Esok hari pun datang begitu cepat.
Bunyi alarm jam meja, memaksa Aika untuk membuka matanya. Gadis itu segera membangunkan diri untuk bersiap ke sekolah. Tiba di sekolah, para murid sudah banyak berkumpul. Aika melebarkan pandangannya ke setiap sudut sekolah yang sudah dipenuhi oleh para siswa yang belajar. Ada yang berkelompok, ada yang memilih sendiri. Mulut mereka sibuk berkomat-kamit membaca maupun menghafal . Tampaknya bukan aku saja yang masih belum siap dengan ujian terakhir ini, ucap Aika dalam hati.Gadis itu kemudian mencari-cari Flora dan Arul. Namun mereka tidak kelihatan. Akhirnya ia terpaksa duduk di lantai teras sekolah dengan beralaskan koran bekas. Diliriknya jam tangannya, setengah jam lagi bel masuk kelas akan berbunyi. Gadis itu kemudian memanfaatkan waktu untuk mengingat rumus fisika yang dipelajari semalam .
Waktu berlalu cepat. Bel sekolah seketika membahana di setiap sudut sekolah tepat jam delapan pagi. Bunyi yang nyaring itu telah mengagetkan para siswa, termasuk Aika yang masih berupaya mempelajari teori fisika. Bersama siswa lainnya ia memasuki ruangan kelas bersiap menghadapi soal ujian fisika.
Edi si pemimpin 4Hotmetal tiba-tiba melintas melewati Aika sambil menjatuhkan segumpal kertas di atas mejanya.
Aika langsung mengernyitkan dahi. Ia lantas membuka gumpalan kertas itu, dan membaca pesan yang tertulis.
I love you
Mata Aika seketika melebar, whaat??
Sambil berdecak kesal Aika langsung meremas dan merobek-robek kertas tersebut hingga menjadi potongan-potongan kecil.
Sepuluh menit kemudian, gadis itu telah berkutat menjawab soal-soal yang diberikan.
Satu jam berlalu dengan cepat, terdengar bunyi bel yang memekakkan di sepanjang lorong kelas. Bunyi bel itu menandakan berakhirnya ujian semester tahun ini. Dan lima hari lagi, setelah menerima rapor, para siswa bisa menikmati liburan sekolah begitu pula Aika yang berencana balik sebentar ke Jakarta untuk melihat ayahnya.
Di lorong sekolah, Aika bertemu Flora dan Arul. Keduanya keluar dengan wajah mumet bercampur pasrah. Flora berjalan terburu-buru, sambil bergumam, "Saya butuh air dingin."
Lantas ia menepuk-nepuk kepalanya sambil berkata, "Sepertinya otakku berasap sekarang,"Aika nyengir mendengar ucapan Flora, "Itu tandanya kamu sudah overthinking. Otakku malahan beku, enggak bisa berpikir lagi."
"Ok, lupakan saja ujian hari ini," ucap Arul sambil merangkul pundak kedua gadis itu.
Ketiganya langsung mengangguk serempak sambil meninggalkan sekolah dengan berjalan kaki. Mereka berjalan dengan langkah yang ringan, walaupun masih terlihat raut was-was atas hasil ujian kelak.
Pada saat berjalan, Flora memperhatikan peluit yang tergantung di kalung Aika.
"Peluit itu sepertinya bukan peluit biasa, boleh aku melihatnya lagi?"
Aika melepaskan kalungnya dan menyodorkannya pada Flora.
"Kamu bisa meniupnya?" tanya Flora.
Aika menggeleng.
"Aku pernah meniupnya, tapi tidak terdengar suara apapun."
"Menurutku peluit ini hanya sebagai hiasan belaka," komentar Arul.
"Mengingat kemampuan Aika, peluit ini pasti istimewa," tambah Flora seraya mengembalikan peluit itu ke Aika.
"Iya, aku rasa begitu. Peluit ini pasti berfungsi untuk memberi panggilan. Bu Husnar mungkin tahu," balas Aika.
Tiba-tiba seseorang menerobos diantara Aika dan Flora yang sedang berjalan beriringan.
"Hai!" ucap Edi sambil cengengesan.
Aika dan Flora langsung waspada sambil menjaga jarak.
"Kalian berdua" ucap Edi pada Arul dan Flora, "tak perlu repot mengantar Aika. Aku yang akan mengantarnya pulang."
"Hei! Apa-apaan sih?" protes Flora, "Rumah kami memang berdekatan."
Edi menyeringai, "Saya tahu kalian berbohong."
"Saya hanya mau ngobrol sebentar dengan Aika," lanjutnya dengan percaya diri.
Aika berusaha menyembunyikan keengganannya pada Edi.
"Kami akan membicarakan hal yang lebih penting, mungkin lain kali..." balas Aika tegas.
Edi tampak tersinggung.
"Kamu takut dengan ku?" balas Edi lekat-lekat pada Aika.
"Tidak," jawab Aika tenang.
Flora yang geregetan melihat tingkah Edi, tak tahan untuk nyeletuk, "Kenapa ia harus takut padamu?"
Edi pura-pura kaget dengan komentar Flora, "Kupingmu lagi tuli? Kamu tak dengar ia langsung menolak ajakanku?"
Tidak menerima ejekan Edi, Arul langsung bereaksi, "Aku rasa kupingmu yang tuli, Aika sudah bilang kami akan membicarakan sesuatu."
Flora tertawa geli mendengar ucapan Arul yang berani pada Edi.
Edi mengusap-usap kepalanya seperti orang yang sedang sakit kepala, sebelum melemparkan tatapan tajam pada Arul dan Flora.
"Lebih baik kalian jangan ikut campur!" bentaknya sambil mendorong bahu Arul dan Flora.
"Hei, jangan kasar!" protes Aika.
Edi mencibir.
"Cara seperti ini tergolong lembut, mau tahu yang kasar seperti apa?"
Sebelum Aika kembali membalas, seseorang menepuk pundak Edi. Edi membalikkan badan sambil melenguh kesal dan langsung berhadapan dengan Kalif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Courage and Hope
FantasíaBook 2 of The King's Call (COMPLETED!) Tidak mudah bagi Syam menerima kenyataan dirinya sebagai cindaku walaupun ia memiliki kekuatan dan keahlian yang melebihi cindaku lainnya. Pemuda itu juga tidak merasa dekat dengan bangsa cindaku, apalagi sem...