Bab 9 Peluit yang tak berbunyi

107 8 0
                                    


Esok hari pun datang begitu cepat.
Bunyi alarm jam meja,  memaksa Aika  untuk membuka matanya. Gadis itu segera membangunkan diri untuk  bersiap ke sekolah. Tiba di sekolah, para murid sudah banyak berkumpul. Aika melebarkan pandangannya ke setiap sudut sekolah yang sudah dipenuhi oleh para siswa yang belajar. Ada yang berkelompok, ada yang memilih sendiri. Mulut mereka sibuk berkomat-kamit membaca maupun menghafal . Tampaknya bukan aku saja yang masih belum siap dengan ujian terakhir ini,  ucap Aika dalam hati.

      Gadis itu  kemudian mencari-cari Flora dan Arul. Namun mereka tidak kelihatan. Akhirnya ia   terpaksa duduk di lantai teras sekolah dengan beralaskan koran bekas. Diliriknya jam tangannya,   setengah jam lagi  bel masuk kelas akan berbunyi. Gadis itu kemudian memanfaatkan waktu   untuk mengingat  rumus fisika yang dipelajari semalam . 

    Waktu berlalu cepat. Bel sekolah seketika  membahana di setiap sudut sekolah tepat jam delapan pagi. Bunyi yang nyaring itu telah mengagetkan  para siswa, termasuk Aika yang masih berupaya mempelajari teori fisika. Bersama siswa lainnya ia memasuki ruangan kelas bersiap menghadapi soal ujian fisika.

Edi si pemimpin 4Hotmetal tiba-tiba melintas melewati Aika sambil menjatuhkan segumpal kertas di atas mejanya.

Aika langsung mengernyitkan dahi. Ia lantas membuka gumpalan kertas itu, dan membaca  pesan yang tertulis.

I love you

Mata Aika seketika melebar, whaat??

Sambil berdecak kesal Aika langsung meremas dan merobek-robek kertas tersebut hingga menjadi potongan-potongan kecil.

Sepuluh menit  kemudian, gadis itu  telah berkutat menjawab soal-soal yang diberikan.

    Satu jam  berlalu dengan cepat,  terdengar bunyi bel yang memekakkan  di sepanjang lorong kelas.   Bunyi bel itu menandakan  berakhirnya ujian semester tahun ini.  Dan lima  hari lagi, setelah menerima rapor, para siswa  bisa menikmati liburan sekolah begitu pula  Aika yang berencana  balik sebentar ke Jakarta untuk melihat ayahnya.

    Di lorong sekolah, Aika bertemu  Flora dan Arul. Keduanya keluar dengan wajah mumet bercampur pasrah. Flora berjalan terburu-buru, sambil bergumam, "Saya butuh air dingin."
Lantas ia menepuk-nepuk kepalanya sambil berkata, "Sepertinya otakku berasap sekarang,"

Aika  nyengir mendengar ucapan Flora, "Itu tandanya kamu sudah overthinking. Otakku malahan beku, enggak bisa berpikir lagi."

"Ok, lupakan saja ujian hari ini," ucap Arul sambil merangkul pundak kedua gadis itu.

Ketiganya  langsung mengangguk serempak sambil  meninggalkan sekolah dengan berjalan kaki. Mereka berjalan dengan langkah  yang  ringan,  walaupun masih terlihat raut was-was atas hasil ujian kelak.

Pada saat berjalan, Flora memperhatikan peluit yang tergantung di kalung Aika.
"Peluit itu sepertinya bukan peluit biasa, boleh aku melihatnya lagi?"
Aika melepaskan kalungnya  dan menyodorkannya  pada Flora.
"Kamu  bisa meniupnya?" tanya Flora.
Aika menggeleng.
"Aku pernah  meniupnya, tapi tidak terdengar suara apapun."
"Menurutku peluit ini  hanya sebagai hiasan belaka," komentar Arul.
"Mengingat kemampuan Aika,  peluit ini pasti istimewa," tambah Flora seraya mengembalikan peluit itu ke Aika.
"Iya, aku rasa begitu. Peluit ini pasti  berfungsi untuk memberi panggilan.  Bu Husnar  mungkin tahu," balas Aika.
Tiba-tiba seseorang menerobos diantara Aika dan Flora yang sedang berjalan beriringan.
"Hai!" ucap Edi sambil cengengesan.
Aika dan Flora langsung waspada sambil menjaga jarak.
"Kalian berdua" ucap Edi pada Arul dan Flora, "tak perlu repot mengantar Aika. Aku yang akan mengantarnya pulang."
"Hei! Apa-apaan sih?" protes Flora, "Rumah kami memang berdekatan."
Edi menyeringai, "Saya tahu kalian berbohong."
"Saya hanya mau ngobrol  sebentar dengan Aika," lanjutnya dengan percaya diri.
Aika berusaha menyembunyikan keengganannya pada Edi.
"Kami  akan membicarakan hal yang lebih penting, mungkin lain kali..." balas Aika tegas.
Edi tampak tersinggung. 
"Kamu takut dengan ku?" balas Edi lekat-lekat pada Aika.
"Tidak," jawab Aika tenang.
Flora yang geregetan melihat tingkah Edi, tak tahan untuk nyeletuk, "Kenapa ia harus takut padamu?" 
Edi pura-pura kaget dengan komentar Flora, "Kupingmu lagi tuli? Kamu tak dengar ia   langsung menolak ajakanku?"
Tidak menerima ejekan Edi, Arul langsung bereaksi,  "Aku rasa kupingmu yang tuli,  Aika sudah bilang kami akan membicarakan sesuatu."
Flora tertawa geli mendengar ucapan Arul yang berani pada Edi.
Edi mengusap-usap kepalanya seperti orang yang sedang sakit kepala, sebelum melemparkan tatapan tajam pada Arul dan Flora.
"Lebih baik kalian jangan ikut campur!" bentaknya sambil mendorong  bahu Arul dan Flora.
"Hei, jangan kasar!" protes Aika.
Edi mencibir.
"Cara seperti ini tergolong lembut, mau tahu yang kasar seperti apa?"
Sebelum Aika kembali membalas, seseorang menepuk pundak Edi. Edi membalikkan badan sambil melenguh kesal dan langsung berhadapan dengan Kalif.

Courage and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang