

"Aku rasa pelindung sebelumnya  tidak perlu membaca  buku seperti ini sebelum berinteraksi dengan harimau."

Courage and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang